Mohon tunggu...
Dita Utami
Dita Utami Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga

ibu rumah tangga yang peduli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jadilah Pemersatu, Jangan Jadi Pemecah Belah

27 April 2017   07:53 Diperbarui: 27 April 2017   17:00 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersatu Kita Teguh - kompasiana.com

Indonesia merupakan salah satu negara dengan luas geografis yang sangat luas. Negara kepulauan ini, tidak hanya mempunyai ribuan pulau, tapi juga mempunyai banyak suku dan budaya di dalamnya. Karena itulah, para pendahulu merumuskan negara kesatuan bukan negara federal. Meski berbeda-beda dalam suku dan budaya, mereka tetap satu dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia. Dari Aceh, Sulawesi, Kalimantan, Jawa, hingga Papua, semuanya Indonesia. Berbangsa satu bangsa Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia.

Semangat untuk menjaga persatuan, terus dilakukan oleh para pendahulu. Ketika masa penjajahan, para pahlawan rela menyerahkan nyawanya untuk mempertahankan keutuhan Indonesia. Para ulama dan santri, juga berjuang mempertahankan Indonesia, untuk mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Upaya yang dilakukah oleh para pendahulu ini patut dijadikan teladan. Meski saat ini sudah hidup di era yang berbeda, semangat untuk tetap menyelamatkan Indonesia dari segala jenis ancaman harus terus dilakukan.

Saat ini, Indonesia memang telah bebas dari penjajahan secara fisik. Namun penjajahan dalam bentuk ideologi masih terjadi. Propaganda radikalisme yang digulirkan kelompok radikal, seperti tidak ada habisnya. Mereka terus saja melakukan regenerasi dan mencari korban-korban baru. Agama yang seharusnya bisa menjadi penyejuk dan persatuan, justru digunakan sebagai ‘media’ untuk menebar ketakutan. Aktifitas yang mereka lakukan diklaim sebagai bagian dari perjuangan menegakkan kebenaran. Ironisnya, hal itu dibungkus dalam aktifitas keberagaman.

Yang terjadi akhirnya kekerasan atas nama agama masih saja terjadi, bahkan cenderung mengalami peningkatan. Mayoritas merasa paling benar, dan terus menekan minoritas. Sementara yang minoritas, merasa tidak ada ruang untuk bebas untuk beribadah. Padahal, negara melalui konstitusi menjamin setiap warga negara, untuk bebas memeluk dan beribadah berdasarkan agama dan keyakinannya. Namun kenyataannya, hingga saat ini, diskriminasi, kebencian, dan kekerasan atas nama agama masih terjadi.

Saatnya kita introspeksi diri. Saatnya kita lupakan kepentingan sesaat, yang bisa merusak keutuhan kita dalam berbangsa dan bernegara. Ujaran kebencian, intoleransi merupakan bibit dari radikalisme. Sedangkan radikalisme merupakan bibit dari terorisme. Akankah negara kita yang damai ini berubah menjadi daerah konflik? Akankah Pancasila yang mampu mengakomodir kepentingan seluruh umat beragama ini, berubah menjadi khilafah seperti yang terjadi di Suriah dan Irak? Upaya-upaya untuk memecah belah Indonesia, saat ini nyata terjadi. Anak-anak banyak yang terpapar radikalisme. Politisi mulai terjangkit bibit radikalisme. Bahkan, guru yang menjadi tenaga pengajar, juga ada yang menjadi radikal. Lantas, akankah kita biarkan Indonesia hancur karena radikalisme?

Islam menganjurkan untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya. Agama-agama lain pun, juga menganjurkan untuk saling menghargai. Itulah yang disebut kerukunan antar umat beragama. Tidak ada yang salah jika ada yang berbeda, sepanjang tidak ada niat untuk saling menghujat, saling melakukan tindakan kekerasan, perbuatan tidak baik yang lain. Sepanjang perbedaan itu dimaknai sebagai bagian dari keanekaragaman, masih tidak masalah. Tapi jika perbedaan dimaknai sebagai sumber perpecahan, itu yang harus dihilangkan. Karena perbedaan merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia, agar manusia saling mengenal satu dengan yang lainnya.

Mari kita saling bergandengan tangan, stop permusuhan. Mari kita saling memuji bukan saling mengkafirkan. Jadilah pemersatu seperti yang diajarkan para pendahulu. Indonesia butuh generasi yang bisa menyatukan, bukan generasi yang bisanya hanya memecah belah persatuan dan kesatuan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun