Mohon tunggu...
Ekri Pranata Ferdinand Baifeto
Ekri Pranata Ferdinand Baifeto Mohon Tunggu... Human Resources - Timor Tengah Selatan

Seorang pengagum berat Cristiano Ronaldo dan pemakan segala kacuali durian. Menyelesaikan studi S1 Pendidikan Fisika di Institut Pendidikan SoE, S2 Pendidikan Fisika di Universitas Pendidikan Indonesia, dan saat ini sedang menempuh studi doktoral (S3) di Universitas Pendidikan Indonesia serta Magister Ministry Marketplace (S2) di Sekolah Tinggi Theologi Bandung. Menyukai banyak hal; sains, musik, sepak bola, seni, dan lain-lain.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kisah Rafadan dan Corona, Rasa Kemanusiaan yang Hilang

22 Mei 2020   01:37 Diperbarui: 22 Mei 2020   02:57 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia kembali dibuat kaget dengan kasus pasien yang meninggal karena ditolak oleh pihak rumah sakit. Korbannya bahkan sama sekali bukan pasien penderita Covid-19.

Namanya Rafadan, bocah kecil berusia 4 tahun, warga Dusun Wara Kolam Sembilan, Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Ambon. Bocah kecil ini meniggal lantaran ditolak dirawat oleh pihak rumah sakit. Tidak tanggung-tanggung, bahkan empat rumah sakit sekaligus yang menolak merawat Rafadan. Sebagian besar alasan penolakan adalah karena Covid-19.

Rafadan merupakan penderita anemia aplastik, penyakit langka akibat kelainan pada sumsum tulang. Kelainan ini mengakibatkan organ tersebut tidak dapat menghasilkan sel darah dalam jumlah yang cukup; baik itu sel darah merah, sel darah putih, trombosit, atau bisa ketiganya sekaligus.

Beberapa rumah sakit yang menolak Rafadan antara lain RS Al Fatah (menyuruh untuk rapid test di luar), Rumah Sakit Tentara (penolakan lantaran dokter anak tengah melakukan perjalanan dinas), RS Sumber Hidup GMP (menolak karena RS dalam proses sterilisasi Corona), dan RSUD Halussy (RS ditutup karena perawat terinfeksi Covid-19). Rafadan akhirnya menghembuskan napas terakhirnya di tengah jalan setelah kembali akan dibawa ke RS Bhayangkara untuk mendapatkan pertolongan.

Kisah pilu ini bukan pertama kalinya terjadi semenjak pandemi Corona merebak di Indonesia. Kasus Rafadan merupakan kasus kesekian kalinya dan yang sempat diliput oleh media.

Dilansir dari CNNIndonesia.com, orang tua korban mengatakan bahwa Rafadan benar-benar membutuhkan perawatan, tapi pengobatan terkendala Corona. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pihak RS menyuruh pasien untuk rapid test dulu di luar baru bisa dirawat di RS tersebut kerena RS tersebut tidak memiliki alat rapid test cepat.

Rafadan mungkin satu dari sekian banyak pasien yang mengalami nasib serupa; ditolak karena alasan Corona—walaupun pasien bukan penderita Corona.

Kehadiran Covid-19 benar-benar merusak rasa kemanusiaan. Tidak ada lagi rasa kasihan, tidak ada lagi rasa iba, tidak ada lain yang lebih diutamakan selain Covid-19. Benar-benar miris dan menyedihkan.

Pihak rumah sakit mungkin bisa berdalih dengan alasan protokol (protokol Covid-19). Tetapi bagaimana dengan kasus kritis seperti penyakit Rafadan? Apakah harus tetap mengikuti protokol tersebut? Haruskah protokol Covid-19 diberlakukan untuk semua jenis penyakit? Bisa jadi akan ada Rafadan-Rafadan yang lainnya.

Seandainya pun protokol rumah sakit “harus” seperti itu, apakah tidak ada alternatif lain untuk menangani pasien seperti itu, misalnya dirawat di rumah dengan penanganan dokter atau ditangani sementara karena dalam kondisi kritis? Atau alternatif lain yang dapat dilakukan saat itu?—alih-alih dioper-operkan ke RS lain.

Dalam kasus penolakan Rafadan akibat harus rapid test terlebih dahulu, benar-benar miris. Keterlambatan penanganan berakibat fatal. Bocah cilik tersebut harus menghembuskan napas terakhirnya bukan karena Covid-19, tetapi akibat salah momentum dan protokol Covid-19—seandainya bocah Rafadan ditolong saat itu, mungkin takdir berkata lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun