PAGI ini saya mendapat pelajaran yang sangat berharga. Dari seorang anak sekaligus teman. Usianya baru tiga tahun lima bulan. Tepat 31 Januari 2017 lalu dia berulang tahun. Tidak ada perayaan. Hanya ucapan selamat saja dari bapak dan ibunya. Selamat.
Pelajaran yang sangat berharga itu bermula saat saya hendak berangkat kerja. Ngibadah. Tugas kepala keluarga. Mencari kebutuhan ekonomi agar kompor dapur tetap mengepul.
Seperti biasa, anak saya yang satu ini (karena memang baru satu, dan belum ingin nambah, meski istri saya sudah ingin nambah), selalu ikut ibunya mbuntuti saya dikala hendak berangkat kerja. Hingga ke depan rumah, dekat pintu pagar. Sekedar salim, memberikan kiss untuk si kecil (kalau suribu sudah tadi di dalam rumah), dan uluk salam.
Padahal, jarak rumah utama dengan pintu pagar itu hampir satu kilo meter. Bahkan, terkadang juga mbuntutsampai kantor. Dia lari bersama ibunya, saya naik sepeda. Wkwkwkwk...
''Assalamualaikum...''
''Waalaikumsalam...'' jawab si kecil. ''Hati-hati bapak...'' tambah Qila, karena saya biasanya memanggil Qila. Nama lengkapnya Aqila Maulida.
''Oke bos...''
''Mboten... (tidak...)'' jawabnya. Fikir saya mungkin dia tidak dengar, maka kalimat itu saya ulang lagi.
''Oke bos...''
''Mboten bapak... Aqila...'' katanya menjawab jawaban gaul bapaknya. Saya yang mendengar jawabn mboten untuk yang kedua kali, pun plengah-plengeh.
Â