Menanggapi tulisan "Sastra (wan) Generasi Facebook" (Harian Kompas, 22/04/2017) Om Maman S Mahayana
~
[caption caption="Tulisan Maman S Mahayana, Harian Kompas, 22 April 2017"][/caption]
Ngajak berkelahi "pikiran/pandangan" si Om Maman. Persoalan paling mendasar si Om Maman, kenapa karya-karya fiksi di FB harus dipandang sastra? Semua narasinya runtuh dalam tulisannya.
Saya termasuk yang sering nulis fiksi (cerpen) di FB/blog. Gak mengharap disebut/dilabeli fiksi saya adalah sastra. Gak sampai sejauh itu pingin disebut "sastra". Kalo pun dibilang karya sastra, saya nolak. Karena saya sendiri pun gak paham kali standar disebut sastra oleh kritikus sastra. Kalo standar sastra Om Maman kan harus melewati 1) pintu media mapan, 2) diseleksi redaktur koran/sastrawan, 3) dan petinggi2, penguasa, pejabat sastra, dkk.
Yang saya tahu standar sastra itu dilihat dari karya yang dihasilkan. Fokus kembali ke karya. Dari karya itu dinilai standar sastranya. Sementara standar sastra yg disebut Om Maman adalah popularitas dan akumulasi kuantitas pengakuan2 dari media, redaktur, sastrawan terhadap karya sehingga disebutlah/dilabeli sastrawan.
Ojo jauh2 mikirnya om Maman. Saya nulis fiksi ya nulis fiksi. Berbagi. Bawa nilai subyektif saya. Seketikaan tapi kadang topiknya sesuai persoalan kekinian. Gak ngarep diklaim sastra. Ojo muasin selera pribadi dan selingkaran yg merasa diri sastrawan donk, om Maman. Gaya ginian, kena narsisme juga ntar lho, Om.
Saya nulis karya fiksi itu ya bisa dengan media apa saja. Mau FB, blog, media online, atau bahkan misalnya kertas tisu toilet dengan pena terus saya pajang di dinding toilet, kalau sekiranya tulisan itu memiliki standar karya sastra, why not diklaim karya sastra (tak perlu disebut sastrawan juga gak ngarep).
Kalo om Maman mau ngukur karya fiksi saya di FB berkategori sastra, silakan om. Saya gak maksa. Silakan boleh. Malah makasih. Tapi saya prediksi om ogah mau ukur. Hayooo ngaku. Saya nantang ni om, ayo ngaku. Ayo, ukurlah. Semua terangkum karya fiksi saya di www.kompasiana.com/fazil.abdullah.
Oh ya, gak perlu sampai bawa2 ukur standar label sastrawan ya. Gak perlu. Karena saya gak minta, gak pingin juga dilabeli sastrawan. Kalo Om sangat berhasrat sekali mau lebeli sastrawan, saya "perintahkan" tahan Om. Jangan. Gak perlu buat saya. Ntah buat teman yang lain.
Oke, Om. Saya berantem "pikiran/pandangan" ma om Maman. Saya nantang juga liat dan nilai juga karya fiksi saya.