Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama FEATURED

Fobia Perda Syariah

24 April 2017   12:59 Diperbarui: 19 November 2018   16:27 2222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gedung Mahkamah Agung (kompas.com)

Membaca status dan cuitan di media sosial, saya menangkap ada semacam fobia Peraturan Daerah (Perda) Syariah atas diri teman-teman saya. Rasa takut itu dipicu dari informasi perihal “Jakarta Bersyariah” yang dikampanyekan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Forum Umat Islam (FUI) atau Front Pembela Islam (FPI).

Saya berusaha untuk memilah dulu antara Perda Syariah sebagai isyu pokok dan Jakarta Bersyariah sebagai slogan kampanye.  Bila kelak Anis Baswedan akan berinisiatif untuk mengajukan “Perda Syariah” (saya beri tanda petik), Why Not? 

Tidak ada yang salah dan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.  Hanya “Perda Syariah” seperti apa dulu. Karena ada “Perda Syariah” yang melanggar peraturan perundang-undangan ada yang tidak.

Apakah inisiatif Gubernur DKI Jakarta mengajukan rancangan “Perda Syariah” itu disetujui DPRD DKI Jakarta atau tidak, itu sudah soal politik. Realitas politik hari ini (saya mengatakan hari ini, entah di depan, karena politik itu dinamis) kekuatan politik Anis-Sandi hanya 26% (PKS + Gerindra). 

Sulit untuk memenangkan mayoritas suara anggota DPRD untuk menyetujui draft Perda itu. Jadi ditinjau dari realitas kekuatan politik saja, sangat sulit bagi Anis untuk mewujudkan “Perda Syariah” di DKI Jakarta. 

Sementara HTI, FUI atau FPI hanya ormas diluar gedung DPRD yang tidak punya kuasa apapun untuk menyetujui rancangan Perda.  Dengan begitu ketakutan yang berlebihan atau fobia atas “Perda Syariah” di DKI Jakarta tidak beralasan. Karena realitas politik di DPRD tidak memungkinkan terbitnya Perda tersebut.  Alasan normatif yang selalu diajukan oleh anggota DPR atau DPRD biasanya ketentuan hukum yang berlaku.

Seperti saya sebut sebelumnya, ada “Perda Syariah” yang melanggar perundang-undangan ada yang tidak. Tergantung materi dari Perda tersebut. Untuk “Perda Syariah” yang melanggar, tak perlu ketakutan karena pasti akan terhalang banyak rintangan dan tidak memungkinkan terbit. Paling tidak ada 3 (tiga) blok rintangan yang harus dijebol: DPRD DKI Jakarta, Menteri Dalam Negeri dan Mahkamah Agung. 

Pertanyaannya, apakah konsep “Perda Bersyariah” yang dimotori HTI, FUI dan FPI itu  melanggar peraturan perundang-undangan?. Dalam tulisan ini saya mengatakan tegas: MELANGGAR !

Dan sudah pasti ditolak DPRD, Kemendagri atau MA. Gagasan ini hanya slogan politik saja. Atau kalau memang kehendak murni, hanya mimpi. Tidak salah kan, orang bermimpi. Meski itu tidak bisa diwujudkan. Apa argumen saya?

“Perda Syariah” yang digagas oleh HTI, FUI dan FPI paling tidak berisi 9 (sembilan) pokok aturan atau mereka menyebutnya Qanun Jinayat, yaitu Perda Wilayatul Hisbah,Ikhtilath, Khalwat, Liwath, Musahaqah, Uqubat Cambuk, Maisir, KhamardanZina. Dari segi gagasan saja, kelompok ini saya katakan tidak cerdas dan buta hukum.

Alasan pertama, tujuh Perda dari daftar sembilan Perda di atas mengambil utuh dari Qanun Jinayat Aceh (Qanun Nomor 6 tahun 2014) dalam  rangkuman Jarimah atau perbuatan yang dilarang oleh Syariat Islam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun