Mohon tunggu...
Muhamad JulioMoreno
Muhamad JulioMoreno Mohon Tunggu... Penulis - °~aesthetic is my mid-name

IG : @jiomoreno

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lembaran Baru

19 September 2019   08:14 Diperbarui: 19 September 2019   08:38 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Julio, fanboy akut yang hanya bermodalkan kuota. Ya, itu aku sendiri. Sudah tidak asing jika orang di sekitarku mendengar namaku. Lampu pijar menyala di atas kepala mereka saat mendengar namaku. Mereka berkata bahwa akulah si penggemar korea dan si penari. Ya, kalau diingat-ingat sudah 9 tahun lamanya aku menyukai korea yang berawal dari drama korea yang tentu kebanyakan orang mengetahuinya, apalagi kalau bukan 'Boys Before Flower'.

Sejak saat itu, aku mulai menggali lebih dalam tentang korea hingga aku mengenali musiknya. Super Junior dan SNSD, mereka yang membuatku lebih tertarik lagi terhadap K-Pop. Bahkan aku hampir mengetahui semua penyanyi di negeri kimchi itu dan aku buka tipikal fans yang hanya menyukai satu grup. Aku menyukai semuanya, kuapresiasi semua karya mereka, walau diri ini tidak pernah membeli satu pun album mereka.

Mungkin beberapa dari kalian timbul sebuah pertanyaan bahwasanya tidak malukah diriku ini menyukai korea? Oke, ini merupakan pertanyaan yang sering dilontarkan terhadap seseorang sepertiku. Namun, apa jawabanku?

Kini aku telah menginjak usia 17 tahun, sudah ber-KTP, sudah resmi menjadi warga negara, namun diri ini merasa tidak pernah berguna bagi tanah air, bahkan terhadap Tuhan sekalipun. Jujur saja, walau kuditempatkan di sekolah islam, tidak menunjang bahwasanya aku akan menjadi anak yang sholeh. Tapi, bukan berarti aku ini anak nakal, hanya saja kurangnya moralitas.

Mengapa bisa demikian? Lalu untuk apa aku hidup bila kepentingan akhirat tidak diurus?

4 Januari 2019, waktu dimana Tuhan memancarkan cahaya hidayahnya kepadaku. Waktu dimana aku mencoret statusku  sebagai fanboy. Waktu dimana kitab yang telah terselimuti debu kini kubuka. Waktu dimana raga ini ringan untuk bersujud di kediaman Tuhan.

Tidak pernah terbayangkan seseorang yang fanatik, kini bisa lepas dari semua hal yang menjadi bagian dari hidupnya. Saudara dan kerabat pun sontak heran dan bertanya, apa yang membuatku dapat lepas dari korea? Sebenarnya mendapat pertanyaan seperti itu membuatku jadi canggung terhadap mereka. Aku takut mereka menjauhiku, menindasku, serta mencomoohkanku. Nyatanya mereka mendukungku dan mereka pun termotivasi untuk hijrah.

Ada suatu ketika dimana kakakku baru pulang dari rumah kakekku di Bandung. Sesampainya di rumah, dia melihatku sedang terdiam. Tidak banyak bicara seperti biasanya. "Ada apa?" pikirnya. Setelah dia bertanya kepadaku, betapa terkejutnya dia kalau aku sudah hijrah dari korea. Sejak saat itu keadaan terasa canggung karena kita berdebat. Hatiku seketika berbisik, "bisakah hamba ini memilih jalan sendiri? Bisakah hamba membuka lembaran baru?"

Pengalamanku ini tentunya tidak menjadi buah bibir di lingkungan sekolah maupun dunia digital, karena bukan hanya aku saja yang telah berhenti dari dunia kpop. Entah mengapa, hatiku terasa nyaman saja ketika lepas dari dunia itu, padahal aku telah menjadi fanboy selama 9 tahun. Mungkin ini takdir yang baik bagiku dari Tuhan. Tapi, masih ada saja bisikan dan godaan yang mengajak diri ini untuk kembali ke dunia yang telah kutinggalkan itu. Bahkan ada saja teman-temanku yang masih bertanya info terkini tentang kpop kepadaku. Apa mungkin mereka lupa kalau aku sudah berhenti dari hal itu?

Hijrah itu proses. Tidak ada sesuatu yang instan di dunia ini, kecuali atas kehendak Tuhan. Pernahkah kalian sempat berpikir, "Alah, hijrah dari korea tapi masih nonton serial barat. Dengerin lagu barat biasa aja tuh." Sungguh, kalian tidak akan tahu seberapa sulitnya proses berhijrah ini. Rintangan datang pasca hijrah, bukan pra hijrah. Tentu, dimana ketika kalian berusaha tutup telinga ketika mendengar lagunya, berusaha mengakukan badan agar tidak menari, berusaha tidak men-stalk akun pribadinya.

Hargailah setiap usaha orang lain untuk menjadi lebih baik, bukannya malah menajamkan lidah. Kini kuanggap setiap hal yang aku sering lakukan adalah hobi. Hobi itu dapat berubah karena suatu saat akan bosan, seperti halnya ini, gemar kpop. Mungkin selanjutnya aku pun akan bosan terhadap barat dan yang lainnya.
Talk less, do more.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun