Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Demi Membela (Kesalahan) Pejabat, Garuda Berbohong kepada Penumpang

14 Juni 2013   19:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:01 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1371211367347394372

”Kepada penumpang Garuda yth., Kami mohon maaf atas keterlambatan ini karena murni alasan technical reason.”

Itulah suara di loudspeaker di ruang tunggu untuk boarding di Bandar Soekarno-Hatta.

Suatu hari di bulan Januari 1998 saya akan berangkat ke Banda Aceh via Medan pada penerbangan pertama di pagi hari.

Sudah 30 menit lewat dari waktu boarding belum ada gelagat memanggil penumpang naik ke kapal terbang.

Ketika petugas di meja informasi di ruang tunggu boarding ditanya, jawabannya adalah: technical reason.

Waktu sudah molor lebih dari satu jam. Ketika ditanya jawaban yang muncul dari petugas tetap saja sama, yaitu: technical reason!

Sudah 60 menit dari rencana boarding. Tiba-tiba di pintu muncul beberapa orang dengan pakaian safari hitam-hitam. Di belakang mereka ada Meneg Urusan Pangan, Ibrahim Hasan.

Petugas memandu Pak Menteri masuk ke kabin. Sedikit pun tidak ada rasa penyesalan di wajah petugas-petugas di meja informasi ketika mereka melangkah menyambut Pak Menteri sambil membungkuk-bungkukkan badan.

Sementara penumpang hanya mengurut dada menahan gondok. Yang paling tidak masuk akal saya adalah malam sebelumnya saya bersalaman dengan menteri tadi karena saya menerima hadiah lomba tulis yang diselenggarakan kementerian negara Pak Menteri tadi.

Biar pun Garuda sebagai flag carrier, tapi tidak pada tempatnya membohongi penumpang yang terpaksa menahan emosi karena jawaban dari petugas di meja informasi tidak masuk akal.

Di waktu lain saya terbang dengan Garuda dari Makassar, waktu itu disebut Ujung Pandang, Sulsel, ke Manado, Sulut, tahun 1989.

Setelah mendarat di Bandara Sam Ratulangi gorden antara kelas eksekutif dan kelas ekonomi ditutup. Itu untuk memberikan kesempatan kepada penumpang kelas eksekutif turun lebih dahulu.

Tapi, lebih seperempat jam gorden belum dibuka.

Ada apa?

Astaga, rupanya Menteri Tenaga Kerja Kabinet Pembangunan V, Cosmas Batubara, ada di penerbangan itu. Dan, di bawah ada karpet merah dan upacara penyambutan.

Celakanya, awakGaruda sama sekali tidak memberi tahu penumpang mengapa harus menunggu ketika hendak turun. Pintu belakang pun tidak dibuka.

Kalau Garuda adil dan menghargai penumpang tentulah pintu belakang dibuka. Biarlah Pak Menteri mengikuti penyambutan protokoler, tapi penumpang lain tidak dirugikan hanya untuk menunggu acara seremonial itu.

Ya, itu di era rezim Orba. Boleh-boleh sajalah karena kekuasaan mutlak yang tidak bisa diganggu-gugat.

Tapi, di era reformasi pun hal itu terjadi. Waktu boarding sudah molor satu jam dari rencana yang tercatat di boarding pass. Waktu itu saya akan terbang ke Yogyakarta.

Penumpang tidak lagi bertanya setelah petugas di meja informasi mengatakan penerbangan diundur karena alasan teknis.

Setelah lewat satu jam dari waktu boarding, di pintu muncul (alm) Gus Dur.

Ya, lagi-lagi hanya bisa mengurut dada. Waktu itu Gus Dur tidak lagi menjabat sebagai presiden (2002).

Dari tiga kasus itu menunjukkan Garuda sebagai penerbangan yang tidak pro penumpang, tapi lebih mengutamakan pejabat yang justru melawan aturan yang sudah ditentukan.

Selain itu tidak ada pula pengumuman berupa panggilan kepada penumpang, dalam hal itu pejabat tadi. Mungkin, ajudan pejabat itu sudah melakukan check-in sehingga nama mereka sudah tercantum dalam manifes penerbangan.

Petugas di counter check-in pun memberikan informasi ke petugas di meja informasi sehingga mereka mengetahui siapa pejabat yang akan terlambat datang.

Pertanyaannya adalah: Apakah ajudan pejabat yang check-in tadi memberitahu petugas di counter check-in bahwa Sang Pejabat akan terlambat datang?

Jika jawabannya YA, maka Garuda berada di bawah kekuasaan (ajudan) pejabat tadi.

Yang tidak masuk akal adalah petugas yang melakukan kebohonan publik sama sekali merasa tidak bersalah sehingga mereka tidak pernah menyampaikan permintaan maaf.***[Syaiful W. Harahap]***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun