Mohon tunggu...
Indira Revi
Indira Revi Mohon Tunggu... -

Simple Life...Simple Thought...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Naik Taksi, Bukan Sekedar Konvensional atau Online

17 Maret 2016   11:26 Diperbarui: 17 Maret 2016   11:59 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bus Bandara, konvensional nyaman dan murah tarifnya dokpri"][/caption]

Saat berada di Jakarta, alternatif bepergian menuju bandara selain naik taksi  adalah naik bus Damri. Layanan naik bus Damri ke bandara masih konvensional, penumpang tinggal datang ke Pool (terminal) bus Damri yang sudah ditentukan. Ongkos / tiket pembayarannya pun dapat dibeli di loket yang sudah tersedia. Jika penumpang belum membeli karcis di loket, penumpang dapat langsung naik ke bus, nanti kondektur  yang akan memungutnya di atas bus, harganya terjangkau cuma Rp. 40.000. Dalam menaiki bus Damri ke bandara, belum ada jasa layanan modern (online) dalam pelayanannya, namun mobilnya bagus ber AC dan ada cctv.

Saat masyarakat ramai-ramai meributkan jasa layanan konvensional atau online, menurut ku masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Bahkan sopir taksipun diperalat untuk berdemo! Menurut ku, biarkan keduanya tumbuh berkembang bersaing secara sehat dan fair sesuai perkembangan teknologi kekinian, Pemerintah cukup membuat regulasinya saja. Masyarakat yang menentukan mau pilih yang konvensional atau online.

Aku punya pengalaman kurang mengenakan ketika naik taxi, padahal aku naik taksi resmi dari Bandara. Saat penumpang pesawat berjalan kearah (gate) pintu keluar kedatangan bandara kita akan menemukan puluhan merek taksi yang berbaris di tepi jalan. Penumpang bebas memilihnya sesuai selera warna taksi, mau putih, kuning, hitam, merah, biru, semua ada. Penumpang yang akan memesan taksi tinggal menunggu giliran sesuai nomor antrian taksi. Sesudah menaiki taksi, biasanya sopir taksi menanyakan tujuan dan pilihan arah yang mau dilewati. 

Nah, sesaat setelah berada ditengah kota Jakarta aku sempat diajak berputar-putar oleh sopir taksi. Waktu ku tegur, sopirnya bilang gak tahu jalan. Jiah, Kurang ajar. Sopir gak tahu nih, kalau penumpangnya jago taekwondo!

Tadinya sopir taksi ini mau ku laporkan ke nomor kontak yang tercantum di struk taksi. Identitas pengemudi dan no pintu taksi sempat ku foto menggunakan kamera HP. Dalam kartu layanan / service card yang diberikan oleh Angkasa Pura, terdapat himbauan agar memberi saran atau keluhan apabila penumpang mengalami hal-hal seperti: sopir tidak sopan, pemerasan, berputar-putar, diturunkan dijalan, tarif borongan, barang tertinggal dan argo kuda.

Namun niat ini ku urungkan saat aku sempat mengobrol dan berdialog dengan sang sopir taksi. Pak XX yang menjadi sopir taksi tersebut ternyata baru 5 (lima) bulan bekerja menjadi sopir taksi. Datang dari daerah mengadu nasib untuk mencari nafkah demi menghidupi keluarga. Dia bercerita memang benar-benar tidak tahu arah jalan yang kumaksud. Saat sampai di tempat tujuan, sopir tersebut dengan rasa bersalah dan wajah memelas meminta maaf kepada ku (untung nggak mencium tangan gw yang mulus wkwkwk...) 

Rasa iba ku muncul. Ahh tak tega aku memarahinya, alih-alih aku malah memberinya tips tambahan ceban alias sepuluh ribu. Padahal, sopir taksi yang nakal biasanya punya modus bilang gak ada kembalian kalau kita tidak memberi / membayar uang pas. Aku hanya berfikir, sopir taksi hanyalah orang kecil yang menjadi korban kapitalis (pemodal), sopir pontang-panting bekerja siang malam mengejar setoran untuk keuntungan perusahaan. Sedangkan apa yang diperoleh sopir taksi hanya cukup untuk makan sehari-hari.

Catatan ku, seharusnya perusahaan armada taksi dalam melakukan rekruitmen penerimaan sopir harus selektif, pegawai harus ditraining terlebih dahulu. Bahkan jika perlu mobil dilengkapi pendeteksi rute bila ada sopir taksi yang nakal. Jika tidak, konsumen akan dirugikan!

Bagi ku, naik taksi bukan masalah konvensional atau online, namun pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa harus memberikan kenyamanan bagi penumpangnya. Pilihan ada ditangan konsumen jadi biarkan saja konvensional atau online berjalan seiring. Siapa yang memberikan layanan terbaik, tentu itu yang akan dipilih konsumen!

Sekilas curhat ngalor-ngidul. Yuk ah pamit dulu!

Cikini, 17 Maret 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun