Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Darah Indonesia" Emosi Netizen dan Masyarakat Baperan

27 November 2019   13:21 Diperbarui: 27 November 2019   13:40 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pernyataan Agnes Mo yang mengundang raksi netizen | instagram/agnesmo

Kalau melihat wajahku, tampaknya darahku tidak murni Indonesia, ada aliran China karena mataku sipit, jenggotku tumbuh mungkin ada keturunan Arab dari bulu-bulu di muka dan sedikit di dada. Kulitku sawo matang dan bisa jadi itu yang membuat aku PD disebut Jawa. Ah, Wathever  ngomongin "darah"

Siapa sih yang benar-benar asli Indonesia. Lihat muka dan wajah manusia Sangiran itu? lebih mendekati manusia purba mirip dengan yang dikatakan teori Darwin dari sejarah evolusi manusia. Manusia asli berwajah mirip "mon***t" dengan rahang kekar dan hidung yang lebih dalam dari rahang bawah.

Kenapa Netizen sekarang begitu mudah tercekat, gampang emosi dengan berita- berita yang hanya kelihatan di permukaan lewat judul- judul dari media yang cenderung provokatif. Emosi mudah menggelegak dan banyak orang merasa sok benar, sok pahlawan, sok nasionalis dan sok yang lain... Netizen gampang terhasut oleh berita media hanya lewat judul. Budaya cek dan ricek tidak dimiliki, yang ada hanya reaksi spontan yang digiring dari banyaknya pendapat yang beredar di masyarakat secara viral.

Hujatan terus meluncur, hanya karena mendengar broadcast di media sosial. Dengan garang menempatkan diri sebagai hakim, penghukum bagi orang yang terjebak dalam polemic entah pada pelecehan tokoh pemimpin, penistaan dan tentang kadar nasionalisme ketika wawancara seseorang"tokoh" dipotong sedemikian rupa sehingga terkesan sebagai "pengkhianat bangsa".

Kenapa banyak orang sekarang grusa-grusu atau terburu-buru dalam mengungkapkan pendapat di media sosial. Tanpa dipikir tanpa ditelaah langsung"menyemprot" dengan emosi tinggi. Lalu kemanakah sematan penduduk yang ramah tamah yang tutur katanya halus dan terkenal sopan santunnya. Bicara- bicara masalah masyarakat yang ramah sekarang isu toleransi kadang membuat jarak antar manusia. Ketika bicara agama masyarakat seperti terpisah dalam paham- paham yang membuat orang yang beda agama menjaga jarak.

Manusia-manusia yang rajin beribadah, rajin mengikuti kajian-kajian agama, temu alumni dari orang yang sepaham dengan konsep negara agama ramai- ramai menghujat orang yang ditengarai menghina, melecehkan. Sayapun masih terjebak dalam situasi emosional saat menanggapi sebuah kasus. Ada subyektifitas, ada keberpihakan yang muncul dari nurani.

Lebih emosional lagi jika tokoh, idola dilecehkan. Ada rasa marah, khekhi, kecewa dan perasaan ingin memaki yang spontan muncul begitu saja. Gelegak manusia yang merasa paling benar, paling suci dan paling sempurna dari yang lain. Yang sekarang terjadi di Indonesia adalah ketika sesumpekan hidup, masalah hidup seperti tidak habis-habisnya hadir, ada kerinduan untuk mengadu masalah dengan Tuhan, Sang Maha Pencipta Alam Semesta. 

Kedekatan manusia dengan Tuhan ingin diekpos, diperlihatkan. Ini Lho saya yang rajin beribadah, rajin berdoa, rajin mengikuti kajian-kajian keagamaan dengan sering berkumpul, mendengar kotbah di televisi, di tempat ibadah dan akhirnya menganggap pekerjaan bukanlah yang terpenting, berserah diri kepada Tuhan itu yang terpenting. 

Toh jika dekat dengan Tuhan walaupun doktrinnya harus membunuh keyakinan lain dilakukan. Apalagi bagi mereka yang rajin mengikuti kotbah pemuka agama yang kata-katanya mampu membius dan membuat mereka terpada tercuci otaknya dengan segala perkataannya. Untuk memiliki kebahagiaan dunia Akhirat ia rela menjadi pengantin, meledakkan diri karena janji "seseorang" bahwa dengan menjadi pengantin bom bunuh diri maka ia akan masuk surga ditemani bidadari-bidadari surga.

Pada titik tertentu agama-agama dunia seperti termabukkan dengan doktrin kaku yang dipahami manusia tanpa melihat sekelilingnya, hanya melihat diri sendiri, hanya melihat kelompoknya, cenderung alergi jika harus menginjak peribadatan agama lain, dan ogah bergaul dengan keyakinan yang beda.

Padahal lebih indah jika setiap manusia mencintai keberbedaan. Kebinnekaan itu sebuah keniscayaan. Tidak bisa dipungkiri, tidak bisa dihindari. Pada diri setiap manusia selalu muncul perbedaan, dalam pergaulan antar manusia selalu ada sudut pandang beda tiap manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun