Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Makan Nasi ala Turki

7 Juni 2017   11:57 Diperbarui: 7 Juni 2017   14:53 2617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
makan nasi di Turki (dok.Ferhat)

Nasi adalah makanan pokok dan makanan 'wajib' di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Sedangkan  negara-negara Eropa, atau negara-negara Barat, termasuk Turki tidak tergantung pada nasi. Di sana. makanan wajib adalah roti (saya sudah sering menuliskannya).  Jadi merupakan kebalikannya dari kita di sini. Di Indonesia, roti adalah makanan selingan atau sebagai teman minum teh dan kopi.

Namun bukan berarti tidak ada beras atau nasi dijual di sana. Memang beras adalah termasuk bahan makanan yang langka. Dahulu bahkan sulit sekali ditemukan. Sekarang kita bisa mencarinya di super market terdekat yang ada di seluruh kota-kota Turki. Beras ini diimpor dari negara-negara tropis, terutama dari Asia Tenggara. Maklum, tidak ada sawah di wilayah negara yang memiliki empat musim. Beras ini, dijamin memiliki mutu yang bagus, nyaris tidak ada beras 'pera' di sini.

Orang Turki tetap menjadikan roti sebagai makanan utama, nasi hanyalah makanan yang kadang-kadang disajikan jika lagi 'kepingin'. Tidak semua orang Turki menyukai nasi, sebagian sama sekali tidak tertarik menyediakan nasi di rumahnya. Sementara roti dalam berbagai bentuk dan olahan selalu ada sebagai stok makanan sehari-hari. Dalam bahasa Turki, nasi disebut pilav.

Kebetulan dalam 'keluarga' saya, kadang-kadang ada nasi, karena mereka tahu saya suka makan nasi. Hanya saja cara memasak nasi mereka juga agak berbeda dengan kita. Kalau di Indonesia, beras pasti dicuci terlebih dahulu agar bersih dari debu. Namun di rumah 'keluarga' saya, beras tidak dicuci. Saya melihat mereka hanya merebus air sampai mendidih, lalu beras dicemplungkan secukupnya. Jadi, ukuran tanak tidaknya nasi menjadi absurd. Di lidah serasa kenyal-kenyal seperti kurang matang.

Lauk yang menjadi teman nasi, sama juga dengan isi teman roti-roti tersebut. Ada sayuran seperti selada, buncis, timun dan tomat. Selebihnya adalah telur dan daging yang dimasak dengan berbagai resep. Zaitun, potongan keju dan yoghurt tetap lazim ada di atas meja. Seringkali nasi tidak ditempatkan dalam wadah khusus, tetapi pancinya yang langsung dibawa dan diletakkan bersamaan dengan makanan-makanan lainnya.

Sayangnya, memakan nasi bisa menjadi kebiasaan buruk. Lho kenapa? Masalahnya, karena dianggap sebagai makanan selingan maka seakan makan nasi belum mengenyangkan dan memuaskan  bagi orang Turki. Jadi, walau sudah makan nasi dengan berbagai lauk, sesudah itu mereka akan makan roti juga dengan lauk-lauk tersebut. Bagi saya itu berarti makan dua kali. Inilah yang menambah potensi obesitas, karena kebanyakan karbohidrat yang dimakan, nasi dan roti.

Ada salah seorang teman, suaminya orang Turki. Mereka tinggal di tengah kota Istanbul. Semula, suaminya belum menyukai nasi sebagai makanan pokok keluarga. Namun karena istrinya orang Indonesia yang senang makan nasi, lama kelamaan ia juga menyukai nasi. Nah, kebiasaan dia, makan nasi juga makan roti. Istrinya kemudian terus mengingatkan agar memilih salah satu, makan nasi atau makan roti. Jika sudah makan nasi, tidak usah makan roti. Begitu pula kebalikannya, jika sudah makan roti, jangan makan nasi. kalau kebanyakan asupan karbohidrat akan memacu kegemukan karena karbohidrat mengandung glukosa tinggi.

Porsi makanan orang Turki memang jauh lebih besar dari orang Indonesia. Ini mungkin disebabkan karena perawakan tubuh mereka rata-rata tinggi besar. Saya sering dibilang belum makanan, karena melihat porsi makan saya yang sedikit. Kadang mereka memaksa agar saya makan lebih banyak. Tapi bagaimana lagi, saya kan sudah merasa kenyang. Perut tropis ini terbatas penampungannya.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun