Mohon tunggu...
Ratman Aspari
Ratman Aspari Mohon Tunggu... Jurnalis - baca-tulis-traveling

abadikan hidupmu dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mata Air Ciliwung

10 Desember 2019   14:44 Diperbarui: 10 Desember 2019   14:48 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi karya : Putra Gara/AB) 

 

Pohon-pohon di sepanjang Kali Ciliwung ditumbangkan, bantaran kali yang semula teduh, rindang, kini terasa gersang, habitat, tumbuhan, hewan dan serangga yang ada didalamnya porak poranda, digantikan oleh beton-beton kekar nan sombong demi normalisasi daerah aliran sungai (DAS). Mesin-mesin penggerak normalisasi Kali Ciliwung terus bekerja atas nama pembangunan, dengan dalih perbaikan dan tata kota yang lebih baik, konon sudah melalui berbagai kajian, yang dilakukan oleh instansi berwenang dengan melibatkan para ahli. Semua ini katanya, demi kepentingan warga, mengurangi banjir di Jakarta, demikian alasan klise dari para pemangku kepentingan yang selalu digembar-gemborkannya.

Persetan dengan warga miskin, rumah-rumah kumuh yang riuh memadati bantaran kali, terus dilumat oleh mesin-mesin kesombongan, dan fase selanjutnya pemandangan disepanjang bantaran kali berubah menjadi terang benderang, hamparan beton yang begitu kokoh dan congkak, rumput dan pohon-pohon palsu ditambalkan agar terkesan hijau. Entahlah, apakah ini sebuah kemajuan dari sebuah peradaban, namun realitanya harus mengorbankan habitat alam, lingkungan, dan yang lebih menyakitkan tercerabutnya kehidupan anak manusia dari lingkungan yang telah menyertainya berpuluh-puluh tahun.

Sebuah dilematis dari sebuah kebijakan pemangku kepentingan yang harus dijalankan,  yang terkadang  harus bersinggungan dengan pihak-pihak yang lemah, tidak berdaya, sebagai tumbal yang merasa  dikorbankan, tergusur, tercerabut dari tanah leluhurnya sendiri.

Begitulah ketika sebuah kebijakan harus dijalankan, terkadang ada saja pro dan kontranya, disisi lain ingin menata bantaran Kali Ciliwung, sementara ada pihak yang merasa dikorbankan. Pihak yang merasa berkuasa, dengan segala ambisinya, ingin mewujudkan ambisi tersebut, tidak mau kalah dengan pihak-pihak yang kontra, segala daya diupayakan, maka fakta dilapangan sering kita saksikan alat-alat kekuasaan berhadap-hadapan dengan mereka yang tidak berdaya, karena tidak tercapai kata sepakat.

***

Salah satu yang merasakan perubahan dari normalisasi tersebut adalah Bang Ojak, pria kelahiran Condet, yang keseharianya berkecimpung di bantaran Kali Ciliwung, bersama anak buahnya yang juga rekan-rekan seperjuanganya, membuat semacam dermaga yang bisa dipergunakan oleh siapa saja yang akan turun menuju Kali Ciliwung.

Berbekal beberapa perahu karet yang sebagian sudah usang, Bang Ojak dan anak buahnya, keseharianya membersihkan sampah-sampah yang hanyut terbawah air dari hulu Ciliwung. Semua itu ia lakukan tanpa pamrih, bagi Bang Ojak ini semua, adalah panggilan jiwa, Ciliwung adalah denyut nandi yang menyertainya, amanah yang harus dijaga, melihat air Ciliwung bersih dari sampah ia dan anak buahnya sudah cukup senang.

Membersihkan sampah-sampah yang berserakan di Kali Ciliwung merupakan pekerjaan sehari-hari Bang Ojak dan anak buahnya disamping kegiatan yang lainya. Apalagi ketika air Kali Ciliwung naik dan banjir, otomatis jumlah sampah bisa berkali lipat banyaknya. Sampah-sampah itu dikumpulkan disisi pinggir Kali Ciliwung, sampah yang bisa dimanfaatkan akan diambil oleh Bang Ojak dan anak buahnya, sementara sampah yang sudah tidak bisa dimanfaatkan, nantinya akan diambil oleh petugas kebersihan dengan truk sampah.

Selain itu Bang Ojak juga menanami pepohonan di tanah pinggir bantaran Kali Ciliwung dengan berbagai macam tanaman yang produktif, yang bisa dimanfaatkan oleh warga disana, seperti pepaya, pisang dan sayur-mayur, praktis warga disana pada senang, bisa ikut menikmati jerih payah Bang Ojak dan anak buahnya.

Disamping itu karena tempat dan lokasinya yang cukup bagus dan asri, sering lahan Bang Ojak dijadikan semacam tempat belajar tentang lingkungan hidup, menanam bagi anak-anak sekolah,mahasiswa dan warga masyarakat lainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun