Mohon tunggu...
Angiola Harry
Angiola Harry Mohon Tunggu... Freelancer - Common Profile

Seorang jurnalis biasa

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Atasi Eksklusi Keuangan di Sektor Kelautan Maluku

28 September 2015   13:56 Diperbarui: 29 September 2015   01:54 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak nelayan di Maluku. Namun mereka umumnya ialah nelayan kecil yang masih menjalankan usahanya secara tradisional, sehingga sulit berkembang. Permasalahan utamanya adalah, mereka tidak terdukung akses pembiayaan perbankan. Namun ke depannya, masalah eksklusifitas akses pembiayaan tersebut diharapkan akan teratasi dengan program inklusi keuangan yang telah disepakati sejumlah lembaga keuangan Indonesia, bersama lembaga internasional terkait.


Islamic Financial Services Board (IFSB) dalam hal inklusi keuangan, memiliki program tersendiri bagi Indonesia, yakni mengoptimalkan peranan zakat dan infaq. Kedua jenis metode upaya likuiditas keuangan secara Islam tersebut akan disiapkan sebagai pendukung akses permodalan bagi pengusaha kecil. Zakat dan Infaq ke depannya akan dikelola untuk lebih di arahkan kepada perluasan investasi.

Mendukung program IFSB, Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Riyanto mengatakan, inklusi keuangan akan mengatasi masalah kesulitan pendanaan bagi para pengusaha kecil serta petani dan nelayan.

Inklusi keuangan (Financial Inclusion), semakin menjadi perhatian negara-negara besar di seluruh dunia. Inklusi keuangan adalah prosedur menjamin akses produk dan jasa keuangan, yang dibutuhkan oleh berbagai kelompok, terutama mereka yang ekonominya lemah dan kelompok berpenghasilan rendah. Akses ke keuangan itu harus dengan biaya terjangkau, cara yang wajar, dan transparan, disediakan oleh institusi keuangan yang terpercaya.

Dalam proses pembangunan ekonomi, disimpulkan bahwa kemudahan akses keuangan untuk kelompok yang rentan atau tersisihkan, dapat mereduksi konflik fisik antar sesama manusia. Karena bila sebuah pasar keuangan tidak sempurna, orang miskin mungkin akan terperangkap dalam kemiskinan. Mereka mungkin seterusnya tidak bisa menabung atau meminjam modal untuk bertahan hidup.

Dalam hal ini, Maluku yang digadang-gadang menjadi lumbung ikan nasional, ternyata belum terdukung oleh industri perikanan yang memadai. Hal tersebut lantaran rendahnya minat investasi di Maluku.

Sebagai perwakilan Pemerintah Daerah, M.Z. Sangaji mengapresiasi upaya-upaya untuk menarik investor di industri perikanan Maluku. Sejalan dengan itu, pihaknya tengah melakukan perbaikan konektivitas dan kualitas lingkungan fisik pendukung. Sangaji menambahkan bahwa Pemprov Maluku juga sedang menyiapkan sumber daya manusia dan teknologi yang memadai, agar lebih siap menghadapi kompetisi ke depan.

Maluku juga membutuhkan inisiasi terbentuknya desa nelayan terpadu yang dilengkapi fasilitas pendukung yang saling terkoneksi, mulai dari sarana produksi, pengolahan hingga distribusi. Kawasan terpadu tersebut juga perlu dukungan instansi terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Koperasi, Perbankan, Bank Indonesia, serta Lembaga Swadaya Masyarakat.

Ketua Laboratorium Penelitian Pengkajian Ekonomi Universitas Pattimura Izaac Tonny Matitaputty berpendapat, mendorong perubahan strategi pembangunan Maluku menjadi berbasis kelautan dan perikanan, perlu diplomasi publik yang kuat. “Pemda perlu penguatan diplomasi publik untuk meyakinkan Pemerintah Pusat agar paradigma pembangunan Maluku diubah dari pendekatan berbasis daratan menjadi berwawasan kelautan”, ungkapnya.

Adapun kondisi perekonomian Maluku, di tengah perlambatan ekonomi global dan nasional, perekonomian Maluku tetap mengalami akselerasi. Ekonomi Maluku pada triwulan II 2015 tumbuh 5,8 persen, lebih tinggi dibanding ekonomi nasional sebesar 4,67 persen maupun triwulan sebelumnya sebesar 4,06 persen.

Meskipun tumbuh tinggi, perekonomian Maluku masih menyisakan sejumlah tantangan. Tingkat pengangguran cukup tinggi mencapai 10,51 persen. Angka inflasi per Agustus 2015 berada pada level 7,57 persen (year on year), lebih tinggi dibanding inflasi nasional. Pembangunan di Maluku hanya terkonsentrasi di Kota Ambon, sementara kabupaten lain kurang merasakan kue pertumbuhan. Alhasil, Maluku menjadi provinsi termiskin nomor empat di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun