Mohon tunggu...
Fadhel Achmad
Fadhel Achmad Mohon Tunggu... -

smart, fungkeh dan radikal

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ciliwung.. nasibmu kini..!! Tak terselamatkan dengan restorasi yang tak tepat..!!

3 Januari 2013   16:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:33 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1357229916346586452

Pinggir kali Ciliwung, Kebon pala, Jaktim. Menyikapi pemilihan pembangunan yang digadang-gadangkan oleh Balthasar Kambuaya Yang menduduki posisi jabatan menteri lingkungan hidup, yang membangun kerja sama dengan pemerintah korea. Dianggap sebagai sebuah solusi terhadap problematika Ciliwung yang tidak pernah terselesaikan, dan harus menggelontorkan dana 91 miliar rupiah dianggap jalan yang cocok oleh pemerintah melalui KLH untuk restorisasi dan pengelolaan Ciliwung selama 30 bulan project. Program yang dianggap cocok oleh pemerintah melalui KLH, yang dianggap lembaga yang memang mempunyai kewenangan untuk pengeloaan lingkungan mendapatkan banyak respon dari para penggiat Ciliwung. Salah satunya adalah ibu Rita Mustikasari, penggiat Ciliwung dari kota hujan ini mengomentari pemilihan pelaksanaan project yang sangat memakan biaya besar ini dianggap kurang adaptif yang juga tidak menyasar kepada masyarakat yang menggunakan air sungai Ciliwung setiap hari (warga bantaran sungai). Aliran air sungai Ciliwung ruas Istiqlal merupakan aliran asli yang diubah oleh pemerintahan Batavia pada tahun 1922 dengan membangun pintu air Manggarai dan banjir kanal barat. Alasan pembangunan ini dikarnakan pada tahun 1918 Batavia dilada banjir besar dan melumpuhkan perekonomian Batavia selama banjir. pasca pembangunan banjir kanal barat Ciliwung, aliran ini sekarang dapat kita lihat sebagai tempat pembuangan sampah besar. Coba saja telusuri aliran asli ini dari pintu air Manggarai sampai muara sungai. Pemilihan lokasi Istiqlal tentu saja dianggap kurang tepat, karna sumber masalah pencemaran tidak berada diwilayah tersebut. Pada ruas ini kita akan lebih banyak menemukan bangunan tinngi pencakar langit yang sayangnya tidak memiliki keinginan mengolah limbah dari para karyawan yang dihasilkannya setiap hari. Berdasarkan data yang dikutip pada artikel koran tempo, Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia sudah menyusun rencana restorasi Sungai Ciliwung 2010-2030. Data kementerian ini menunjukkan bahwa penurunan kualitas air sungai terbesar diakibatkan oleh limbah domestik, yakni 80 persen. Sisanya, berasal dari usaha skala kecil (peternakan dan pertanian) dan kegiatan industri. Sampah juga jadi penyumbang menurunnya kualitas air. Dalam artikel tersebut kita dapat melihat bahwa 80 persen pencemaran berasal dari rumah tangga yang juga menghasilkan sampah, yang kemudian dibuang ke sungai yang ada di belakang rumah mereka. Berdasarkan data tersebut, seharusnya pemerintah membuat program yang lebih adaptif lagi. Yaitu, dengan cara membangun partisipasi masyarakat yang tinggal dibantaran sungai sebagai langkah awal untuk pengelolaan sungai, khususnya sungai Ciliwung melalui pemberian imbal jasa bagi kelompok masyarakat yang sudah melakukan pengelolaan lingkungan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan sehingga pepatah bijak mengenai Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, menjadi budaya yang kembali dijalankan oleh KLH sebagai lembaga yang dipercaya oleh negara untuk urusan pengelolaan lingkungan. Adapun langkah kerja yang dapat disusun adalah : - Pemetaan ulang potensi Ciliwung, masalah dan solusi yang adaptif pada tiap segmen. pendekatan ini dapat dibangun bersama antara pemerintah, komunitas dan masyarakat dengan cara mengedukasi masyarakat untuk pemetaan partisipatif pada wilayah yang telah didampingi oleh komunitas, penggiat lingkungan, NGO, maupun element lainnya yaitu TNI yang juga fokus terhadap isu "go green". Namun tersesat di jalan yang benar. - Dampingi dan fasilitasi kelompok masyarakat yang sudah melakukan pengelolaan lingkungan. Dengan cara memfasilitasi pengelolaan masalah berdasarkan sumbernya masing-masing, dianggap dapat menghadirkan solusi untuk pemecahan masalah dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah maupun segmen yang ada di sungai Ciliwung. - Tinjau ulang proyek pemasangan instalasi pengolahan limbah yang direncanakan di Istiqlal, yaitu dengan cara dipindah dan dipasang sebelum pintu air Manggarai, pemasangan IPAL dengan biaya yang cukup besar tidak akan tepat jika solusi yang diambil tanpa keterlibatan kelompok masyarakat dan air sungai yang telah mendapatkan treatmen untuk restorisasi sungai dapat disalurkan kembali ke aliran asli sungai Ciliwung dan banjir kanal barat. - Memfungsikan kembali aliran asli Ciliwung yang saat ini nasibnya lebih tragis dari pada Ciliwung pada aliran kanal barat yang dibuat pemerintah Batavia saat itu, aliran asli Ciliwung kini tidak jauh beda seperti saluran air saja. Pada aliran asli ini. kita dapat mengamati bahwa tidak ada kehidupan pada sungai Ciliwung dikarnakan fungsi sungai secara ekologis sudah berubah karna pada aliran asli ini sudah terbentang panjang turap yang ternyata tidak memberikan toleransi pada ekologi sungai. Jika kita coba merunut sejarah Ciliwung dulu dan kini. Kita dapat memahami bahwa aliran sungai yang sekarang ada bukanlah aliran asli Ciliwung. Pengelolaan aliran sungai Ciliwung pada masa jaman pemerintah kolonial pada tahun 1918 dikarnakan banjir besar melanda Batavia sehingga menyebabkan kelumpuhan perekonomian Batavia saat itu sehinggga pada tahun 1919 - 1920 dibuat perencanaan pengelolaan sungai Ciliwung oleh Prof H van Breen dari Burgelijke Openbare Werken atau disingkat BOW. Hasil dari rencana tersebut dapat kita lihat dari pintu air Manggarai - kawasan selatan Batavia yang kini bernama Muara Angke. Proses Pembangunan saluran banjir Kanal Banjir Barat, atau juga sering disebut Kali Malang (Barat) ini dimulai tahun 1922, dengan bagian hulu berawal dari daerah Manggarai ke arah barat melewati Pasar Rumput, Dukuh Atas, lalu membelok ke arah barat laut di daerah Karet Kubur. Selanjutnya ke arah Tanah Abang, Tomang, Grogol, Pademangan, dan berakhir di sebuah reservoar di muara, di daerah Pluit (http://id.m.wikipedia.org/wiki/Banjir_Kanal_Jakarta) . Jika saja pemerintah kita yang berperan sebagai pengelola lingkungan melaui Kementerian lingkungan hidup mau mendengar dan mengapresiasi suara komunitas, masyarakat dan para penggiat Ciliwung. Maka proyek restorasi sungai Ciliwung dapat dianggap cocok bahkan adaptif karna penyelesaian masalah sungai Ciliwung diambil dari orang-orang yang memang memilih kesehariannya sebagai pengguna maupun penggiat Ciliwung. Jika perencanaan restorasi sungai Ciliwung dan juga pengelolaan jauh dari sumber masalah itu ada, maka bersiaplah pada tahun-tahun berikutnya Ciliwung mengamuk dan meminta dana yang lebih besar lagi karna program yang selalu dibuat tidaklah pernah cocok. Dengan mengedepankan edukasi kelompok masyarakat untuk pengelolaan Ciliwung pada tiap segmen harus menjadi prioritas pemerintah, baik pemerintah daerah yaitu pemprop DKI, dan Jawa Barat. Maupun pemerintahan pusat yaitu; Kementerian Lingkungan, Kemeterian PU, dan Kementerian perumahan rakyat. Sebagai jalan peretas restorasi sungai Ciliwung yang tepat pada sasaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun