BESOK, senin, 14 Oktober 2019, adalah tengat waktu atau deadline yang diberikan oleh sejumlah mahasiswa yang mengadakan pertemuan dengan Kepala Staff Kepresidenan (KSP), Moeldoko pada awal-awal bulan lalu.Â
Dalam pertemuan yang beragenda mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera mengeluarkan atau menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pembetantasan Korupsi (KPK).
Adalah Dino Ardhiansyah, Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti, salah satu mahasiswa yang menggelar pertemuan dengan Moeldoko, mengancam bakal kembali melakukan aksi turun ke jalan dengan jumlah mahasiswa yang jauh lebih besar, jika Presiden Jokowi tidak membuat jejak pendapat tentang penerbitan Perppu KPK dan tidak memberikan statement apapun terkait Perppu KPK dimaksud.
Seperti diketahui, tuntutan mahasiswa untuk segera diterbitkannya Perppu telah berlangsung sejak bulan lalu. Terutama, paska disahkannya Revisi Undang-Undang (RUU) KPK oleh DPR RI periode 2014-2019 bersama-sama pemerintah.
Bahkan dalam menuntut dicabutnya UU KPK versi revisi yang juga berbarengan dengan tuntutan dibatalkannya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dianggap sarat kontroversi tersebut sempat merenggut korban jiwa, atas nama Ilmawan Randy (21) dan Muhamad Yusuf Kardawi (19).Â
Keduanya adalah mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) yang gugur akibat bentrok dengan aparat kepolisian pada saat terjadi aksi massa di depan gedung DPRD Kendari, Salawesi Tenggara. Bahkan, kabar teranyar, ada satu lagi korban meninggal, seorang pelajar atas nama Akbar Alamsyah.Â
Dia meninggal setelah beberapa waktunya lamanya di rawat di RSPAD Gatot Soebroto akibat mendapat luka yang yang cukup parah paska demo di gedung DPR.
Kembali pada judul tulisan, terkait ancaman mahasiswa ini ditanggapi beragam. Salah satunya, datang dari Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staff Presiden, Ali Mochtar Ngabalin.Â
Seperti dilansir Detiknews.com, Ali mengatakan, Mahasiswa adalah kaum intelektual yang tidak sepatutnya main ancam. Menurut Ngabalin, mahasiswa seharusnya berdiskusi menggunakan nalar dan hati yang tenang. Tidak membiasakan diri untuk asal mengancam.
"Mahasiswa sebagai generasi baru, masyarakat intelektual berdiskusi dengan nalar, hati, dan pikiran yang bagus apalagi berdiskusi dengan kepala staf presiden RI. Itulah sebabnya saya ingin katakan, gunakan narasi yang bagus. Ruang-ruang diskusinya pakai pikiran dan hati karena yang sedang dipikirkan itu adalah masa depan bangsa dan negara untuk 270 juta rakyat Indonesia," ucapnya.
Menurut penulis, apa yang dihimbau Ali Mochtar Ngabalin yang layaknya seorang begawan kebajikan ini rasanya tidak akan berdampak pada niatan mahasiswa guna menggelar aksi demo yang jauh lebih besar, jika segala tuntutannya tidak segera ditanggapi.