[caption id="attachment_254192" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustrasi Gambar: michikohanamori-cyl3m.blogspot.com "][/caption] Hampir tengah malam aku menelusuri sudut keramaian yang kian redup Ku lihat, seorang laki-laki paruh baya memikul beberapa cermin panjang di bahunya. Ia terhenti ke penjual makanan, mungkin ia lapar, pikirku Ah, ternyata lelaki tua yang menawarkan dagangannya itu ke penjual makanan. Tapi sayangnya, ia kurang beruntung. Ia berlalu sambil memikul cermin dengan sisa tenaga dalam tubuhnya yang lemah. Dalam benakku, aku ingin membantunya. Membeli seluruh dagangannya dan menyuruhnya untuk pulang. Oh, dimana kah rumahnya? Ini sudah terlalu larut untuk berjalan Tak tahukah ia bahaya yang mengintai di balik kepekatan malam? Apakah ia harus memikul beban itu hingga ada yang meringankannya? Jika ia lepaskan, cermin kan terbelah Bagaimana nasib keluarga yang menantinya di rumah Lapar? Haus? Dahaga? Tapi, bagaimana dengan nasib lelaki tua itu Bahkan ini terlalu pagi untuk melangkah Tidakkah ia lelah dan menantikan kehangatan keluarganya sambil bersandar dalam peristirahatan malam Mengapa ia tidak duduk saja di pinggir jalan bersimbuh diri seraya mengharap belas kasihan Menutupi wajahnya dengan topi usang Memanjangkan jenggotnya Dan mengadahkan ke dua tangannya yang menghitam Tuhan, jangan jatuhkan emas dari langit untuknya Tapi berikanlah kekuatan kepada lelaki tua itu Kekuatan yang mampu meringankan bebannya Kesabaran dalam mencari kepingan uang Keselamatan dalam tiap langkahnya Perut yang terisi yang membuatnya lupa akan rasa lapar Dan lutut yang selalu bersimpuh menghadapmu seraya mengadahkan do'a Akhirnya malam ini harus ku akhiri Dengan berlalunya lelaki tua penjual cermin Yang entah sampai kapan akan terhenti langkahnya dalam menapaki kehidupan yang hanya sementara.