Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cerita tentang Keramik dari Pameran Jejak Maritim Indonesia

27 Juli 2017   16:59 Diperbarui: 27 Juli 2017   17:57 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di mata para arkeolog, pecahan benda-benda kuno amat berharga. Apalagi benda-benda tersebut berupa keramik. Keramik merupakan artefak bertanggal mutlak. Artinya, dengan metode-metode tertentu, usia keramik dapat ditentukan. Terutama keramik Tiongkok yang pada berabad-abad lampau amat populer sebagai benda dagangan dan benda persembahan. Dengan demikian keramik kuno dapat memberi tarikh pada benda-benda lain yang berada pada konteks yang sama.

Entah mengapa banyak pecahan keramik berada di dalam tanah. Bahkan tergeletak di dasar perairan. Mungkin saja dibuang masyarakat kala itu karena sudah pecah. Bisa jadi karena pengaruh alam.  

Pecahan keramik dapat merekonstruksi sejarah kuno Indonesia. Itulah yang antara lain dikemukakan oleh Ery Soedewo, arkeolog dari Balai Arkeologi Sumatera Utara. Rabu, 26 Juli 2017 sore Ery berbicara dalam talk show untuk mengisi Pameran Jejak Maritim Indonesia di Botani Square, Bogor. Kegiatan Pameran Jejak Maritim Indonesia diselenggarakan pada 22 Juli-27 Juli 2017 sebagai rangkaian kegiatan Kongres Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) dan Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) pada 24 Juli-27 Juli 2017 di Hotel Novotel, Bogor.

Darat dan air

Para arkeolog tidak hanya meneliti di darat. Di perairan pun mereka sering melakukan kegiatan. Termasuk istilah air antara lain laut, sungai, dan danau. Dari kesemuanya, yang paling dikenal adalah arkeologi maritim. Sejak lama laut di Nusantara yang amat luas, sering disinggahi atau dilalui kapal layar asing. Umumnya mereka membawa barang dagangan. Banyak kapal kargo tenggelam di perairan Nusantara karena bencana alam, kerusakan teknis, menabrak karang, peperangan, dan sebab lain.

Pecahan keramik menjadi data arkeologi karena di dalamnya terkandung berbagai informasi (Foto: Rini Supriyatun)
Pecahan keramik menjadi data arkeologi karena di dalamnya terkandung berbagai informasi (Foto: Rini Supriyatun)
Adanya proses perdagangan, tentu membutuhkan bandar yang strategis. Ery Soedewo mengungkapkan, salah satu bandar kuno terdapat di Pulau Kampai. Pulau ini terletak di Pangkalan Susu, sekitar tiga jam perjalanan darat dari Medan. Dari Pangkalan Susu harus menyeberang dengan perahu motor sekitar 15 menit.  

Sore itu Ery bercerita di depan para pengunjung Mal Botani Square. Para pelajar sangat antusias mengikuti acara ini. Apalagi mendengar cerita Pulau Kampai pernah maju dan berkembang pada periode akhir Kerajaan Sriwijaya. Diperkirakan bandar kuno di Pulau Kampai berperan pada abad ke-11 hingga abad ke-16. Bukti itu diperkuat oleh kehadiran pecahan-pecahan keramik Tiongkok dari masa abad ke-11 hingga ke-14. Temuan arkeologi lainnya dari Pulau Kampai berupa manik-manik, koin dari masa Dinasti Song, benda logam, dan benda batu.

Pemukiman kuno

Menurut cerita Ery, kemungkinan Pulau Kampai merupakan permukiman kuno. Soalnya di lokasi ini terdapat sumber air tawar. Sebagai bandar dan permukiman, demikian tepatnya. Apalagi posisi Pulau Kampai berhadapan dengan jalur maritim di Selat Malaka.

Keberadaan Pulau Kampai, menurut Ery, tercatat dalam naskah kuno Nagarakretagama dari masa abad ke-14. Naskah itu berasal dari zaman Kerajaan Majapahit. Ternyata nama Kampai disebut pula oleh sumber asing dari Tiongkok yang berasal dari abad ke-12 dengan nama Chien-pi. Tentang kata Chien-pi, Groeneveldt menafsirkan Jambi, sementara Wolter menganggap Kampai.

John Anderson dalam misi perjalanannya ke Pesisir Timur Sumatera Utara pada 1823 menduga Kampai menjadi pusat perniagaan Inggris di daerah itu. Informasi dari Anderson kemudian diperdalam oleh McKinnon yang banyak meneliti keramik kuno. McKinnon memerkirakan nama Kampai diambil dari nama tumbuhan dalam Bahasa Melayu yakni Kumpai atau rumput kumpai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun