Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Perubahan Pola Asuh Jadi Solusi Atasi Masalah yang Dihadapi Anak

15 September 2017   00:21 Diperbarui: 15 September 2017   13:21 3583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: http://www.malatyaguncel.com

source: nationalgeographic.co.id
source: nationalgeographic.co.id
Ini biasanya terjadi pada anak yang memiliki dua orang tua yang sama-sama sibuk. Ayahnya sibuk kerja, ibunya pun sibuk bekerja. Kalau pun ibunya tidak bekerja, umumnya punya kesibukan lain. Misalnya sibuk arisan atau sibuk bersosialita. Akibatnya, anak lebih banyak mendapat kasih sayang dari benda lain, misalnya smartphone atau televisi.

Coba diingat, pernahkah Anda sebagai orang tua, lebih memilih memberikan anak gadget ketimbang anak keluyuran atau bertindak yang aneh-aneh. Lebih senang melihat anak duduk anteng tenang menatap layar smartphone, sehingga sebagai orang tua bisa bebas melakukan apa saja. Kalau sudah seperti ini, maka jangan heran jika anak memiliki orang tua baru, bernama smartphone.   

Seperti sudah saya tuliskan sebelumnya, umumnya anak yang bermasalah karena kekurangan perhatian. Baterai kasih sayang anak umumnya dibiarkan kosong sehingga anak menjadi mudah cemas dan sulit konsentrasi.

Penyebab lain biasanya karena anak kesepian karena orang tuanya sibuk bekerja, serta perhatian anak terpecah antara ingin belajar dan main gadget. Persoalan lain adalah anak merasa tidak berdaya karena tidak ada kehadiran orang tuanya dalam hidup mereka untuk membantu mengatasi masalahnya.

Hal lain yang juga terkadang menjadi masalah adalah, kondisi di rumah kurang representative untuk belajar. Misalnya, saat anak disuruh belajar, orang tuanya justru menonton televisi atau bermain smartphone. Anak tidak punya tempat belajar khusus.

Bisa juga disebabkan orangtua yang sering bertengkar sehingga membuat anak tidak nyaman bahkan trauma melihat pemandangan tidak nyaman tersebut.


Penyebab lain, orang tua terkadang tidak sadar memberikan program kurang tepat dan disampaikan berulang-ulang. Misalnya kalimat, "anak ini nakal", "anaknya malas", "anaknya susah konsentrasi", dan berbagai kalimat negatif yang diucapkan berulang-ulang. Secara tidak disadari, kalimat itu justru menjadi program yang masuk ke dalam pikiran bawah sadar anak dan berjalan dengan baik.

Kembali ke masalah anak di atas tadi. Salah satu hal yang sulit dikendalikan adalah ketergantungan smartphone. Sang ibu pun mengakui, sejak kecil usia 3 tahun, sudah dibiarkan pegang gadget, dengan alasan biar tidak merepotkan. Nyatanya, kebiasaan ini berlanjut sampai dewasa dan anak menjadi sulit belajar dan susah dikendalikan.

Dari penjelasan yang saya sampaikan, sang ibu akhirnya mengakui, banyak pola asuh yang kurang tepat. Di antaranya terlalu permisif dan tidak disiplin dalam memberikan perintah. Ketegasan dan kejelasan dalam memberikan perintah pada anak sangat diperlukan.

Maka, ibu dari anak ini diingatkan kembali untuk tegas dan terukur terhadap anaknya. Terkait smartphone, yang perlu dilakukan adalah harus "membeli" smartphone itu dari anaknya. Tentu harus benar-benar diberi uang, dan diarahkan untuk ditabung. Supaya apa? Agar status kepemilikan smartphone berpindah dari milik anak, menjadi milik orang tuanya. Maka sejak itu, smartphone bukan lagi milik anak, namun bisa dipakai dengan sistem pinjam. Karena pinjam, maka sudah bisa ada ketegasan aturan yang perlu diterapkan. Ketika anak melanggar, maka status pinjamnya bisa dicabut. Hal ini jelas tidak bisa dilakukan kalau status smartphone masih milik anak.

Lagi pula, jika tetap mengambil smartphone sebelum dilakukan "pembelian'" maka sama saja orang tua sedang mengajarkan pada anak, boleh merampas barang milik orang lain.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun