Mohon tunggu...
Iryan Ali
Iryan Ali Mohon Tunggu... -

Lahir dan besar di Karawang. Saat ini tinggal di Jakarta. B: www.iryanah.com F: Iryan Ah T: @iryanah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nonton Film Porno di Ruang Publik

10 April 2011   12:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:57 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa bilang sekarang ini kondisi perpustakaan memilukan-sepi dan tak terawat? Kalau dahulu mungkin iya, tapi saat ini jauh berbeda. Perpustakaan mengalami perkembangan pesat. Terutama, itu dibarengi dengan perkembangan penerbitan buku dan teknologi informasi. Dari segi penerbitan, jumlah buku semakin banyak dan beragam. Lalu, perkembangan teknologi sangat membantu manajemen perpustakaan dalam digitalisasi, penyediaan layanan internet, pengaturan buku, dll. Dengan demikian, perpustakaan pun mulai banyak dikunjungi masyarakat, meskipun hal itu tidak menunjukkan minat membaca yang tinggi. Hal itu diungkapkan oleh salah seorang petugas pelayanan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Jakarta bagian microfilm.

Seorang lelaki, berpakaian kemeja lengan panjang yang dilinting setengah lengannya, menenteng tas selempang, datang terburu-buru masuk membuka pintu Perpusnas bagian microfilm. Sehabis membuka pintu besi itu, ia langsung mengampiri jejeran komputer layanan internet. Ketika itu, kami, saya dan seorang teman, langsung memberitahunya bahwa perpustakaan sudah tutup. Tak langsung dijawab, ia melihat jam dinding. "Tutup jam 3 Mas," ujarnya. Saya dan teman itu pun melirik jam dinding. Memang, jarum jam masih menunjukkan pukul 14.35, masih ada sisa sekitar 25 menit sebelum tutup. Tapi, tiba-tiba saya langsung menjawab, "Sudah beres-beres Pak." Entah, saya sudah merasa otomatis menjawab begitu. Mungkin, ini suatu perasaan tidak suka pada orang itu, yang sebelumnya sudah diceritakan petugas pelayanan bagian microfilm tentang orang yang saya hadapi itu.

Orang itu, kata ibu petugas, rajin setiap haris ke Perpusnas. Pukul 09.00 sudah ada di ruang microfilm, sampai tutup pukul 16.00. Ibu petugas Perpusnas itu pun heran, kerja apa orang itu, bagaimana dengan nafkah anak-istrinya. Itu hanya andai-andai petugas perpustakaan. Mungkin berlebihan, tapi sekaligus menunjukkan ketidaksenanganya pada orang itu. Sebabnya, orang itu tidak bosan setiap hari (kecuali Minggu karena tutup) datang ke Perpusnas bagian microfilm. Barangkali bisa dimafhumi apabila kedatangannya itu punya niat "untuk belajar". Tapi, kata petugas Perpusnas itu, orang itu setiap hari datang bukan "untuk belajar", melainkan hanya untuk memanfaatkan fasilitas internet gratis. Terlebih, katanya, yang dibuka hanya halaman facebook dan situs porno.

Kebiasaan orang itu sudah menjadi bahan pembicaraan antarpetugas pelayanan di Perpusnas. Tapi, mereka tak berani menegur, hanya mengawasinya setiap hari. Itu juga dibenarkan oleh teman saya yang sudah tiga minggu ini rutin ke Perpusnas bagian microfilm untuk mengumpulkan informasi dari kliping koran Perniagaan sebagai bahan skripsinya di Jurusan Sejarah FIB UGM. "Gila tuh orang," katanya.

Saya, yang baru tiga hari rajin ke Perpusnas, merasa geli mengetahui ada kebiasaan orang yang senang memanfaatkan fasilitas internet Perpusnas untuk buka facebook dan film porno. Mungkin, ini tidak hanya kebiasaan orang itu saja. Di kalangan mahasiswa rutin terjadi kalau di perpustakaan kampus sering ramai dimanfaatkan untuk buka facebook, twitter, email, download film/lagu, dan mengumpulkan bahan mengerjakan tugas kuliah. Fasilitas internet itu benar-benar dimanfaatkan, entah untuk kepentingan hobi, main-main, atau tugas belajar. Semua dipakai berbarengan, sehingga memang tidak bisa disebut mana yang seharusnya dan mana yang tidak seharusnya. Sebab, entah untuk jejaring sosial, untuk membuka laman google, atau lirik lagu merupakan kebutuhan semua orang.

Akan tetapi, selama di kampus, saya belum pernah menemukan orang yang menggunakan fasilitas komputer internet umum itu untuk buka film porno. Kalaupun ada, tapi tidak di fasilitas komputer internet umum. Ketika tahu cerita kebiasaan orang yang sering datang ke Perpusnas itu menjadi lucu dan memang ada-ada saja. Saya tidak bisa menyebut tindakannya itu buruk. Barangkali di antara kita juga senang buka film porno. Tapi, tentu tidak di fasilitas umum.

Orang itu (pengunjung Perpusnas yang suka buka film porno) mengingatkan saya pada anggota DPR dari fraksi PKS. Menonton film porno saat sidang paripurna para pemimpin DPR. Tentu, kader PKS itu tak bisa divonis sangat bersalah. Kita tidak punya hak untuk menghakiminya. Lagipula, bukankah sangat manusiawi apabila orang senang menonton film porno? Hal yang manusiawi itu kadang memang sulit diatur, meskipun sangat mungkin. Tapi, lagi-lagi, perasaan publik merasa terlukai, apabila orang menonton film porno itu di tempat pelayanan umum, dalam hal ini di ruang DPR oleh anggota wakil rakyat. Berita ini pun semakin ramai tatkala anggota DPR itu dari kader partai yang mengusung Islamisme di Indonesia. Lucu, ironis, miris, sebal, jijik dan entah perasaan apa lagi uagn bisa diungkapkan atas anggota DPR macam itu. Tapi, sekali lagi, kita jangan menghakimi kebiasaan menonton film porno yang manusiawi itu. Biarkan. Tapi, yang perlu dihakimi itu ialah orang yang biasa menonton film porno di ruang publik, sebagaimana pengunjung Perpusnas dan anggota DPR itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun