Mohon tunggu...
Febroni Purba
Febroni Purba Mohon Tunggu... Konsultan - Bergiat di konservasi ayam asli Indonesia

Nama saya, Febroni Purba. Lahir, di Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Menempuh pendidikan SD hingga SMA di Kota Medan. Melanjutkan kuliah ke jurusan ilmu Peternakan Universitas Andalas. Kini sedang menempuh pendidikan jurusan Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Pernah menjadi jurnalis di majalah Poultry Indonesia selama tiga tahun. Majalah yang berdiri sejak tahun 1970 ini fokus pada isu-isu ekonomi, bisnis, dan teknik perunggasan. Di sana ia berkenalan dengan banyak orang, mengakses beragam informasi seputar perunggasan Tanah Air dan internasional. Samapai kini ia masih rajin menulis, wawancara dan memotret serta berinteraksi dengan banyak pihak di bidang peternakan. Saat ini dia bergabung di salah satu pusat konservasi dan pembibitan peternakan terpadu ayam asli Indonesia. Dia begitu jatuh cinta pada plasma nutfah ayam asli Indonesia. Penulis bisa dihubungi via surel febronipoultry@gmail.com. atau FB: Febroni Purba dan Instagram: febronipurba. (*) Share this:

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kemana Arah Pengembangan Ayam Lokal Indonesia?

27 Februari 2016   11:19 Diperbarui: 28 Februari 2016   14:14 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Ayam Sentul: Hasil Seleksi Balai Penelitian Ternak (Balitnak) (Dok. Rizaldo Arbet).

Peternakan ayam lokal di Indonesia belum menjadi usaha yang dapat diandalkan. Padahal, Indonesia kaya akan plasma nutfah ayam lokal, yang semuanya berpotensi untuk dikembangkan. Sebagai pusat domestikasi dunia, mestinya Indonesia mampu mengembangkan plasma nutfah ayam lokal secara serius dan berkesinambungan. Sayangnya, kepedulian Indonesia terhadap kekayaan sumber daya genetiknya masih kurang.


Berbanding terbalik dengan negara-negara maju. Pemerintah dan peneliti dari Amerika Serikat dan Eropa justru sangat menghargai plasma nutfah ayam Indonesia. Ayam Cemani, salah satu jenis ayam lokal Indonesia dijuluki sebagai “Lambhorgini of Poultry” karena tergolong ayam termahal, per ekor Rp 33 juta. Di Amerika Serikat, Ayam Cemani ini sangat digemari. Orang-orang Indonesia, mungkin hanya cukup berbangga.

“Kita tidak cukup hanya bangga saja, tapi anak cucu kita tidak bisa memanfaatkannya,” ucap peneliti di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Dr. Ir. Tike Sartika, M. Si saat memberikan masukan dalam Deklarasi Gabungan Pembibit Ayam Lokal Indonesia (GAPALI) di IPB International Convention Center, Bogor, Kamis (25/2).


Ayam Cemani dijuluki sebagai "Lamborghini of Poultry" (Sumber: www.dailymail.co.uk).

Lebih lanjut Tike mengatakan, membuat bibit Great Grand Parent Stock (GGPS) atau Pure Line ayam lokal itu sangat mahal dan  membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena keterbatasan fasilitas peralatan dan kandang, sampai saat ini Balitnak baru membuat tiga galur rumpun murni yaitu ayam kampung unggul Balitnak (Ayam KUB), Ayam Sentul, dan Ayam Gaok. “Padahal masih banyak sekali rumpun-rumpun ayam lokal Indonesia yang belum dilakukan pemurnian,” tambahnya.

Harga bibit ayam umur sehari day old chicken (DOC) ras atau broiler jauh lebih mahal dengan harga bibit ayam lokal Indonesia. Harga Great Parent Stock (GPS) broiler mencapari 34 juta dolar Amerika Serikat per ekor. Sementara harga GPS ayam lokal hanya Rp 20.000-Rp 30.000 per ekor.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Dr. Ir. Muladno, MSA menyebut, ayam bibit itu disebut ayam berdarah biru lantaran berasal dari seleksi dari generasi ke generasi. Seleksi bibit itu tidak boleh putus dan harus memiliki penilaian pemuliaan atau estimated breeding value (EBV). “Ayam, sapi, kambing dan ternak apapun itu dapat disebut bibit apabila memenuhi parameter EBV,” jelasnya.

Ayam KUB merupakan ayam hasil seleksi yang oleh Dr. Tike Sartika sejak tahun 1998. Saaat ini ayam KUB sudah generasi kesembilan. Muladno berharap, GAPALI dapat mempertahankan kemurnian ayam yang telah diseleksi Balitnak.

Sementara itu, Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (HIMPULI) Ade M. Zulkarnain mengatakan, produksi ayam lokal di Indonesia masih sangat rendah. Karena itu banyak pihak yang melakukan persilangan ayam lokal dengan ayam ras untuk meningkatkan produksi. “Menurut data Kementrian Pertanian, ada 290 juta ekor ayam lokal. Himpuli menilai itu adalah populasi tapi kalau produksinya tidak lebih dari 90 juta ekor, sudah termasuk village breeding center (VBC) dan back yard farming,” bebernya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun