"Hei cungkring, awas badanmu terbang..! Angin gede banget, ha..ha..ha.." Ejek salah seorang pemuda yang tengah nongkrong di sebuah warung, disambut gelak tawa teman-teman nongkrong lainnya.
Badrun biasa di bully temannya dengan julukan cungkring. Kebetulan waktu itu sedang melintas depan warung. Meski di bully, tak ada reaksi apapun, hanya diam seribu bahasa. Melawan juga percuma. Para pemuda sepantaran yang membully-nya tadi rata-rata bertubuh besar, meski tak bisa disebut proporsional. Sebaliknya, Badrun bertubuh tinggi dan kurus, ibarat kata hanya tulang dibungkus kulit. Betapa tidak, dengan tinggi badan mencapai 170 centi meter, berat badannya cuma 40 kilo. Sungguh fostur tubuh yang jauh dari kata ideal.Â
Tak hanya sering di bully, pemuda yang baru masuk semester I ini dikucilkan dari pergaulan teman-teman sebaya. Badrun yang juga kutu buku, dan rajin ibadah dianggap tak sefaham dengan pergaulan di kampung tersebut. Sarat dengan prilaku menyimpang dan jauh dari norma dan etika.
"Kenapa lo diem kring (cungkring)?" Cepat pegangan, angin makin gede tuh..!" Takutnya lo entar terbang kaya layangan putus, ha..ha..ha" Ejek si pemuda tadi lagi. Kembali di susul gelak tawa kawan-kawannya yang lain.
Meski sakit hati, Badrun tetap diam dan bergegas pulang.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsallam. Eh kamu udah pulang nak" Â Sahut ibu Badrun.
"Iya bu" Sahut Badrun, cemberut.
"Kenapa mukanya ditekuk gitu?" Jelek ah......!"
"Biasa bu, Badrun udah kena bully lagi sama teman sekampung. Badrun sakit bu...!"
"Sabar ya nak...! Coba kalau bapakmu masih ada. Mereka tak akan berani ledekin kamu terus" tutur ibu Badrun lirih.