"Hore!! mulai besok belajar di rumah," kata dua anakku, satunya TK Nol Besar satunya kelas dua SD. Dibayangan mereka jelas bahwa belajar di rumah itu sama dengan libur, libur panjang lagi 14 hari.Â
Walaupun sebelum diumumkan hal tersebut mereka sudah dikasi tahu untuk tetap belajar dan harus mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya.
Sebagai warga negara dan orang tua yang baik, tentunya kami sebisa mungkin mendukung program pemerintah yang saat ini sedang berjuang melawan virus Corona.Â
Anak-anak yang pada mula menyangka bahwa belajar di rumah itu sama dengan libur mulai menerima kenyataan bahwa ternyata lebih enak belajar di sekolah bersama teman dan guru.Â
Baca juga : Kesulitan Guru dalam Melaksanakan Proses Belajar Mengajar di Masa Pandemi
Mau bukti? Silahkan lihat dan cari berbagai meme yang bertebaran di medsos tentang bagaimana sulitnya menerapkan belajar di rumah. Anaknya stress, orang tua lebih stress.
Belajar di rumah ternyata tidak segampang dan seindah yang dibayangkan. Banyak sekali faktor yang tidak ideal yang harus diperhatikan. Mari kita lihat beberapa hal yang terjadi saat proses belajar mengajar dilakukan di rumah.
Kunci belajar di rumah sebenarnya adalah kesadaran dari anaknya sendiri untuk belajar, tetapi pengertian untuk hal itu amat susah diterapkan terutama untuk anak SD di bawah kelas 3. Pemikiran mereka, ya belajar di rumah adalah libur. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan yang namanya pengawas orang tua.
Nah ini masalahnya, tidak semua orang tua berada di rumah dari pagi sampai malam. Sebagian pasti ada orang tua (khususnya di perkotaan) yang kedua orang tuanya bekerja. Iya kalau mereka PNS.Â
Nah kalau keduanya karyawan swasta, dan kantor tidak memberikan mereka toleransi bekerja dari rumah. Itu adalah suatu dilema. Tidak mungkin meinggalkan mereka sendiri di rumah, khan? Solusinya? Entahlah.
Baca juga : Merdeka Belajar Memudahkan Guru dalam Memberi Materi Pelajaran