Mohon tunggu...
Gani Bazar
Gani Bazar Mohon Tunggu... profesional -

selamat membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemerintahan yang Good Governance

14 Desember 2010   06:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:45 6227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fungsi pemerintah adalah mengayomi warganegaranya melalui pengaturan atau regulasi,pembangunan nasional disegala bidang, pembinaan kemasyarakatan , menjaga ketertiban dan menegakkan negara kesatuan Republik Indonesia dengan membangun pertahanan keamanan yang kokoh.

Fungsi pemerintahan tersebut akan dapat terselenggara apabila pemerintahan menjadi pemerintahan yang good governance. Good governance adalah cara yang baik mengelola urusan-urusan publik. Wordl Bank mendefinisikan governance sebagai; “the way state power is used in managing economic and social resources for development of society

Suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi , dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administrative, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frame work bagi tumbuhnya aktifitas usaha.

Sedangkan United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan governance sebagai “the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”.

Menurut UNDP ada beberapa karakteristik pelaksanaan good governance antara lain;

  1. participation,adanya keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Adanya jaminan dari negara bagi warganegara untuk berasosiasi, diberikan kebebasan dalam menyatakan pendapat dan ikut berpartisipasi dalam menentukan dan memutuskan kebijakan publik.
  2. Rule of law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.

Setiap warganegara dilakukan sama dihadapan hukum tidak ada pengecualian.

Dalam setiap proses penyelesaian kasus hukum mulai penyelidikan,penyidikan dan berperkara setiap warga didampingi pengacara hukum, negara menyediakan pengacara (ahli hukum) apabila warganegara menginginkan pengacara yang disediakan oleh negara karena ketiadaan biaya.

  1. Transparency, keterbukaan dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.

Dalam undang-undang no.14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik sudah dinyatakan dengan tegas bahwa pada asasnya setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik, informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas,setiap informasi publik harus dapat diperoleh setiap pemohon informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana.

  1. Responsiveness, lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholders.
  2. Consensus orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
  3. Equity,setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
  4. Effisiency and Effectiveness, pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (Efisien) dan berhasil guna (efektif).
  5. Accountability,pertanggung jawaban kepada publik atas setiap aktifitas yang dilakukan.
  6. strategic vision,penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki pandangan yang jauh kedepan.

Pada intinya bahwa pelaksanaan pemerintahan itu tidak terlepas dari sistem Birokrasi, pemerintahan yang baik diselenggarakan dengan sistem birokrasi yang baik pula, namun demikian karena fungsi pemerintahan dilaksanakan secara rutinitas, maka birokrasi dinilai lamban dan membosankan sehingga menimbulkan banyak kritik yang menuding aparatur pemerintahan tidak becus dan untuk itu selalu dilakukan denga rolling pejabat agar kondisi selalu dipertahankan dan lebih membaik.

Walaupun dilakukan dengan sistem rolling berdasarkan teori manajemen kepemimpinan ini masih juga jauh dari memuaskan bagi pengguna jasa terutama masyarakat yang dilayani, dikarenakan para birokratlebih banyak melayani kepentingan kepemipinan organisasi itu, lebih-lebih pada masa reformasi ini. Pada masa ini dengan Undang-undang No.32 tentang pemerintahan Daerah maka desentralisasi sepenuhnya dilaksanakan seluas-luasnya pemerintahan otonomi daerah. Jadi dengan demikian Kepala Daerah dalam hal ini berkuasa penuh terhadap perangkatnya didaerah, sehingga para birokrat yang duduk di pemerintahan itu harus loyal dan dengan segala kemampuan yang ada dia harus bisa membuat bapaknya senang tanpa melihat apakah tugas itu berbobot dengan output yang menghasilkan bagi kepentingan rakyat.

Hal ini masuk akal juga karena jabatan politis yang diperoleh Kepala Daerah itu dari hasil kampanye bersama kroco-keroconya membujuk rakyat untuk memilihnya dan juga dengan secara siasat dan strategi politik apa itu politik busuk, atau yang manis-manis bujuk rayu, atau janji-janji, diberi saweran uang atau sembako, yang penting suaranya terpilih mengatasi saingan lainnya. Jadi para pejabat yang duduk dijabatan birokrat masa periode kepemimpinan itu adalah mereka yang dipandang sudah bekerjasama atau paling tidak diharapkan dapat menguntungkan Kepala Daerah itu.

Oleh karena itu fungsi pengawasan Pemilu atau Pilkada harus benar-benar ketat dan bersih dari KKN tapi kelihatannya dinegeri ini kualitasnya masih sama saja, semuanya itu dikalahkan oleh uang, bagaimana lagi ya…

Oke baiklah kita lupakan saja penilaian atau prasangka yang memang kenyataan ini , namun saya mencoba untuk mengulas atau katakan sebagai penyambung lidah dari ahli-ahli fikir tentang pemerintahan yang baik.

12923076342018857748
12923076342018857748
Pemerintahan melalui penyelenggaraan birokrasi perlu semacam perubahan pandang, kalau menurut David Osborn dan Ted Gaebler yaitu menuju kepada “Reinventing Government” merupakan suatu model pemerintahan di era new public management (teori yang diungkapkan nya pada tahun 1992), perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adlah :
  1. Pemerintahan yang katalis.

Fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik.

Pemerintah daerah harus menyediakan berbagai bidang pelayanan pelayanan publik , tidak terlibat secara langsung dengan proses produksi , sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/atau sektor ketiga(lembga swadaya masyarakat dan lembaga non profit lainnya). Pemerintah daerah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh lembaga non pemerintah.

  1. Pemerintah milik masyarakat.

Memberi wewenang pada masyarakat bukan melayani, sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (community self help). Misalnya masalah keselamatan umum adalah juga merupakan tanggung jawab masyarakat,bukan hanya tanggung jawab kepolisian. Oleh karena itu pihak kepolisian tidak hany memperbanyak polisi untuk menanggapi peristiwa kriminal, tetapi juga membantu warga utntuk memecahkan masalah yang menyebabkan timbulnya tindak kriminil.

  1. Pemerintah yang kompetitif.

Suatu sistem dalam pemerintahan dengan menyuntikkan semangat kompetisi, semangat penuh persaingan dalam pemberian pelayanan publik. Kompetisi itu merupakan suatu cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya. Contohnya kita lihat pada pelayanan pos, akibat kompetisi yang semakin keras, pelayanan titipan kilat yang disediakan menjadi relatif semakin cepat daripada kualitas dimasa lalu.

  1. Pemerintah yang digerakkan oleh Misi.

Melakukan perubahan pada pemerintah yang selama ini digerakkan oleh peraturan menjadi suatu organisasi yang digerakkan oleh Misi. Sebelum menentukan Misi apa yang akan dilaksanakan harus berdasarkan visi yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Visi merupakan suatu sasaran yang akan dicapai pada periode jangka panjang, misi merupakan implementasi untuk melaksanakan visi itu.tujuan penetapan APBD adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka misinya misalnya membangun jalan/jembatan,rumah-rumah sakit,mebangun gedung-gedung SD/madrasah/SMP/SMU/K,bangunan irigasi,dll.. dst.

  1. Pemerintah yang berorientasi pada hasil.

Biasanya pada suatu pemerintahan daerah besarnya pengalokasian anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh komleksitas masalah yang dihadapinya (membiayai masukan), dengan cara ini unit kerja tidak punya inisiatif untuk memperbaiki kinerjanya. Dengan demikian semakin lama permasalahan yang dapat dipecahkan semakin banyak dana yang diperolehnya. Pemerintahan daerah wira usaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif itu dengan membiayai hasil bukan masukan. Pemerintah daerah dengan wira usaha itu mengembangkan dengan suatu standar kinerja, mengukur seberapa baik suatu unit kerja mampu memcahkan permasalahan yang menjadi tanggung jawabnya. Semakin baik kinerjanya, semakin banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk mengganti semua dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja itu.

  1. Pemerintah berorientasi pada pelanggan.

Pemerintah daerah berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan, namun buka birorasi. Pemerintah daerah yang konvensional serung salah dalam mengidentifikasi pelanggannya. Contoh pada penerimaan pajak daerah, pajak yang diterima memang dari masyarakat dan dunia usaha, penggunaannya harus dengan persetujuan DPRD , hal ini pemerintah daerah sering menganggap bahwa

DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam pembahasan RAPBD adalah pelanggannya. Hal ini akan menimbulkan kecendrungan melupakan pelanggan yang sebenarnya adalah masyarakat.

Pemerintah daerah wira usaha akan selalu mengidentifikasikan pelanggan yang sesungguhnya yaitu masyarakat dan bertanggung jawab kepada masyarakat melalui DPRD dalam suatu Laporan Pertanggung jawaban Kepala Daerah.

  1. Pemeritahan Wira Usaha mampu memberikan pendapatan, tidak sekedar membelanjakan.

Pemerintah yang convensional cenderung berpandangan bahwa mereka sedang mengerjakan pekerjaan sosial sehingga mengenyampingkan upaya untuk menghasilkan pendapatan dari aktifitasnya. Padahal banyak yang bisa dilakukan untuk menghasilkan pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik. Pemerintah daerah wira usaha dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya BPS dan Bappeda, dapat menjual informasi tentang daerah kepada pusat-pusat Penelitian, Badan Usaha Milik Daerah, pemberian hak guna usaha yang menarik para pengusaha dan masyarakat, penyertaan modal daerah, dan lain-lain.

  1. Pemerintah yang antisipatif, berupaya mencegah daripada mengobati.

Disini para birokrat lebih memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik, cendrung bersifat reaktif. Misal unit pemadam kebakaran , apabila tidak ada kebakaran maka tidak akan ada upaya pemecahan.

Pemerintah daerah wira usaha tidak reaktif, tetapi proaktif, tidak hanya mencoba untuk mencegah masalah tetapi juga berupaya keras untuk mengantisipasi masa depan. Ia menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan visi daerah. Visi daerah membantu masyarakat, bisnis dan pemerintah daerah untuk meraih peluang yang tak terduga serta menghadapi krisis yang tak terduga pula, tanpa menunggu perintah.

  1. Pemerintah Desentralisasi, dari hirarchi menuju partisipatif dan tim kerja.

Pada sistem sentrlistis, keputusan berasal dari pemerintah pusat ,mengikuti rantai komando secara vertikal sampai pada staf dan yang paling berhubungan dengan masyarakat dan bisnis. Perkembangan tehnologi, informasi dan komunikasi yang majau dimana tingkat kebutuhan masyarakat dan bisnis yang sudah demikian kompleks, tingkat pendidikan aparatur yang sudah baik, maka keputusan bergeser ketangan masyarakat, assosiasi-assosiasi, pelanggan dan lembaga swadaya masyarakat.

  1. Pemerintah berorientasi kepada mekanisme pasar.

Perubahan dilakukan atas dasar mekanisme pasar (sistem insentif) dan bujan dengan mekanisme administratif ( diatur dengan prosedure dan pemaksaaan).

Pemerintah daerah yang bekerja secara convensional menggunakan mekanisme administratif dalam mengalokasikan sumberdaya, ia menggunakan perintah dan pengendalian, mengeluarkan prosedure dan definisi baku dan kemudian memerintah orang untuk melaksanakannya sesuai dengan prosedure tersebut. Pada pemerintah daerah wira usaha tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat.

Demikianlah 10 prinsip dasar dalam konsep ”reinventing government” yang merupakan konsep monumental , akan tetapi masih diperlukan dengan perubahan-perubahan lainpada birokrat antara lain dilakukannya reengineering birokrasi, perbaikan mekanisme reward dan punihment untuk melengkapi usaha perubahan pada birokrasi. Penerapan konsep reinventing government membutuhkan arah yang jelas dan political will yang kuat dari pemerintah dan dukungan masyarakat.

Selain itu yang terpenting adalah adanya perubahan pola fikir dan mentalitas baru ditubuh para birokrat, kare sebaik apapun yang ditawarkan jika semangat dan mentalitas penyelenggara pemerintahan masih menggunakan paradigma lama konsep tersebut tidak ada artinya, tak kan ada perubahan apa-apa.

Jika disederhanakan maka pemerintahan yang good governance itu adalah pemerintahan yang effective,effisient, terbuka, accountable dan bertanggung jawab.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun