Mohon tunggu...
syaiful al khairy
syaiful al khairy Mohon Tunggu... -

istiqomah

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Rumah Panggung Peradaban Bangsa

19 Januari 2017   12:33 Diperbarui: 7 April 2017   11:30 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Manusia senantiasa berubah, ingin terus merubah kehidupannya menjadi lebih mudah dan megah. Kemauan ini sering menghasilkan inovasi yang direncanakan untuk mempermudah kehidupannya, namun karena berbagai faktor, diantaranya niat materialis (Gold dan Glory, Harta dan Kuasa) dari kelompok tertentu dan keberhasilan mereka menjadikan inovasi inovasi tersebut malah mempersulit kehidupan manusia.

Nyata kita lihat dimana sumber inovasi yaitu institusi pendidikan yang bertambah jumlahnya dan terus terusan menghasilkan kaum terpelajar namun tidak berdaya menghadapi situasi pelik ini. Jumlah kaum terpelajar dan inovasinya dengan kerusakan bumi berbanding lurus. Hutan yang gundul semisal karena pembukaan tambang semen, sungai yang tercemar, kota yang banjir, bencana longsor, polusi udara, polusi suara , menumpuknya sampah perkotaan, tercemarnya lautan akibat sampah plastik, kemacetan di sekitar instiusi pendidikan dan banyak lagi yang bisa saja membuat muntah kalau ditulis satu persatu.

Pesona inovasi tertentu yang tidak membumi ini mendapat respon dari ketidaktaktahuan akan kearifan adat dan nafsu materialis, yang senantiasa ingin hidup bermegah megahan serta instan. Semisal rumah adat yang sepi peminat dan terlalu mahalnya bahan baku. Jika diprediksi diawal masa, kemunduran ini Rumah adat dianggap kuno, sehingga sebagian keluarga Indonesia memilih membangun rumah modern (baca: tak beradat) di perkotaan secara umum termasuk di Kota Medan . Ini adalah simbol nyata situasi pelik ini. Rumah rumah yang tak beradat yang tidak membumi ini sudah jelas membuat alam tereksploitasi secara serakah. Penambahan populasi sering dijadikan biang kerok, namun ini hanya pembenaran bukan kebenaaraan. Pembukaan tambang mineral besar besaran untuk ketersediaan bahan baku dan iklan terus menerus, ditambah kebijakan penguasa  mengakibatkan banyak hal, diantaranya meningkatnya laju kerusakan hutan, rusaknya mata air dan sungai, hujan berasam dan bergaram dll . Periode berikutnya timbulnya kesulitan bagi yang ingin membuat rumah adat misalnya yang berkayu karena minimnya kayu, hingga pilihan yang sesuai kemampuan adalah rumah modern (baca: tak beradat), Rumah tak beradat ini serakah menggunakan bahan mineral sebagai bahan utama yang membuat permintaan mineral semisal semen , besi, paku batu, pasir dll meningkat. Permintaan terus menerus ini membuat alam semakin tereksploitasi dan bumi bertambah. Kita masuk ke jebakan betmen “lingkaran setan” rumah modern yang lebih mudah dibuat namun kita menjadi maklum kalau alam harus terus menerus dieksploitasi dengan berbagai resiko termasuk hilangnya air dan oksigen.

Rumah–rumah tak beradat yang beratap seng atau beton dll “memaksa” keluarga Indonesia untuk menambah kipas angin atau ac, rumah ini juga tidak tahan gempa hingga memaksa untuk membangun kembali ketika rusak karena gempa , membuat hilangnya ruang penyerapaan air, hingga menimbulkan paksaan “inovasi” tertentu untuk mempermudah namun malah mempersulit.  Harus bekerja lebih keras yang tujuannya untuk membeli dan membayar biaya perawatan sesuatu yang bisa mempermudah segaligus memegahkan kehidupannya.

Rumah panggung adalah salah satu contoh rumah beradat yang jadi simbol betapa peradaban bangsa ini tinggi dan membumi. Lantai bawah tempat ruang terbuka hijau dan tempat memelihara ternak yang bisa dipotong dan disajikan pada tamu keluarga. Atap ijuk atau rumbia yang membuat kesejukan penghuni rumah karena cahaya matahari diserap, jendela jendela lebar yang membuat udara segar, dinding kayu atau tepas yang mempesona.Lantai yang bersela dari papan papan membuat udara segar dari bawah, Jumlah tiang tiang yang penuh nilai dan makna, ukiran ukiran yang memeperlambangkan sesuatu demi terjaganya transfer nilai-nilai antargenerasi. Adanya guci-guci air tampungan hujan di depan rumah untuk mencuci kaki sehingga rumah bebas debu, perkararangan yang ditanami pohon buah, tanaman obat dan sayur mayur. Halaman belakang yang ditanami pohon pisang, daunnya mengalahkan teknologi plasik non bpa, Rumah adat tentu saja harus mengadopsi teknologi yang membumi semisal untuk kelistrikan setidaknya untuk lampu belajar, cas handphone dan laptop. Listrik ruang publik yang memanfaatkan energi matahari. Teknologi sumur resapan, pengolahan sampah dll.

 

DI indonesia sendiri inovasi dan kebijakan yang tidak membumi ini dikarenakan berbagai faktor diantaranya akibat kurangnya pengaruh ideologi Pancasila dalam proses berilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan yang harusnya membuat kaum pelajar manusia Indonesia, keluarga Indonesia dan Indonesia semakin dekat dengan Ketuhanan, Kemanusian yang adil dan beradab, persatuan, permusyawaratan perwakilan dan keadilan malahan, bergerak menjauhinya. Rusaknya bumi Indonesia sebagai bukti nyata betapa Indonesia negara Pancasila yang “Tidak Pancasilais”. Bukankah penguasa, pengusaha dll adalah dari kaum terpelajar.

Saatnya kaum terpelajar di institusi pendidikan berbenah. Menghasilkan kaum terpelajar yang kelak jadi penguasa yang Pancasilais, pengusaha yang Pancasilais. Kelak pembukaan pertambangan bukan hanya untuk kepentingan profit semata. Sehingga sumber bahan baku kayu dll terjaga. Kebijakan kebijakan penguasa pun bukan semata semu keadilan dan alat kampanye belaka. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun