Mohon tunggu...
Dimas Agus Hairani
Dimas Agus Hairani Mohon Tunggu... Administrasi - Man Jadda Wajada

S1 Manajemen Unesa | S2 Sains Manajemen Unair | Part of LPDP_RI PK 163

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keimanan yang Nyata

20 September 2017   19:24 Diperbarui: 27 Februari 2018   01:19 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Iman diartikan sebagai suatu kepercayaan. Ketika seseorang mempercayai pemimpinnya mampu memberikan kebahagiaan maka dia dikatakan beriman keapda pemimpinnya. Ketika dia mempercayai ada kehidupan setelah kematian, maka dia mempercayai kehidupan selanjutnya. Begitulah yang dinamakan iman, mempercayai terhadap sesuatu. Mudah bagi kita mempercayai bahwa benda yang kita lempar ke atas akan jatuh kembali ke bawah, atau suatu kabel yang dialiri arus listrik apabila dipegang membuat mansuia tersetrum olehnya. Karena hal itu jelas tampaknya. Lalu bagaimanakah dengan sesuatu yang tak tampak?.

Kepercayaan seseorang akan dengan mudah ketika melihat suatu bukti. Sama halnya ketika seorang laki-laki akan membuat komitmen kepada seorang perempuan yang akan dia nikahi. Tentu pasti perempuan itu akan meminta bukti. Apabila tidak dapat dibuktikan tentu akan dikata sebagai omong kosong. Sebagai manusia yang beragama dan tunduk pada segala ajarannya, kita mengimani segala perintah dari yang kita imani yaitu Tuhan Yang Satu, Dia memperkenalkan diriNya dengan nama ALLAH.

Bagaimanakah kita akan membuktikan keimanan kita?. bukankah kita telah bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Dia?. Kita mungkin akan cukup mengatakan aku beriman keapda Yang Ghaib, dalam hal ini adalah Tuhan yang tidak bisa dimaterialkan. Dia tak tampak secara fisik. Dia-lah Laisa Kamislihi Syai’un. Benar sekali, kita harus beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya Iman.

Wahai saudaraku, bukankah sudah Dia katakan bahwa penciptaan langit dan bumi, bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda kekuasaanNya bagi orang-orang yang berifikir. Begitulah Firman Tuhan pada petunjuk yang telah Dia turunkan melalui kekasihNya yaitu Surat Ali Imran ayat 191.  Bukankah kita melihat segala hal yang terpampang jelas dihadapan kita ini tidak mungkin ada begitu saja tanpa suatu sebab?. Hanya orang berfikirlah yang memikirkan bahwa semua ini bukanlah hal yang sia-sia. Karena iman tidak sebatas yakin, iman adalah perkataan dan perbuatan (Qoulun wa Amalun) begitu ungkap HAMKA.

Lihatlah sekeliling kita, bukankah itu ada yang menjadikan?. bangunan berdiri megah atas usaha manusia yang membangunnya. Rumput-rumput hijau, pepohonan yang tumbuh, air yang mengalir, bukankah itu proses dari suatu sebab akibat. Bahkan penciptaan dunia ini bukankah atas suatu sebab dan akibat?.

Saya membuat perumpamaan dunia ini bagaikan bilangan-bilangan yang tersusun atas sebab bilangan sebelumnya. Bilangan-bilangan tersebut saling bersatu sehingga membuat bilangan baru. Bilangan 10 adalah hasil dari bilangan 4 dan 6. Bilangan 6 adalah hasil dari bilangan 3 dan 3. Bilangan 3 adalah hasil dari bilangan 2 dan 1. Bilangan 2 adalah hasil bilangan 1 dan 1. Dan bilangan 1 itulah yang mengawali semua ini. Oleh karena itu ketika berfikir bagaimanakah penciptaan alam semesta ini, maka sampailah kita pada kesimpulan ada yang mengawali. Lalu apakah yang mengawali itu? kita mengimaninya sebagai Yang Maha Kuasa dan kita buat dengan istilah Tuhan. Akal kita membawa pada kesimpulan bahwa Tuhan itu ada karena buktinya adalah seluruh penciptaanNya ini. Maka apakah sama orang yang melihat dengan orang yang tidak dapat melihat?. Begitulah perumpamaan apakah sama orang yang mau berfikir dan mengambil pelajaran dengan orang yang tidak mau berfikir.

Selanjutnya saya mengimani Allah sebagai Tuhan, sebagai Sang Maha Kuasa, sebagai pencipta, sebagai awal dari ini semua. Bagaimanakah saya tau?. Tentu Tuhan mengetahui pemikiran manusia semacam saya ini. Maka dari itulah Tuhan mengirim kekasihNya, tidak lain dari golongan kita, dari golongan umat manusia. Manusia yang dalam sejarahnya dikenal baik peranginya, teladan akhlaknya. Melalui Nabi Muhammad tersebut Dia menyampaikan kepada manusia siapakah Tuhan itu. Kita mengimani Tuhan adalah Allah karena ada pembawa risalahNya, sebaik-baik teladan dan manusia, itulah Nabi Muhammad. Lalu ada pertanyaan lagi, bagaiamanakah kita mengimani Muhammad adalah Nabi?. Tentu dengan Mukzizat yang beliau bawa yang membuktikan kepada kita, Al Quran itulah Yang Tiada Keraguan di dalamnya. Maka cukuplah itu menjadi penguat imanku bahwa Allah adalah Tuhanku dan Muhammad adalah utusanNya sebagai Nabiku.

Itulah iman yang nyata bagiku, iman yang kepercayaannya sudah bisa aku buktikan. Semantar itu HAMKA mengatakan yakin adalah sifat ilmu yang ketiga. Ilmu mempunyai tiga tingkatan atau sifat. Pertama ma’rifat atau tahu. Kedua dirayat atau dialami. Ketiga adalah yakin. Maka inilah ilmu tertinggi setelah kita mengetahui, kita mengalami kemudian menetapkan keyakinan di dalam diri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun