Gaya emosi setiap anak berbeda. Banyak kita temui anak yang ditinggal orang tua langsung menangis, ada  yang diberi hiburan sedikit langsung tertawa gembira. Hal inilah yang dimaksud dengan temperamen, yakni gaya perilaku dan cara berespons yang sifatnya individual (Campos, 2009).
Pada zaman ini telah banyak kasus yang sangat miris terjadi, misalnya seorang ayah  yang membunuh anaknya sendiri karena tidak kuat mendengar tangisan bayinya yang tidak kunjung berhenti atau berbagai kasus lainnya yang terjadi karena orang tua atau orang lain yang tidak paham akan emosi dan temperamen yang dimiliki oleh anak.
Alexander Chess dan Stella Thomas mengidentifikasi 3 tipe dasar dari temperamen, yaitu: temperamen mudah dengan cirinya anak lebih mudah untuk menerima hal-hal baru, temperamen sulit dengan cirinya anak sulit untuk beradaptasi dengan orang lain, dan temperamen lambat dengan cirinya anak tidak jelas dalam menerima suatu respon (terkadang mudah atau terkadang sulit).
Menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua yang memiliki anak dengan temperamen sulit. Contohnya pada emosi marah, orang lain pasti sangat jengkel melihat anak yang mudah marah. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa emosi marah pada anak haruslah diungkapkan.Â
Banyak dari orang tua yang memarahi anaknya yang sedang mengungkapan emosi marah dan menganggap bahwa anak kecil harus menuruti perkataan orang yang lebih tua darinya. Yang pada intinya orang dewasa seolah-olah mengatakan bahwa dirinyalah yang boleh mengungkapkan emosi marah.
Apakah anak tidak boleh marah? Anak juga mempunyai emosi marahkan?
Sebagai orang dewasa kita harus memahami bentuk dari emosi dan temperamen pada anak. Jangan sampai anak menjadi tertekan karena sikap kita yang seenaknya sendiri dan menganggap dirinyalah yang paling benar.
Lalu bagaimana menghadapi anak yang mudah marah?Â
Dengarkanlah dengan penuh perhatian. Biarkan anak mengekpresikan marahnya, namun tetap tegas untuk tidak melanggar kesepakatan bersama "Kamu boleh marah, namun jangan menendang meja".Â
Lakukanlah kontak mata dan sentuh anak dengan lembut. Bahas tingkah laku saat mengalami emosi yang sama "Daripada capek teriak-teriak akan lebih baik jika mengatakan kalau kamu tidak suka". Peluklah anak, jangan sungkan untuk mengatakan kata "maaf". Saat suasana sudah menjadi tenang, lakukanlah langkah untuk menyelesaikan masalah.