Mohon tunggu...
Kao Hu
Kao Hu Mohon Tunggu... -

for the better world

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa Kabar Politik Uang Dalam Pilkada?

20 Februari 2016   13:44 Diperbarui: 20 Februari 2016   14:29 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada kekhawatiran dalam diri saya bahwa kasus-kasus politik uang yang masih terjadi pada pilkada lalu menguap begitu saja. Politik uang yang saya maksud adalah calon kepala daerah membagi-bagikan uang atau materi kepada calon pemilih dengan harapan ia akan mencoblos calon kepala daerah tersebut pada saat pemungutan suara. Kenapa saya khawatir kasus-kasus politik uang itu menguap adalah karena tidak ada pemberitaan yang cukup masif akan adanya tindakan terhadap praktek politik uang yang terjadi. Tidak ada dalam berita-berita koran bahwa seorang kontestan pilkada yang terbukti melakukan politik uang kemudian mendapatkan sanksi yang berat dari penegak hukum. Yang banyak terungkap adalah kasus-kasus penghitungan suara, kesalahan dalam pendistribusian formulir coblosan, penyebaran undangan memilih yang tidak merata, dsb. Bukan berarti kasus-kasus ini tidak penting, namun kurang prioritas dibandingkan kasus politik uang, yang sangat merusak iklim demokrasi.

Politik uang adalah musuh demokrasi terbesar. Tidak bisa masyarakat mendapatkan pemimpin terbaik jika politik uang  masih terjadi, baik terang-terangan maupun terselubung. Yang akan terpilih adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan uang, dan setelah terpilih akan menggunakan kekuatan politik untuk memperbesar kekuatan uangnya, begitu seterusnya. Dan kalau masyarakat tidak mendapatkan pemimpin terbaik, bukan karena uang melainkan karena kemampuan dan kepribadiannya, apa gunanya menjalankan demokrasi, di mana setiap orang dewasa dan sehat berhak memberikan suara? Lebih baik serahkan saja pemilihan kepala daerah kepada sekelompok cerdik cendekia , seperti para rektor atau para sesepuh bijak bestari. Merekalah yang mencari seseorang untuk menjadi kepala daerah dari beberapa tokoh masyarakat yang kompeten.

Tentu saja sistem perwakilan itu tidak akan terjadi, setidaknya dalam skala kota/kabupaten, karena negara kita sudah menganut demokrasi sesuai kesepakatan bersama saat membuat undang-undang dasar yang diamandemen, UU pemilu dan UU parpol. Jadi kita tinggal berusaha bagaimana proses demokrasi itu bisa berjalan secara lebih sempurna, dengan terutama mencegah terjadinya politik uang.

Untuk itu saya yang bukan ahli politik ini ingin mengajukan beberapa usulan. Pertama, agar ada hukuman yang keras bagi pelaku politik uang. Mereka  tidak bisa hanya ditegur, diberi peringatan atau dihukum beberapa bulan saja. Pelaku politik uang harus diperlakukan sama seperti koruptor atau pengedar narkoba, supaya jera dan tidak melakukan politik uang lagi. Jika pelaku politik uang ditemukan sebelum pemungutan suara maka langsung saja dicoret pencalonannya. Jika ditemukan bukti setelah hasil pilkada ditetapkan, maka penetapannya menjadi kepala daerah harus dibatalkan dan pelakunya harus dihukum.

Kedua, untuk mengetahui ada tidaknya politik uang maka pengawas pilkada harus jeli dan cermat mengawasi setiap kejadian yang mencurigakan, persis seperti Densus 88 yang terus mengintai keberadaan teroris. Bawaslu harus dilengkapi dengan kewenangan dan kemampuan untuk mengendus praktek politik uang, dan langsung mengadilinya pada saat bukti-bukti sudah cukup kuat. Proses pilkada jangan sampai diciderai oleh praktek politik uang yang kotor dan berdampak panjang.

Kemudian, usulan ketiga, kalau kasus politik uang ditemukan setelah penetapan pemenang pilkada, maka perlu ada pengadilan khusus yang menangani kasus-kasus pilkada ini, utamanya praktek politik uang. Penanganan kasus hukum pilkada jangan dibebankan kepada lembaga-lembaga penegak hukum yang ada (MA atau MK), karena tugas mereka sudah sangat berat, nanti kasus-kasus politik uang bisa tidak tertangani dengan baik. Lagipula penegakan hukum kasus pilkada memerlukan hakim-hakim yang mengerti, memahami atau kompeten, dan menghayati proses dan substansi pemilihan umum yang sangat bernuansa poilitik itu.

Lembaga penegak hukum khusus pemilu ini di luar negeri sana dikenal dengan electoral court, pasangan dari  electoral commission yang di sini disebut KPU. Jadi yang kita punya baru 1 ½, yaitu KPU (1) dan Bawaslu (1/2), karena Bawaslu tidak mempunyai kewenangan pengadilan. Jika Bawaslu diubah menjadi Pengadiilan Pemilu maka kita sudah mempunyai lembaga pemilu yang mudah-mudahan lengkap.

Selanjutnya, tempat pengadilan pilkada/pemilu pun, harus khusus dan tidak dicampur dengan pengadilan biasa, karena pelaku pilkada yang berperkara dapat saja mengerahkan massa dalam usaha menekan hakim agar membuat keputusan yang diinginkan. Pengerahan massa dalam pengadilan pemilu mestinya tidak dibenarkan dalam undang-undang, tapi dalam praktek masih saja terjadi.

Yang kelima, waktu mengajukan keberatan atas penghitungan hasil pilkada tidak harus dibatasi sampai beberapa saat setelah waktu pencoblosan. Maksudnya agar perpolitikan uang dan manipulasi suara dapat dikejar sampai kapanpun untuk disidangkan, walaupun pemenang pilkada yang curang karena melakukan politik uang telah menjabat beberapa tahun.‎

Terakhir, semua perubahan itu memerlukan payung hukum baru, karena peraturan yang ada kurang memadai. Jadi DPR perlu melakukan revisi terhadap ketentuan-ketentuan yang ada, dan itu harus dilakukan segera, tidak diganggu oleh agenda Prolegnas yang kurang prioritas. Kita harapkan wakil-wakil rakyat periode ini memberi perhatian yang besar, serius dan tuntas  untuk menyelesaikan masalah politik uang ini.

Ada koreksi atau pendapat lain? Silahkan dituliskan, mumpung ada medianya di sini. Siapa tahu terbaca oleh mereka yang berkepentingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun