Dalam rangka memperingati 25 tahun penetapan Candi Borobudur dan Candi Prambanan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO, Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Kemdikbud, menyelenggarakan pameran foto bertema "Mencintai Warisan Dunia Melalui Fotografi”. Sesuai tahun peringatan, sebanyak 25 foto dipajang di Plaza Insan Berprestasi, Lantai 1 Gedung A, Kemdikbud, Jakarta. Pameran dibuka untuk umum selama dua hari, 29 dan 30 Agustus 2016, pukul 09.00-16.00 WIB.
Saya berkesempatan mengapresiasi pameran pada hari pertama. Berbagai foto Candi Borobudur ternyata lebih banyak terpajang daripada Candi Prambanan. Mulai dari penampakan awal Candi Borobudur, reruntuhan, pemugaran, peledakan, hingga terkena debu Merapi. Rangkaian ini berkesinambungan sehingga kita tahu perjalanan sejarah, termasuk derita, candi terbesar di Nusantara ini.
Dari foto-foto itu betapa tergambar Borobudur pernah menderita sengsara yang luar biasa. Reruntuhan batu dan bagian candi yang remuk menandakan Candi Borobudur pernah tidak terawat selama beberapa abad. Candi ini ditemukan pada abad ke-18. Pada awal abad ke-19, candi ini pernah dipugar oleh Th. Van Erp. Pemugaran sistematis pertama pasca kemerdekaan dilakukan oleh UNESCO pada 1974. Pada 1985 candi ini diledakkan oleh oknum tak bertanggung jawab. Beberapa bagian candi rusak. Itu yang saya tahu dan ingat.
Sebagai wartawan Kompas, Arbain Rambey berbicara tentang fotografi seni dan fotografi jurnalistik. Bidikannya tentang Candi Borobudur pernah menjadi headline di harian Kompas. Bahkan karyanya sering menghiasi kalender beberapa perusahaan swasta.
Arbain dalam presentasinya memperlihatkan sudut dan momen pengambilan Borobudur. Ada yang diambil dari bukit di dekatnya, ada dari tempat penginapan, dan ada pula dari restoran. Semuanya memang memiliki keunikan sendiri-sendiri. Arbain juga menguraikan foto yang 'biasa' dan foto yang 'tidak biasa'. Dengan kata lain, foto jurnalistik dan foto seni untuk dilombakan. Keduanya memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing.
Feri Latief sering menulis di majalah National Geographic Indonesia. Ia juga sering membantu instansi arkeologi. Dalam kesempatan itu, ia bercerita dan memutarkan video pendek tentang kegiatannya mengambil gambar lukisan cadas di berbagai gua di Kalimantan dan Indonesia Timur. Sebuah petualangan yang mengesankan karena harus terengah-engah mendaki bukit, berperahu di sungai-sungai eksotik, dan makan mie hampir saban hari.