Mohon tunggu...
Azis Adjah
Azis Adjah Mohon Tunggu... -

sedang mencari jatidiri

Selanjutnya

Tutup

Catatan

HARUSKAH KENAKALAN REMAJA DIPIDANAKAN?

11 Oktober 2011   01:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:06 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat serta hak-hak yang sama dengan manusia lainnya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia. Tidak dibenarkan tindakan-tindakan diskriminatif serta tidak manusiawi yang dilakukan terhadap manusia serta tidak seorangpun boleh disiksa ataupun diperbudak secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina. Berbagai konvensi internasional dibuat untuk menjamin terpenuhinya hak-hak dasar manusia.

Anak adalah karunia tuhan yang diberikan kepada manusia. Anak merupakan generasi penerus suatu bangsa, kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh perkembangan anak di Negara tersebut, oleh sebab itu, anak harus diberikan perlindungan yang diperlukan sedemikian rupa, lingkungan yang penuh dengan cinta dan kebahagiaan yang dibutuhkan untuk perkembangannya secara utuh, sehingga ia dapat memikul tanggung jawabnya di dalam masyarakat.

Berbagai konvensi internasional telah diratifikasi serta berbagai peraturan perundang-undangan telah dibuat untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak. Segala bentuk kekerasan, penganiayaan serta perlakuan yang kejam terhadap anak tidak dibenarkan, karena itu akan menghambat perkembangan anak baik secara psikis maupun psikologis.

Anak Berhadapan Dengan Hukum

Anak adalah setiap manusia yang berumur dibawah delapan belas tahun, pada umur tersebut merupakan proses pematangan moral serta psikolis seorang anak, seringkali tindakan yang dilakukan anak bertentangan dengan perundang-undangan yang ada, namun demikian hal itu bukanlah seatu tundak criminal karena perbuatan atau tindakan tersebuh hanyalah suatu kenakan saja.

Perbuatan anak yang dapat membuatnya berhadapan dengan hukum dapat dikategorikan menjadi dua, pertama adalah tindakan yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak termasuk kejahatan seperti membolos sekolah, kedua adalah perbuatan yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dapat dikategosikan sebagai tindakan kriminal.

Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa anak merupakan manusia istimewa dan harus diperlakukan istimewa juga karena umurnya yang belum mencapai umur dewasa, anak yang berhadapan dengan hukum juga diperlakukan istimewa sebagaimana diatur dalam UU No 39/ 1999 tentang HAM dan UU No 23/ 2002 tentang Perlindungan Anak serta secara konkrit diwujudkan dalam UU No 3/1997 tentang Peradilan Anak. Sistem peradilan anak dilakukan tertutup dengan hakim tunggal. Hakim, jaksa, dan penasihat hukum tidak menggunakan pakaian dinas atau toga. Pidana yang dapat dijatuhkan bagi mereka paling lama separuh dari ancaman maksimal pidana penjara orang dewasa. Anak juga mendapatkan perlindungan pemberitaan atas identitas mereka.

Dalam perkembangannya, muncullah sistem hukum restoratif (restorative justice) yang diperkenalkan oleh Braithwaite pada tahun 1980an, Sistem restoratif merupakan suatu proses di mana semua pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu duduk bersama-sama untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana mengatasi akibat di masa yang akan datang (Tony F. Marshall, 1999). Pelaksanaan sistem restorative justice pada hakekatnya merupakan upaya pengalihan dari proses peradilan pidana menuju penyelesaian perkara secara musyawarah secara kekeluargaan guna mencapai mufakat.

Penyelesaian perkara pidana pada anak yang selesaikan dengan pendekatan Restorative justice dapat dilakukan dengan diskresi dan diversi. Diskresi adalah kewenangan kepolisian secara legal untuk meneruskan atau menghentikan suatu perkara. Sedangkan Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana. Tujuan memberlakukan diversi adalah menghindarkan proses penahanan terhadap anak dan pelabelan anak sebagai penjahat. Anak didorong untuk bertanggung jawab atas kesalahannya.

Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan oleh PBHI Yogyakarta menunjukkan bahwa pelaksanaan restorative justice pada anak yang berhadapan dengan hukum tidaklah selalu dilaksanakan. Masih banyak kenakalan remaja yang di selesaikan dengan proses hukum layaknya orang dewasa, sejak dari penyidikan hingga persidangan di pengadilan. Bahkan yang lebih ironis lagi ada indikasi dari aparat penegak hukum yang menghalang-halangi anak atas akses bantuan hukum serat masih banyak anak yang mengalami penyiksaan, pemukulan pada saat penyidikan, mereka ditahan selama menghadapi proses hukum sehingga tidak hanya kerugian fisik dan psikis yang mereka dapatkan namun mereka juga tidak bisa mengikuti pelajaran disekolahnya.

Segala bentuk kekerasan terhadap anak adalah pelanggaran hak asasi manusi sebagaimana telah diatur dalam konvensi internasional hak-hak anak Pasal 37 yang menyatakan bahwa tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran penganiayaan, atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan, selain itu tidak seorang anak pun dapat dirampas kebebasannya secara sewenang-wenang. Serta anak yang dirampas kebebasannya harus diperlakukan manusiawi dan menghormati martabat manusia yang melekat, dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak layaknya orang pada umurnya. Sedangkan anak yang berhadapan dengan hukum berhak atas akses bantuan hukum dengan segera serta bantuan lain yang dibutuhkan.

Tidak terlaksananya pendekatan restoratif justice dalam menyelesaikan perkara-perkara pidana yang dilakukan oleh anak desebabkan pertama minimnya pengetahuan aparat penegak hukum tentang system restorative justice meskipun system tersebut telah mendapatkan legislasi formal yang tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk kepentingan anak. Kedua kurangnya kesadaran masyarakat bahwa anak yang berhadapan dengan hukum harus diperlakukan berbeda dengan orang dewasa. Menciptakan lingkungan yang kondusif dan nyaman untuk tumbuh kembangnya seorang anak adalah tagging jawab bersama, bukan hanya menjadi tanggungjawab salah satu pihak saja. Wallahua’lambissawab.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun