Pada saat sosialisasi Pengembangan Pariwisata Halal Labuan Bajo di Sylvi Resort Labuan Bajo, Selasa (30/4) yang lalu, Shana Fatina selaku Dirut Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo mengatakan bahwa, Pariwisata Labuan Bajo punya potensi untuk diterapkan wisata halal, guna untuk menjaring lebih banyak wisatawan muslim, sehingga nantinya dapat mendongkrak pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Sesekini pernyataan Shana Fatina ini menjadi bomerang tersendiri sehingga munculah penolakan dan tak sedikit pula yang mengecam keras rencana tersebut. Ada pun yang menolak wacana ini adalah DPRD Manggarai Barat, Tokoh masyarakat, Tokoh agama dan juga sejumlah elemen masyarakat lain, mereka beranggapan bahwa wisata halal ini akan menjadi diskursus buruk bagi pariwisata Labuan Bajo dan sangat tidak kontekstual dengan orientasi awal pariwisata labuan bajo yang mengusung nilai kebudayaan dan pariwisata yg terbentuk secara alamiah.
Ada beberapa hal juga yang menurut lenulis perlu ditinjau dan dikaji secara jelas. Sehingga alasan, motif dan sasarannya jelas bsgi masyarakat Labuan Bajo dan Manggarai Barat secara Makro.
Pertama Konsep wisata halal itu harus jelas, datangnya dari mana? Halal menurut perspektif siapa?
Saya berspekulasi bahwa, indikasi Halal itu datang dari perspektif Agama. Dan jika memang benar adanya, maka terminologi halal bagi wisata Labuan Bajo ini sudah kelewatan dan sangat melukai perasaan masyarakat yang berkeyakinan lain. Seolah-olah wisata kami disini haram, maka perlu dibuat halal.
Kedua, jika konsep halal itu terkait ajaran agama tertentu, maka tidak usah dipaksakan untuk di berlakukan diruang publik. Artinya halal itu konteksnya ritual privat agama atau pilihan moral yang tidak bisa dijadikan kebijakan imperatif diruang publik.
Ketiga, halal itu sangat berorientasi pada pragmatis ekonomis. Menjadikan halal ini ukuran bisnis pariwisata.
Keempat, penerapan wisata halal ini akan berbahaya untuk toleransi lokal. Karena wisata halal ini tendensius untuk melayani umat agama tertentu, sehingga bisa mengusik sensitivitas religius masyarakat lokal (mayoritas).
Kelima, permintaan wisata halal ini tidak begitu signifikan di Labuan Bajo, karena memang segmentasi pasar yang terbesar dari wisatawan Eropa, Australia, Russia, Amerika dan Asia.
Ada kekhawatiran penerapan pariwisata halal ini nantinya dapat mempengaruhi imej destinasi sehingga mempengaruhi kunjungan mereka.
Maka dari itu sudah semestinya wisata halal ini ditolak di Labuan Bajo, biarkan pariwisata Labuan Bajo tumbuh dan berkembang tanpa embel-embel agama dan tetap mempromosikan wisata budaya dan keaslian wisata alamiahnya.