Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Mantu Tetaplah Bukan Anak Kandung

17 September 2019   06:36 Diperbarui: 17 September 2019   07:05 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Barangkali ada yang pernah atau masih tinggal bersama bapak dan ibu mantu? Ataukah adakah diantara kita yang tinggal dengan anak mantu?

Di daerah kami, Manggarai, NTT, tinggal bersama bapa-ibu mantu merupakan pemandangan yang lumrah. Salah satu alasan adalah agar anak yang sudah berkeluarga itu bisa meneruskan warisan rumah keluarga. Karenanya, mereka juga bertanggung jawab pada keberadaan orangtua, seperti perawatan kepada orang tua di kala mereka sakit dan untuk kebutuhan lainnya.


Atas nama budaya dan agama, anak mantu dijadikan bagian dari keluarga. Dalam konteks budaya kami di Manggarai, seorang istri biasanya akan mengikuti suami. Kalau suaminya diminta untuk tinggal bersama orangtuanya, maka mau tidak mau sang istri mesti mengikuti sang suaminya tinggal bersama dengan keluarganya. Dengan ini pula, si perempuan diterima bukan hanya sebagai  istri dari salah satu anak, tetapi diterima sebagai seorang anak.

Meskipun demikian, saya kira masih ada gap antara bapa-ibu mantu dengan anak mantu yang sulit di jelaskan. Jarak itu biasanya terjadi dalam bentuk relasi di antara mereka. Seperti misal, jarak itu bisa berupa keengganan dan keseganan bapa-ibu mantu untuk menyuruh anak mantu melakukan hal tertentu.  

Atau juga saat anak mantu melakukan kesalahan, orangtua mantu cenderung menyuruh anaknya sendiri yang menegur anak mantu. Hemat saya, benang merah dari jarak ini tercipta karena anak mantu bukanlah anak kandung.

Bertolak dari pandangan seperti ini, saya kira orangtua mantu mesti menyadari hal ini. Boleh saja secara budaya dan agama, seseorang menjadi istri atau suami dari anaknya. Dia kemudian menjadi anak mantu. Tetapi lebih dari itu, orangtua juga harus tahu kalau dia bukanlah seorang anak kandung. Kalau anak kandung, pastinya orangtua mengenal baik karakternya. Karenanya, orangtua tahu bagaimana mendekati dan menasihati anaknya.

Beda sekali menasehati dan meminta sesuatu kepada anak kandung daripada anak mantu. Kepada anak kandung, biasanya orangtua bebas untuk menyampaikan apa yang diinginkan. Sementara kalau kepada anak mantu, kadangkala ada keraguan dan keengganan. Hal ini bisa dimengerti mengingat relasi yang sudah terbangun. Dengan anak kandung orangtua mempunyai kedekatan karena relasi sudah terbangun lama.

Sementara anak mantu hanya dikenal saat memasuki rumah keluarga dari suami/istri. Bagus juga kalau sang anak mengenal istri/suaminya dengan baik sehingga dia bisa menjadi jembatan di dalam keluarga. Dia bisa menjembatani istri/suaminya dengan orangtuanya.

Persoalannya, saat anak sendiri tidak mengenal pasangan hidupnya dengan baik. Saat ada persoalan yang disebabkan atau menimpa anak mantu dengan orangtuanya, maka sang anak bisa saja lebih memihak orangtua sendiri. Alhasil, anak mantu seolah berada di ujung tanduk saat tinggal di rumah orangtua mantu.

Salah satu sikap yang perlu dimiliki orangtua mantu adalah sikap pengertian. Mereka mesti mengerti kalau anak mantu belum dikenal dengan baik. Mereka butuh waktu untuk mengenal anak mantunya.

Karenanya, mesti berhati-hati dalam berelasi guna tidak menciptakan kesan yang memojokkan kehadiran anak mantu dan menjauhkan konflik dalam berelasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun