Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hangatnya Menjalin Persahabatan dengan Dokter Keluarga

24 November 2017   05:24 Diperbarui: 24 November 2017   18:57 2564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: medscape.com

Mungkin saya pemegang rekor terlama sebagai pasien dokter J. Kohar. Sudah lebih dari 28 tahun. Seumuran dengan putri sulung saya. Mengapa saya betah menjadi pasien beliau? Inilah catatan kecil tentang "persahabatan" kami.

Saya mengenal beliau dari suami. Ketika itu pasca melahirkan anak pertama, saya mengalami blooding dan harus menjalani penanganan dokter. Suami mengantar saya ke sebuah rumah praktik dokter yang letaknya jauh di tengah kota. Dari situlah saya mengenal sosok dokter Kohar yang meski sudah berumur tetap terlihat awet muda dan energik.

Pertemuan antara keluarga saya dan dokter keturunan China ini terus berlanjut. Setiap ada anak atau anggota keluarga yang sakit, kami (saya dan suami) selalu membawa berobat kepadanya. Tanpa sadar kami sudah mengangkatnya sebagai dokter keluarga. Bahkan saya tidak segan merekomendasikannya kepada teman-teman atau tetangga yang membutuhkan saat mereka sakit.

Mengapa saya memilih setia berobat kepada dokter J. Kohar? Salah satu alasannya adalah dokter J. Kohar memperlakukan kami sedemikian friendly. Beliau sangat perhatian, teliti, tidak segan memberitahu, mengingatkan dan bahkan mengomel jika saya abai terhadap kesehatan. Berkonsultasi dengan beliau seakan berbincang dengan ayah sendiri.

Menjadi tempat curhat pertama saya
Boleh dikata dokter Kohar adalah tempat curhat saya yang pertama dan paling aman. Saya tidak segan mengemukakan segala problematik hidup saya. Tentang kegagalan rumah tangga saya, tentang perkembangan mental anak-anak saya, juga tentang hal-hal pribadi yang menjadi rahasia saya.

Ada kisah yang tidak pernah saya lupakan. Ketika suatu hari, tujuh belas tahun silam, saya mengunjunginya dan mengeluh tentang kehamilan anak keempat. Saya sempat menangis, ingin menggugurkan kandungan tersebab ada suatu hal. Dokter mendengar keluhan saya dengan sabar. Sembari memegang telapak tangan saya beliau berkata, "Aku akan memberimu obat".

Mendengar itu saya merasa tenang. Saya minum obat yang beliau berikan. Berharap saya tidak jadi hamil. Tapi belakangan saya ketahui, bahwa obat yang beliau berikan adalah vitamin untuk kesehatan janin dan penguat rahim saya. Saya bersyukur, dokter sudah menghindarkan saya dari dosa dan juga menyelamatkan bayi saya dengan caranya sendiri.

Kisah lainnya adalah ketika saya mengalami musibah yang nyaris membuat saya kehilangan nyawa. Saya tersengat aliran listrik bertegangan tinggi. Usai terselamatkan saya menemui dokter di tempat prakteknya dalam keadaan kacau. Dokter J. Kohar tampak sangat terkejut. Diperiksanya telapak tangan saya seraya berucap, "Tuhan sangat sayang padamu. Banyak kejadian orang tidak terselamatkan ketika tersengat listrik, apalagi yang bertegangan tinggi. Itu menunjukkan bahwa Tuhan masih mempercayaimu untuk mengasuh dan merawat anak-anakmu."

Juga---ketika suatu hari saya datang bersama luka-luka di sekujur tubuh saya, dokter Kohar dengan sabar dan telaten mengobati saya. Tentu saja beliau tahu saya berbohong saat mengatakan saya terjatuh dari motor. Beliau tidak memarahi saya, hanya mengatakan, "Ini bukan luka akibat terjatuh." Matanya yang sipit menatap saya, meminta saya untuk berkata jujur.

Petuah untuk Si Kecil
Bungsu saya memiliki tubuh yang sangat rentan. Sejak kecil ia selalu sakit-sakitan. Mudah terinfeksi bakteri dan gampang terserang penyakit terutama di setiap pergantian musim. Hal ini membuat dia sering absen tidak masuk sekolah. Dalam sebulan bisa dihitung dengan jari berapa kali ia mengikuti pelajaran.

Apa tanggapan dokter Kohar terhadap kondisi si bungsu yang demikian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun