Mohon tunggu...
Farhan Abdul Majiid
Farhan Abdul Majiid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumnus Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia | Alumnus SMA Pesantren Unggul Al Bayan | Penikmat Isu Ekonomi Politik Internasional, Lingkungan Hidup, dan Kajian Islam

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saudi vs Iran: Konflik Multidimensi

7 Januari 2016   16:32 Diperbarui: 12 Januari 2016   18:01 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengikuti perkembangan di Timur Tengah, awal tahun ini kita dikejutkan dengan kabar pemutusan hubungan diplomatik antara Arab Saudi dengan Iran. Kedua negara ini dapat diibaratkan sebagai miniatur AS versus Russia di kawasan Timur Tengah. Konflik antara kedua negara ini terjadi disebabkan oleh banyak hal. Mulai dari agama, ekonomi, politik, hingga pengaruh kekuasaan di Timur Tengah dan dunia Islam.

Sebuah alasan besar terjadinya konflik ini antara lain adalah perbedaan aliran agama antar kedua negara. Arab Saudi bermazhab Sunni yang merupakan mayoritas mazhab umat Islam, di sisi lain Iran bermazhab Syiah yang memiliki perbedaan mendasar dalam urusan aqidah dalam agama Islam. Tentunya dengan perbedaan ini dapat membuat umat Islam secara tidak langsung akan pro terhadap salah satunya.

Konflik antarnegara ini bermula saat ‘Revolusi Iran 1979’ ketika Ayatollah Khomenei yang merupakan pimpinan Syiah Iran menggulingkan Pahlevi, Pemimpin Iran pada saat itu. Arab Saudi sangat tidak setuju dengan perebutan itu. Hingga akhirnya pecah perang Iraq versus Iran dengan Arab Saudi mendukung Iraq. Setelah itu, hubungan keduanya cukup membaik pada periode tahun 2000-an. Kini, konflik kembali muncul akibat Arab Saudi mengeksekusi ulama Syiah, Nimr al-Nimr.

Eksekusi ulama Syiah ini memancing kemarahan rakyat Iran. Sehari setelah eksekusi, terjadi penyerangan terhadap kedutaan besar Arab Saudi di Teheran. Akhirnya, Saudi memutus hubungan diplomatik dengan Iran. Putusnya hubungan diplomatik ini diikuti oleh beberapa negara seperti Qatar, Djibouti, dan lainnya. Hal ini dikarenakan mereka punya hubungan yang erat dengan Arab Saudi.

Di satu sisi, Saudi berpendapat bahwa eksekusi ini sah dan patut karena Nimr al-Nimr dianggap membahayakan negara dan eksekusi ini dilakukan di dalam negara Arab Saudi sendiri. Namun di sisi lainnya, Iran tidak menoleransi eksekusi ini karena dianggap melecehkan Syiah dengan kematian salah satu ulamanya.

Pertentangan antara Arab Saudi dan Iran sebenarnya bukan hanya pada masalah ini saja. Di Timur Tengah, saat ini Arab Saudi memimpin koalisi negara Islam yang tentunya dalam banyak konflik bertolak belakang dengan Iran. Di Suriah, Arab Saudi mendukung untuk menurunkan pemerintahan Syiah Bashar Al Assad, dan pemerintahan tersebut didukung oleh Iran.

Pada konflik di Yaman, Arab Saudi mendukung pemerintahan yang berkuasa, sedangkan Iran mendukung kelompok pemberontak Syiah. Hal ini tentunya membuat dunia Islam menjadi khawatir akan pengaruh Syiah Iran yang meluas sehingga tidak heran, banyak negara Islam lainnya yang berada dalam posisi mendukung Arab Saudi.

Perebutan pengaruh di Timur Tengah ini tidak terlepas dari keinginan Iran dalam menyebarkan Syiah di Timur Tengah. Hal yang amat ditentang oleh Muslim Sunni. Perbedaan yang mendasar di antara keduanya membuat titik temu antar masalah ini hampir tidak mungkin terjadi. Sisa-sisa sejarah kekuatan Imperium Persia mungkin juga menjadi semangat bagi Iran dalam meluaskan pengaruhnya. Di sisi lain, Arab Saudi tentu akan mendapat dukungan dari mayoritas muslim di dunia karena merepresentasikan sebagai Sunni.

Tak hanya masalah ideologi dan perebutan pengaruh di Timur Tengah, konflik ini juga terjadi dalam ranah ekonomi. Arab Saudi dan Iran merupakan dua negara kunci dalam perdagangan minyak global. Akibat dari konflik ini saja, yang belum mengarah pada peperangan terbuka, membuat  harga minyak dunia naik. Sangat dikhawatirkan jika konflik terjadi pada arah peperangan antarnegara, harga minyak dunia akan melonjak drastis. Melonjaknya harga minyak ini tidak menutup kemungkinan akan membawa konflik yang lebih lanjut. Apalagi, banyak negara yang memiliki kepentingan bisnis minyak di Timur Tengah. China, Russia, dan tentunya Amerika memiliki kepentingan dalam bisnis minyak dunia dan Timur Tengah.

Beberapa waktu lalu, Russia sempat menawarkan bantuannya untuk menjadi penengah dalam konflik ini, namun kemudian ditentang oleh Amerika. Tidak mengherankan, karena beberapa waktu lalu Russia sempat berkonflik dengan Turki di Suriah. Hubungan kedua negara sempat memburuk hingga membuat NATO ikut turut andil. Meski demikian, tidak sampai pada peperangan terbuka antar kedua negara meski sempat terjadi penembakan pesawat Russia oleh militer Turki. Hal ini ditakutkan dapat merembet pada  konflik kali ini karena Turki berada di belakang Arab Saudi.

Sebenarnya, konflik antara Saudi dan Iran ini sangat disayangkan karena dapat mengaburkan konflik besar lain di Timur Tengah. Konflik Israel-Palestina, konflik Suriah, dan perlawanan terhadap ISIS dapat menjadi bias fokus karena adanya konflik antara Saudi dan Iran ini. Selain itu, konflik ini juga dapat menimbulkan friksi di antara umat Islam karena kedua negara ini merepresentasikan Sunni dan Syiah. Kekhawatiran lainnya jika konflik ini tidak dihentikan dapat membuat terjadinya perang minyak di kedua negeri petrodollar ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun