Dunia selalu berisi dua kutub: utara-selatan, barat-timur, laki-perempuan, kaya-miskin dan lain-lain. Kondisi itu berlaku sebagai hukum alam. Jadi, kita harus memahaminya agar senantiasa berkemauan untuk belajar dan belajar. Dengan berkemauan untuk belajar, sedikit demi sedikit sisi negatif dapat dikurangi. Setidaknya diminimalisasi. Bukankah kita makhluk Tuhan yang berpikiran dan tidak sekadar makhluk berotak?
Menulis buku teks pun demikian. Di balik kelebihan ini, menulis buku teks pun mempunyai banyak kekurangan. Kita tidak boleh lengah dengan kelebihan-kelebihan buku teks itu. Kita harus mengetahui, memahami, dan belajar mengurangi dari kekurangan itu.
Menurut saya, menulis buku teks mempunyai empat kekurangan. Keempat kekurangan itu adalah dibatasi kurikulum, harus menguasai bahasa Indonesia baku, persaingan yang ketat, dan keterbatasan penerbit.
Dibatasi Kurikulum
Buku teks adalah buku pelajaran. Buku yang disediakan untuk sarana pembelajaran di sekolah. Artinya, buku teks disusun berdasarkan kurikulum sekolah. Jadi, buku teks harus disusun berdasarkan peraturan yang berlaku.
Saat ini, kurikulum yang berlaku adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP). Kurikulum ini memberi keleluasaan bagi guru untuk mengembangkan pembelajaran dengan memanfaatkan kondisi atau lingkungan sekitar tingkat satuan pendidikan. Jadi, guru diberi kekebasan untuk mengeksplorasi lingkungannya demi mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukannya.
Meskipun demikian, pemerintah sebagai regulator dan penanggung jawab pendidikan nasional memberi rambu-rambu kebebasan itu. Pemerintah melalui Mendiknas mengeluarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI). Semua pembelajaran harus dilakukan berdasarkan SI itu. SI itu berisi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD). Di sinilah keterbatasan kurikulum itu.
Buku teks ditulis dengan berdasarkan SI dan SKKD itu. Artinya, buku teks ditulis dengan berpedoman kriteria itu. Di luar itu, buku teks dilarang digunakan. Maka, tentu itu membatasi ruang gerak penulis umum. Maka, penulis buku teks pada umumnya adalah pendidik dan tenaga pendidikan. Mereka tentu lebih memahami kurikulum itu daripada masyarakat umum.
Penguasaan Bahasa Indonesia Baku
Buku teks harus disusun berdasarkan bahasa Indonesia baku. Artinya, buku teks ditulis dengan begitu rapi dan benar. Penulis buku teks harus menguasai bahasa Indonesia dengan sebaik-baiknya. Penulis buku teks harus memahami penggunaan faktor mekanik (ejaan dan tanda baca), kalimat efektif, dan pengaturan isi agar tercapai koherensi wacana. Dan itu memerlukan pembelajaran yang teramat rumit. Maka, wajar saja jika hanya penulis tertentu yang mampu menjadi penulis buku teks.
Itu teramat berbeda dengan buku umum (general books). Buku umum sering ditulis dengan penekanan hanya pada faktor isi atau substansi. Kita sering menemukan kesalahan-kesalahan kalimat yang diawali dari kesalahan tanda baca, ejaan, pilihan kata, kalimat efektif, dan inkonsistensi tulisan.
Persaingan Yang Ketat
Saat ini, pemerintah sudah menyediakan Buku Sekolah Elektronik (BSE). Pemerintah menyediakan BSE secara gratis. CD dan media dapat diunduh gratis. Maka, buku teks yang ditulis penerbit pun bersaing ketat dengan fasilitas itu.
Karena saya berusaha memberi warna baru itu, alhamdulillah, buku saya diterima pasar meskipun perlu bersaing ketat dengan BSE. Bahkan tahun pelajaran 2010, Buku Platinum Bahasa Indonesia SMP memecahkan rekor penjualan dengan sold out di pasaran. Alhamdulillah, puji syukur hanya kepada-Mu Tuhanku. Bagi saya, BSE perlu disikapi arif sehingga justru memunculkan kreativitas baru bagi penulisnya.
Keterbatasan Penerbit
Penerbit buku teks atau buku pelajaran memang terbatas. Penerbit buku teks memerlukan modal besar karena mencetak buku pelajaran memang memerlukan biaya besar. Jadi, ini berbeda dengan penerbit buku-buku umum. Rerata buku umum dicetak hanya berkisar 3000an. Namun, buku teks dapat dicetak di atas 10.000 buku. Buku teks harus tersedia setiap saat ketika dibutuhkan. Bukankah pembelian buku teks selalu berbentuk pembelian massal. Teramat berbeda dengan buku umum yang dijual secara eceran atau retail.
Karena jumlah penerbit terbatas, tentu penerbit hanya memilih penulis-penulis berspesialis buku teks. Dan penulis spesialis buku teks itu pun berjumlah terbatas. Rerata penulis buku teks berasal dari dunia pendidikan (guru, dosen, tenaga pendidikan). Di luar itu, penerbit masih menyangsikan keilmuan. Tentu itu wajar-wajar saja. Buku teks memang hanya ditulis untuk dunia pendidikan (baca: sekolah).
Begitulah rekan-rekan sahabat kompasianer yang baik hati. Sekelumit kisah perjalanan saya ketika menjadi penulis buku teks. Jika Anda memang ingin menjadi penulis buku teks, silakan mulai belajar sejak sekarang.
Selamat pagi dan selamat beraktivitas. Semoga kesuksesan teraih hari ini. Amin. Terima kasih.