Menurut Syaikh Muhammad Naquib Al-Atas, pendidikan merupakan suatu proses penanaman sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penanaman secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan itu sendiri. Seperti halnya dalam proses penurunan Al Qur’an yang menempuh jalan bertahap dalam menentang akidah-akidah rusak dan tradisi-tradisi berbahaya dan memberantas segala bentuk kemungkaran yang dilakukan oleh umat manusia pada masa pra Islam (Jahiliyyah).
Ibnu Khaldun pun menghendaki bahwa seorang pendidik diharuskan memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan kerja akal secara bertahap, dan Ibnu Khaldun menganjurkan agar pendidik menggunakan metode mengajar yang menyesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan peserta didik. Ibnu Khaldun memandang peserta didik sebagai yang belajar (muta’alim) atau seorang anak yang perlu bimbingan (wildan).
Di sini Al Qur’an juga menggunakan cara bertahap dalam menancapkan akidah yang benar, ibadah, hukum, ajaran kepada etika luhur dan membangkitkan keberanian orang-orang yang berada disekitar Rasulullah agar selalu bersabar dan berteguh hati. Dalam semua hal itulah, Rasulullah menjelaskan Al Qur’an Al Karim, memberikan fatwa kepada manusia, melerai pihak-pihak yang bersengketa, menegakkan hukuman dan mempratekkan ajaran-ajaran Al Qur’an, semua itu merupakan sunah.
Sedangkan dalam perspektif hadits, bertahap dalam menanamkan pendidikan disebutkan dalam sebuah hadist sebagai berikut;
مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع واضربوهم عليها وهم أبناء عشر، وفرقوا بينهم في المضاجع
Artinya:
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh tahun tidak mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka di tempat Ptidurnya.”(hadits hasan diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang hasan)
Dapat kita ambil satu landasan penting yang memberikan dampak positif pada jiwa anak, yaitu bertahap dan tidak memberikan sesuatu secara sekaligus. Setiap tahapan memiliki waktunya masing-masing. Seperti bagaimana tahapan dalam mengajarkan shalat kepada anak yaitu sebagai berikut:.[1]
- Tahap pertama: dimulai dari pertama kali si anak dapat berjalan dan dapat berbicara sampai usia tujuh tahun, yaitu tahapan menyasikkan, ketika si anak menyaksikan kedua orangtuanya mengerjakan sholat dan dia pun menirunya. Apabila kedua orangtuanya melatih untuk shalat, maka itu adalah kebaikan ganda.
- Tahap kedua; tahap perintah, dari usia tujuh tahun hingga usia sepuuh tahun, ketika kedua orangtua memerintahkan si anak untuk mengerjakan shalat.
- Tahap ketiga; tahapan hukuman, dari usia sepuluh tahun sampai seterusnya. Dalam tahap ini orangtua memukul anaknya apabila tidak mengerjakan shalat.
Bertahap dalam melakukan setiap langkah ini memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam menumbuhkan jiwa anak. Maka, pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan/pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan/pertumbuhannya.
Sumber Rujukan:
[1]Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Prophetic Parenting: Cara Nabi SAW Mendidik Anak, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2009), hlm. 206