Rabu malam itu (16/8/2017), rasa nasionalisme seolah bertumbuh selepas shalat isya', saat kami bersama warga RT menggelar tasyakuran Hari Ulang Tahun (HUT) ke-72 Republik Indonesia di serambi mushallaSunan Kalijaga. Lokasinya berada di RT 03/RW 07 Dinoyo Kota Malang, Jawa Timur. RW itu terdiri atas empat Rukun Tetangga (RT), yang dihuni oleh sekitar 60-an Kepala Keluarga (KK).
Tasyakuran itu dikemas dalam acara "Bari[k]an", ritual peringatan Agustusan yang cukup popular di Jawa Timur. Tradisi ini disebut pula malam tirakatan,seperti di Yogyakarta dan Semarang. Galibnya, acara "bari[k]an" atau "tirakatan" diselenggarakan setiap tahun pada malam jelang 17 Agustus. Apapun namanya, esensinya adalah bersyukur. Dengan bersyukur, maka ada kesediaan saling berbagi, sekecil apapun yang dapat dibagikan. Berikut ini kisahnya.
Serunya Acara Barian di Serambi Mushalla
Sekitar pukul 19.00 Wib. Warga penghuni RT 01 hingga RT 04 itu mulai berdatangan sembari membawa makanan masing-masing. Begitu juga dengan kami. Mereka duduk melingkar di serambi mushalla Sunan Kalijaga. Aneka makanan itu, pada saatnya saling ditukarkan diantara mereka yang hadir dan dimakan bersama, tanpa pandang bulu siapa mereka.
Sementara itu, ibu-ibu RT di lingkungan RW 07, menampilkan kreasi seni musik Qasidah. Kelompok ibu-ibu ini pernah menjadi pemenang ke-2 festival qasidah tingkat kelurahan Dinoyo, Malang. Mereka unjuk diri dengan lagu-lagu religi, diiringi alat musik rebana, drumb, dan perangkat pendukungnya berpartisipasi memeriahkan acara.Â
Sekitar 45 menit kemudian, acara dimulai. Lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang. Bait-bait "Indonesia Tanah Airku, Tanah Tumpah Darahku" seakan ikut menghangatkan dinginnya malam bulan Agustus 2017. Lagu gubahan Wage Rudolf Soepratman itu kami nyanyikan bersam-sama hingga tuntas di serambi mushalla. Rasa kebangsaan berasa hidup. Merdeka!
Berikutnya giliran Pak RT dan Pak RW memberikan kata sambutan. Imam Ahmadi, selaku Ketua RT 03 dan ketua penyelenggara melaporkan aneka kegiatan Agustusan yang hendak dilombakan. Sementara Pak RW 07 menegaskan pentingnya keamanan dan kerukunan warga. Ia juga menyisakan satu pertanyaan, "benarkah kita ini sudah merdeka dari penjajahan...?". Untuk itu, Pak RW menekankan pentingnya kita mengisi kemerdekaan dengan kegiatan positip.
Giliran berikutnya ceramah refleksi tasyakuran memperingati HUT ke-72 RI oleh H.M. Zainuddin, yang juga warga RT 03. Dalam bagian ceramahnya, Zainudin menekankan pentingnya merawat cinta tanah air. Bahwa "Cinta tanah air itu bagian dari iman" (hubbul wathan, minal iman), tegasnya.
Ceramah itu berlangsung tak lebih sekitar sekitar 20 menit dan disempurnakan dengan do'a. Sejurus kemudian, warga yang hadir, termasuk kami, saling berbagi makanan dengan orang-orang yang ada di samping kanan kirinya. Ada nasitumpengdikelilingi telur puyuh berwarna merah putih. Pun nasi kotak, aneka macam kue, dan ragam penganan polo pendem. Uwi, makanan umbi-umbian ini, merupakan salah satu suguhan yang saya suka. Indahnya berbagi.
Ritual "Barian" dan Api Kecil Nasionalisme
Hemat saya, acara do'a bersama dan makan-makan sekadarnya di serambi mushalla berkemas acara "barian" itu, merupakan bagian dari perwujudan rasa syukur kepada Allah Swt, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena bangsa Indonesia telah mendapatkan kemerdekaannya pada 72 tahun yang lalu. Kini kita peringati. Kini kita tinggal mengisinya.