(By. Dasa Novi Gultom)
Begitu banyak komentar di media sosial mengenai kematian Wayan Mirna Solihin, korban pembunuhan menggunakan zat beracun Sianida. Banyak pula komentar tersebut yang merendahkan makna dari tragedi yang menimpa wanita tersebut.
Bahkan ada yang menulis, "Memangnya siapasih Mirna itu, sampai diekspos seperti itu". Tak sedikit menyatakan kematian Mirna tak pantas mendapat liputan yang dianggap mereka berlebih, bukan pahlawan, bukan pejabat, ataupun orang ternama.
Menurut saya, pembunuhan yang terjadi pada Wayan Mirna Solihin termasuk "Extra Ordinary" alias diluar kebiasaan dari tindak pembunuhan biasa.
Tindakan meracun Mirna dengan sianida, yang mengakibatkan perempuan tersebut kehilangan nyawa 6 Januari lalu, terjadi di ruang publik, lingkungan keramaian, di Olivier Cafe, West Mall Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Suatu bentuk penegasan dan pernyataan terbuka dari siapapun pelakunya. Tidak seperti umumnya, alih-alih membunuh tersebunyi, namun eksekusi tindakan dilakukan di muka umum.
Ketika pertama kali muncul, kasus ini menjadi viral di media sosial. Suatu aksi jenius dari tindak kriminal, yang berhasil ciptakan keresahan, bahkan ketakutan di kalangan netizen.
Menjadi atensi bagi penegak hukum, dalam kacamata bahwa pembunuhan itu terjadi di ibukota negara, di pusat keramaian, pusat perekonomian, dengan metode yang tidak awam yakni penggunaan racun sianida.
Pembunuhan atas Mirna begitu apik, terencana baik, buah kerja kejahatan dari individu atau bahkan mungkin kelompok yang cerdas.
Kejahatan dengan tingkat operasi cerdas bukanlah kejahatan biasa, namun adalah kejahatan "Extra Ordinary". Dalam tingkatan ini, bahkan polisi akan kesulitan mencari motif pembunuhan, tanpa motif maka tidak ada pihak yang dapat dituding bertanggungjawab.
Mirna tewas bukan karena belati apalagi senjata api, namun zat Sianida yang mengalir di pembuluh darahnya. Dalam banyak kasus pembunuhan menggunakan sianida dilakukan secara profesional, dengan sasaran orang penting, lawan politik, maupun musuh negara.