Mohon tunggu...
Yazid Subakti
Yazid Subakti Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendengarkan, Sejenak Melepas Ego

6 Mei 2019   01:42 Diperbarui: 6 Mei 2019   04:03 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada suatu sesi workshop pasangan suami isteri, para isteri dipisah dari suaminya. Para ibu muda ini diberi selembar brosur produk rumah nyaman dan full kelengkapannya. Mereka dipersilakan menangkap pesan tentang pentingnya pindah rumah baru di brosur itu dengan belasan point alasan yang masuk akal.

Sementara di ruangan lain, para suami diberi ulasan tentang sejarah rumah lama yang penuh makna. Mereka diyakinkan pentingnya tetap tinggal di rumah lama itu demi penghematan, menjaga titipan leluhur, dan belasan point alasan lain yang sangat masuk akal.

Tibalah saatnya suami dan isteri dipertemukan di ruangan semula. Mereka diberi waktu 15 menit untuk bersepakat mengenai "Kita akan tinggal di mana".

Dapatkah Anda membayangkan suasananya?
Riuhlah, pasti. Pada intinya ada tiga tipe yang bisa kita amati. Tipe pertama dan paling banyak, orang yang maunya hanya berbicara saja, tanpa ingin mendengarkan. Si masnya terus ngobrolin rumah lama tanpa memberi kesempatan mbaknya bercerita tentang rumah baru.

Tipe kedua, mau berhenti berbicara sekedar memberi kesempatan pasangannya berbicara. Saat pasangan berbicara, ia mendengar dengan raut muka datar dan bahasa tubuh yang mengisyaratkan kurang tertarik. Dan tipe ketiga, mau mendengarkan pasangannya ngomong sampai tuntas. Ia menatap dengan antusias diselingi beberapa pertanyaan konfirmasi, meskipun akhirnya ia juga berbicara memberi tanggapan.

Kalau Anda bagaimana?
Saat di jam-jam tertentu isteri banyak bicara alias cerewet, Anda para suami menatapnya dengan antusias dan penuh empati, menimpalinya dengan kalimat pamungkas agar ia berhenti mengomel, atau pergi ngopi?

Dan Anda para isteri. Ketika suami bawel dan terus menggerutu, Anda hadir mendekat dan memasang telinga dengan seksama, atau menimpalinya dengan jurus kata skakmat, atau mending pura-pura masuk angin dan ngumpet di kamar?

Mendengar (hearing) itu beda dengan mendengarkan (Listening). Kalau telinga Anda menangkap suara petir dari kejauhan dan Anda tak pernah peduli petir itu menyambar apa saja atau kejadiannya di mana, itu berarti anda cuma mendengar. Kalau Anda hadir saat pasangan anda berbicara ini-itu sedangkan anda tidak berusaha memahami apa yang ia bicarakan, itu juga hanya mendengar.

Sedangkan mendengar-kan itu, kata Michael P Nichols, disertai dengan mengekang ingatan, hasrat, dan penilaian, agar sejenak dapat menghadirkan diri kita untuk orang lain. Makna terpenting dari mendengarkan adalah menghadirkan hati untuk sejenak melepaskan ego, agar kita terbiasa melatih empati kepada pasangan.

Jangan pernah menilai apa yang dibicarakan pasangan itu hanya sampah emosi, curhatan geje, bahkan nyinyiran yang menyakitkan. Anda justru berterima kasih karena dia telah mengajari Anda cara menyelami alam pikirn dan suasana hatinya.

Dengarkanlah sungguh-sungguh apa saja yang ia katakan. Bukankah Anda juga ingin selalu didengarkan oleh dia?

Yazid_S

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun