Mohon tunggu...
Fatim Zahroh
Fatim Zahroh Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

NKRI Harga Mati

7 Juli 2017   09:18 Diperbarui: 7 Juli 2017   09:37 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Membumikan Gerakan Islam Nusantara Demi Keutuhan NKRI

Kebangkitan ideologi anti Pancasila yang semakin merebak diseluruh penjuru Indonesia membuat resah sebagian kalangan. Selain usaha yang akan merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), juga merubah tatanan sistem demokrasi yang sudah di jalankan bertahun-tahun di Indonesia.

Mengenai persoalan serangan ideologi transnasional terhadap ideologi Pancasila, Putri Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarno Putri menegaskan bahwa yang tepat dan sudah mutlak ideology yang digunakan oleh Negara Indonesia adalah Pancasila. Sementara itu, dasar konstitusi berkiblat pada Undang-Undang Dasar 1945.

"Warga Negara Indonesia harus meyakini satu dasar konstitusi pemersatu kita yaitu pancasila. Itu merupakan tameng serta senjata untuk menangkis ideology apapun itu, baik liberalisme, capitalisme maupun islam fundamentalis," jelasnya kepada HR usai kegiatan HUT PDI Perjuangan dihalaman Kelurahan Mekarsari, Kecamatan/Kota Banjar, Minggu (8/5/2016).

 "Pemerintah memiliki punya cara sendiri untuk menangkal ideologi itu, baik yang liberal, kapital, islam fundamental serta ideologi lainnya. Penenaman cinta tanah air kepada penerus bangsa, khususnya mulai sejak anak-anak hingga dewasa perlu ditingkatkan. Seperti yang di ungkapkan oleh Bung Karno, Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, Jasmerah.

Dari informasi yang dihimpun oleh HR, penyebarluasan symbol-simbol perlawanan terhadap Negara semakin banyak di berbagai daerah. Selain menggunakan atribut kaos, bendera, mainan anak juga propaganda melalui media social pun turut dilakukan oleh sekelompok orang yang akan merusak NKRI. Paling dikhawatirkan adalah kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menggunakan gaya baru. Selain itu, keresahan masyarakat pun juga muncul dengan adanya kelompok yang semangat memperjuangkan system Negara yang berdasar agama islam.

Menanggapi hal tersebut, Zaini Abdul Hamid, Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Syariah UIN SGD, menyoroti persoalan gejolak perang ideologi tersebut. Dia menjelaskan pemerintah bisa saja menangkal ideologi komunis yang ada di Indonesia dengan caranya sendiri. Sejarah sudah membuktikannya. Akan tetapi paham yang merusak NKRI melalui jalur agama pemerintah belum memiliki ketegasan yang nyata.

"Saya prihatin Ketua MUI Kota Banjar dalam sebuah video di Youtube yang diterbitkan pada 3 Mei 2016 menyatakan kewajiban warga negara indonesia memperjuangkan syariat islam. Padahal Negara Indonesia sudah sepakat Ideologi Pancasila sudah mutlak harga mati untuk Negara ini. Dalam Piagam Jakarta yang menjadi jembatan polemik antara agama dan Negara," terangnya.

Zaini menambahkan bahwa umat islam memang betul harus mewajibkan pemeluknya mengikuti syariat islam. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak harus dalam bentuk "Negara Islam" atau dalam bentuk hokum islam formal. Patokan dasar dalam memperjuangkan islam itu adalah substansinya, bukan simbolnya.

"Jadi sekali lagi, Pemerintah harus memberikan ketegasan kepada sekelompok orang yang memperjuangkan paham selain Pancasila. Jika dibiarkan, maka kehancuran Negara Indonesia tinggal menghitung waktu seperti Negara-negara di timur tengah," tutupnya.

Realita islam Indonesia jauh sebelum Indonesia terpengaruh gerakan islam keras tradisional timur tengah. Islam Indonesia dikenal sebagai islam yang lembut, toleran dan penuh dengan perdamaian, bahkan mejalah internasional newsweek pernah menyebutkan denga "islam with a smiling face" yang sering disebut dengan islam moderat, islam yang damai dan tenang. Islam ini harusnya dilestarikan oleh muslim-muslim Indonesia diantaranya masyarakat muslim dan juga mahasiswa baik secara individu maupun organisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun