Mohon tunggu...
Malisa Ladini
Malisa Ladini Mohon Tunggu... Developer Content di Media Kesehatan, Bisnis, Politik dan Hiburan -

Political Science. Bachelor: Semarang State University. Master: Diponegoro University.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Smart Villages Berbasis Desa Wisata Sebagai Potensi Inovasi Infrastruktur Daerah dan Bersaing dalam MEA

10 Agustus 2016   20:38 Diperbarui: 10 Agustus 2016   20:58 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Infrastruktur merupakan satu dari sekian banyak penunjang kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat. Infrastruktur juga merupakan satu dari pilar kehidupan bangsa yang dapat menopang seluruh aspek kehidupan. Infrastruktur yang baik akan berdampak pada kegiatan perekonomian, social-budaya, dan sebagainya. Sehingga infrastruktur merupakan satu dari sekian banyak yang dapat menjaga keutuhan NKRI. Sehingga perlu adanya inovasi sebagai salah satu penopang kehidupan di masa depan. Potensi daerah sebagai penyumbang inovasi juga merupakan salah satu potensi infrastruktur yang dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan bangsa.

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi Sumber Daya Alam yang sangat besar. Potensi tersebut jika dikelola dengan baik oleh Sumber Daya Manusia secara bijaksana akan menghasilkan sinergi modal sosial. Modal sosial menurut teoritis kenamaan Fukuyama adalah “an intantiated informal norm thatpromotes co-operration between two or more individuals by this definition, trust, network, civil society, and the like, wich have been associated with social capital, are all epiphenominal, arising as a result of social capital it self. Sehingga adanya modal sosial akan menjadi penopang tumbuhnya pembangunan, khususnya dalam penguatan ekonomi. Terlebih modal sosial yang dimiliki Indonesia salah satunya ialah view wisata dengan masih banyaknya wilayah pedesaan di Indonesia. Paradigma bahwa desa ialah sesuatu yang penuh ketertinggalan, layaknya dapat diubah menjadi peluang pembangunan di Indonesia yang berintegritas, penuh inovasi, mengandung nilai-nilai sosial-budaya, dan menjadi sasaran pendapatan ekonomi yang menjanjikan.

ASEAN Economi Community ialah salah satu peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia dalam menghadapi abad pasar ekonomi di wilayah Asia ini. Melalui ASEAN Economi Community, akan terjadi integrasi sektor ekonomi secara terbuka dan besar-besaran. Konsep ASEAN Economic Community adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. Dilihat dari sisi potensi ekonomi, Indonesia merupakan salah satu emerging country yang saat ini menjadi salah satu kekuatan ekonomi ASEAN. Dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,3 persen jika dibandingkan dengan Malaysia 5,4 persen, Thailand 5 persen, Singapura 1,2 persen, Filipina 6,6 persen, dan Vietnam 5,7. Dari sisi jumlah penduduk, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar yakni 247 juta jiwa sebagai pasar potensial dan tenaga kerja.[1] Kehadiran ASEAN Economic Community bisa membantu ketidakberdayaan negara-negara ASEAN dalam persaingan global ekonomi dunia yaitu dengan membentuk pasar tunggal yang berbasis di kawasan Asia Tenggara. Liberalisasi di bidang jasa yang menyangkut sumber daya manusia mungkin akan tampak terlihat jelas karena menyangkut tentang penempatan tenaga terampil dan tenaga tidak terampil dalam mendukung perekonomian negara.

Smart Villages Sebagai Inovasi Infrastruktur Masa Depan

Berdasarkan Survei Global Competitiveness Index tahun 2012-2013 membuktikan bahwa Indonesia masih lemah daya saingnya dengan negara-negara ASEAN lain. Dalam surveinya, Indonesia menempati peringkat kelima dari delapan negara ASEAN, di bawah Thailand dan setingkat di atas Filipina. Sementara di posisi puncak ada Singapura, disusul dengan Malaysia dan Brunei. Kualitas infrastruktur Indonesia sendiri masih kalah jauh dengan negara ASEAN lainnya. Survei The World Economic Forum 2012-2013 menunjukkan kualitas infrastruktur Indonesia yang menempati peringkat 92 dari 144 negara. Posisi ini jauh di bawah Singapura, Malaysia, Vietnam, bahkan Srilanka. Keadaan itu tentu melemahkan daya saing dan menyebabkan meningkatnya biaya produksi.[2]

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 menyebutkan jika pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk objek wisata dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Kemudian derivasi dari kepariwisataan adalah adanya desa wisata. Dipertegas oleh Agus Muriawan Putra dalam Jurnal Manajemen Pariwisata Triatma Mulya, desa wisata merupakan pengembangan suatu wilayah (desa) dengan memanfaatkan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat desa yang berfungsi sebagai atribut wisata. Sehingga dengan adanya desa wisata setidaknya secara otomatis ini adalah cara menarik pasar, wisatawan, atau pengunjung.[3]

Mengacu pada UU No. 6 Tahun 2014 tentang Otonomi Desa Pasal 1 yang berbunyi, “desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asalusul, dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia mengandung ihwal mengenai kewenangan desa untuk mengurus sendiri urusan pemerintahannya. Hak otonom tersebut diperkuat dalam pembentukan desa mandiri. Desa mandiri merupakan desa yang mampu mengelola kekuatan aset serta mampu memanfaatkan peluang dalam pembangunan untuk kesejahteraan warga desa. Inovasi infrastruktur dapat dilakukan sebuah trobosan desa wisata yang di dalamnya dapat berupa inovasi sebagai berikut:

Pertama, agroforestry. Perlunya strategi untuk mengembangkan salah satu industri kreatif berbasis desa wisata dengan penguatan Agroforestry dan kebudayaan. Menurut istilah, agroforestry dalam bahasa Inggris berasal dari kata agro berarti pertanian dan forestry berarti kehutanan. Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah “wanatani”, wana berarti hutan dan tani berarti pertanian. Secara luas agroforestry adalah penggabungan sistem budidaya kehutanan, pertanian, dan perikanan. Wisata agroforestry memiliki banyak keuntungan di bidang peningkatan produktivitas lahan. Sistem agroforestry memungkinkan penggabungan budidaya pertanian, peternakan, dan kehutanan dalam satu kawasan. Sehingga masalah kurangnya lahan yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan di bidang pertanian dapat diatasi menggunakan sistem agroforestry. Selain itu agroforestry dapat menjamin ketersediaan pangan di suatu daerah bagi petani ketika bukan musim panen. Secara ekonomi sosial, sistem agroforestry akan berdampak peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Penanaman berbagai macam pohon dengan banyak teknik maupun sistem pada suatu lahan sudah seringkali kita dengar di Indonesia. Contoh ini dapat dilihat dengan mudah pada lahan pekarangan di sekitar tempat tinggal petani. Praktek ini semakin meluas belakangan ini khususnya di daerah pinggiran hutan dikarenakan ketersediaan lahan yang semakin terbatas. Tapi akan unik jika sebuah sistem pertanian dikemas dalam sebuah desa wisata dengan kombinasi sistem kebudayaan. Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dikonversi menjadi lahan usaha lain. Maka lahirlah agroforestry sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian atau kehutanan. Ilmu ini berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem agroforestry yang telah dikembangkan petani di daerah beriklim tropis maupun beriklim subtropis sejak berabad-abad yang lalu. Agroforestry merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi, yang memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan. Sehingga selain mendayagunakan pertanian juga melestarikan alam kehutanan.

Agroforestry diharapkan bermanfaat selain untuk mencegah perluasan tanah terdegradasi, melestarikan sumberdaya hutan, meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan hasil pangan. Sistem ini telah dipraktekkan oleh petani di berbagai tempat di Indonesia selama berabad-abad, misalnya sistem ladang berpindah, kebun campuran di lahan sekitar rumah (pekarangan) dan padang penggembalaan. Contoh lain yang umum dijumpai di Jawa adalah hamparan persawahan dan tegalan produktif yang diselang-selingi oleh rerumpunan pohon. Sebagian dari rerumpunan pohon tersebut mempunyai struktur yang mendekati hutan alam dengan beraneka-ragam spesies tanaman. Berdasarkan motivasi yang dimiliki petani, terdapat dua sistem terbentuknya agroforestry di lapangan yaitu sistem bercocok tanam dengan cara tradisional atau sistem modern. Sistem tradisional adalah sistem yang dikembangkan dan diuji sendiri oleh petani, sesuai dengan keadaan alam dan kebutuhan atau permintaan pasar, serta sejalan dengan perkembangan pengalamannya selama bertahun-tahun dari satu generasi ke generasi. 

Kedua, sistem berbasis kebudayaan. Membincang budaya dalam balutan industri kreatif merupakan suatu ihwal penting. Menurut Edward B. Taylor kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Adanya citarasa kesenian sebagai salah satu komponen kebudayaan setidaknya akan memunculkan sebuah kreasi yang mempunyai nilai tambah pasar industri kreatif. Kebudayaan berbasis kearifan lokal yang tersimpan di sebuah pedesaan akan sangat indah jika dikemas dalam desa wisata. Sebab desa wisata merupakan salah satu strategi menuju pintu gerbang ASEAN Economic Community yang bertujuan untuk melindungi masyarakat kecil dan masyarakat pedesaan. Seluruh penduduk desa tentunya akan sengaja atau tidak sengaja dapat melestarikan budaya yang ada di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun