Mohon tunggu...
Fiksiana

Seperti Kucing Dalam Karung

7 Juli 2017   09:31 Diperbarui: 7 Juli 2017   09:57 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Disaat kita melakukan sesuatu yang tidak tahu arahnya dan tujuannya  terkadang ada keraguan sehingga ada istilah yang biasanya  seperti kucing di dalam karung , yaitu segumpal keraguan kita  kepada kejadian yang ditutup tutupi , entah oleh label atau oleh sistem. istilah jawa ini sangat kental dengan istilah kucing, seperti mandi kucing, yaitu mandi yang nggak pakai air, nggak pake handuk, nggak pake sabun dan pakai sikat gigi, beda dengan mandi madi dan bermandi dengan madu, kita yang selama ini diabaikan oleh istilah jawa, dan jawanya diabaikan seringkali mengabaikan nilai nilai jawa  yang selam ini dipegang, seperti kacang ninggal kulit, seperti gajah ngidhak rapah,betapa banyak istilah jawa yang  tidak pernah kita baca  sebagai bekal bersikap , bertindak dan berbicara, sehingga kita mudah sekali tersinggung ketika istilah jawa itu dikramanisaikan, dibumikan ke persada Nusantara kita ini. orang jawa yang njawani dan tahu khasanah kejawaannya tidak mungkin  bisa meninggalkan nilai nilai jawanya ,orang jawa yang benar benar jawa pasti menghormati nilai nilai jawa, bukannya  ada orang yang berbicara baik dan benar dengan bahasa jawa langsung dikepras dan  diperkarakan polisi lantaran salah persepsi dalam berbahasa. 

Dalam filsafat Jawa  banyak  istilah yang disemiotikkan dalam pasemon jawa , sehingga  orang jawa latah sekarang ini benar benar ketinggalan latar jawanya , apalagi kok ngerti ke dalam bahasa jawa itu sendiri. mari kembali mengukir kisah sejarah lembaran bahasa Jawa yang ditinggalkan , sehingga karena pasemon jawa dikatakan di ujaran saja dianggap hate -speech, itu sunggguh sungguh Face treathening area dalam bahasa jawanya  ngidoni raine kancane, atau  menjangkar atau ngemperi jagade liyan, kata seorang Dosen Bahasa di UNNES  waktu penulis menempuh jurusan sastra dulu jangan menggoyang pantat bangsa. nantu kalau bangsa ini marah  negara pasti Goyah, ya jangan jauh jauh dari khasanah nilai nilai luhur budaya jawa  yang adiluhung yang selama ini kita anut. 

Kita orang jawa  mau di arab -arabkan ya tentunya  susah  banget susahnya ,karena walaupun disemon semonkan akan tetap bertentangan karena tafsir heurmeneutiknya jauh berbeda, saya yang pernah hidup di Solo  delap tahun , di Yogyakarta 6 tahun dan kembali ke pesisiran kembali, sebagai sama sam  jawa saja  kulturnya agak berbeda, ujarannya berbeda, apalagi untuk  luar jawa, tak ada yang lebih dan yang, kurang, budaya adiluhung , sopan santun , andap ashor, unggah ungguh  sangat perlu agar tiap kita saling ngajeni posisi dan peran kita masing masing di dalam kancah bermasyarakat tak ada yang terlalu lebih dari yang lain selalu ada sisi kerku\ranagnnya  tinggal bagaimana  kita mengelola kekureangan itu menja di potensi yang mendngkrak kelebihan kita, artikel ini hanya menggugah kesadaran bersama agar kita sebagaia masyarakat berbangsa indonesia menghargai menghormati tradisi suku, antar budaya antar agama dan antar tradisi tanpa harus sikut sikutan, dan membanding  bandingkan sebagai  muara cekcok dan sumber konflik kedaerahan, kesadaran itu harus kita pupuk untuk agar kembali kepada jati diri kita sebagai bangsa indonesia , bersatu kita  teguh bercerai kita runtuh , jaya jaya wijayanti , lebur dening pangastuti . matur nuwun .  Hartiniwiropajar41 Pati/blog.spot

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun