Mohon tunggu...
Politik

Nasib Pelaut Perikanan Indonesia di Luar Negeri Sangat Menyedihkan

30 September 2015   13:52 Diperbarui: 30 September 2015   14:15 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para awak kapal atau pelaut perikanan asal Indonesia yang bekerja di kapal-kapal ikan asing di luar negeri, nasibnya sangat menyedihkan dibanding para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang juga bekerja di luar negeri.  Para awak kapal Indonesia yang bekerja di kapal-kapal ikan asing pada umumnya benar-benar sudah tidak dimanusiakan lagi oleh para pengusaha atau pemilik kapal-kapal ikan asing. Para warga negara Indonesia (WNI) itu harus bekerja keras tanpa henti, jika tidak ingin memeroleh perlakuan kasar.

Hal itu dibeberkan Plt Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Ditjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri RI Dr Lalu Muhamad Iqbal ketika menjadi pembicara pada kegiatan round table discussion (RTD) yang diselenggarakan Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (IK2MI) di Hotel Golden Boutique, Kemayoran, Jakarta, Pusat, Selasa (22/9/2015). RTD yang bertema “Perlindungan Bagi Pelaut Perikanan, Baik di Dalam Maupun Luar Negeri” dibuka oleh Ketua IK2MI Laksamana Madya TNI (Purn) Y Didik Heru Purnomo.

Kegiatan RTD itu juga dihadiri Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Laksamana Madya TNI DA Mamahit. Selain menjelaskan tentang Bakamla RI, laksamana bintang tiga itu ketika menanggapi pertanyaan peserta RTD mengatakan bahwa kita harus benar-benar membenahi  aparat keamanan di laut di seluruh Indonesia. Dengan demikian diharapkan instansi-instansi keamanan di laut akan bekerja dengan baik. “Kalau ada tindakan-tindakan tercela yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat keamanan di laut, laporkan ke Bakamla untuk  diambil tindakan. Bakamla hadir untuk melindungi dan mengamankan laut,” katanya.

Dr Lalu Muhamad Iqbal menegaskan untuk mengatasi persoalan yang dialami para awak kapal Indonesia di luar negeri; maka perlu ada regulasi  terkait undang-undang, peraturan, dan kebijakan terhadap awak kapal WNI itu. Dengan adanya regulasi yang mengatur dengan jelas terkait para awak kapal Indonesia, diharapkan mereka akan terlindungi. Selain regulasi, para stakeholder yang berhubungan dengan awak kapal WNI juga harus ada koordinasi; sehingga para WNI itu tidak akan diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak asing.

Ketua IK2MI ketika membuka RTD itu mengatakan negara kita sangatlah luas. Demikian pula dengan lautannya. Untuk itu, para pelaut perikanan yang merupakan awak kapal WNI harus kita lindungi dan wadahi. Apalagi,  di Indonesia sejak akhir tahun lalu telah lahir Bakamla RI yang diharapkan mampu melindungi, mengayomi, dan menjadi sahabat para awak kapal WNI dimanapun mereka berada.

Pemerintah pun secara tegas telah memproklamirkan untuk kembali menengok ke laut. Artinya, budaya laut Indonesia harus mulai dibangun kembali agar Indonesia benar-benar menjadi negara maritim. Diakui Didik, bahwa untuk menjadi negara maritim perlu dibangun budaya maritim.  “Untuk membangun budaya maritim, memang tidak bisa dilakukan secara cepat. Kerajaan Inggris saja memerlukan waktu tiga abad untuk membangun budaya maritim,” kata purnawirawan laksamana bintang tiga yang pernah menjabat sebagai Wakasal, Kasum TNI, dan Kalakhar Bakorkamla itu.  Meski demikian ia optimis jika seluruh komponen Bangsa Indonesia bergandeng tangan untuk bekerja keras, maka budaya maritim dan negara maritim Indonesia akan terwujud.


Ketua Kesatuan Pelaut Perikanan Indonesia (KP2I) Soelistiyanto mengungkapkan permasalahan awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di kapal-kapal ikan asing di luar negeri. Hal itu disebabkan belum banyak tersedianya peluang kerja di dalam negeri yang memberikan gaji dan tunjangan yang layak bagi awak kapal perikanan. “Kesempatan kerja yang ditawarkan dengan standard gaji lebih besar mendorong banyak calon awak kapal perikanan menerima tawaran di luar negeri, meski belum memiliki dasar keahlian maupun keterampilan,” katanya.

Dikatakan Soelistiyanto, spesifikasi dan karakteristik tempat dan kondisi kerja di atas kapal perikanan sangat berbeda dengan kapal-kapal umum. Pendidikan serta strata ekonomi yang rendah menjadi tidak banyak pilihan dalam mendapatkan pekerjaan. Selain itu, informasi terkait awak kapal perikanan terbatas akan menempatkan awak kapal perikanan mendominasi masalah pelaut yang bekerja di luar negeri. Untuk itu, ia menyatakan bahwa sertipikat keahlian dan keterampilan yang sesuai standard kerja awak kapal perikanan menjadi keharusan bagi calon awak kapal perikanan Indonesia.

“Perlindungan bagi awak kapal perikanan yang diberikan tidak hanya pada keselamatan fisik, akan tetapi juga upah, gaji, tunjangan, dan kesejahteraan lain termasuk asuransi. Kementerian Kelautan dan Perikanan harus dapat membantu mengevaluasi sistem upah, gaji, tunjangan, dan kesejahteraan lain termasuk asuransi,” tegas Soelistiyanto.

Deputi Bidang  Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Agusdin Subiantoro yang diwakili Direktur Penyiapan dan Pembekalan Pemberangkatan R Wisantoro mengemukakan proses penempatan TKI sangat berbeda dengan penempatan pelaut. Demikian pula penempatan pelaut yang bekerja di kapal perikanan berbeda dengan pelaut yang bekerja di kapal niaga (kapal kargo, cruise, tanker, dan offshore). Perbedaan ini meliputi berbagai aspek, seperti fungsi kapal, wilayah pelayaran, muatan, jam kerja, gaji, sifat pekerjaan, dan pemimpin di atas kapal maupun keahlian.

Selain itu, banyak manning agency yang menempatkan pelaut ke luar negeri yang belum mendapatkan legalisasi oleh kementerian terkait. Penggajian pelaut di kapal perikanan dan kapal niaga, kata Wisantoro juga berbeda.  Gaji pelaut di kapal perikanan hanya US$150/bulan, sedangkan gaji pelaut di kapal niaga antara US$550 hingga US$12.000/bulan. “Semakin meningkatnya  animo masyarakat yang bekerja sebagai pelaut  khususnya pelaut perikanan di luar negeri semakin meningkat pula kasusnya,” katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun