Mohon tunggu...
Dewa Gilang
Dewa Gilang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Single Fighter!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dari Fundamentalis Ke Radikalisme: Telaah Atas Cara Beragama FPI, Mengapa Mereka Melakukan Semua Ini?

10 Mei 2012   00:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:29 1938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

FPI kembali menjadi bahan perbincangan hangat di Indonesia. Seperti biasa, tingkahnya yang bak "polisi akidah-lah" yang membawanya ke tangga popularitas itu. Gebrakan demi gebrakan "amar ma'aruf nahi munkar" senantiasa dihadirkan, seperti yang terakhir adalah membubarkan suatu diskusi secara paksa. Terlepas setuju atau tidak-nya kita, satu yang pasti ia -FPI- telah hadir mewarnai gerakan Islam di Negeri ini. Bagi yang setuju disebabkan ia mampu menjadi pengganti aparat yang tak bertaji ketika menghadapi cukong2 berduit. Sementara yang tidak disebabkan cara-caranya yang cenderung radikal.

Menarik untuk dicermati penggunaan kata radikal untuk menyikapi cara-cara FPI yang terkesan brutal selama ini. Sebab ke-radikan sikap biasanya lahir dari ke-fundamental-lan berfikir. Dengan kata lain tesis dari Hasan Hanafi mendekati kebenaran bahwa "fundamentalisme Islam telah bergeser ke arah radikalisme Islam. Jika dahulu Fundamentalisme Islam berkonotasi positif saat berada di tangan ulama semisal Ibn Taimiyyah, kini ia -fundamentalisme- berkonotasi negatif di tangan kelompok-kelompok yang bergerak mengatas namakan agama tertentu, dalam kasus ini adalah Islam.

Seperti telah disinggung dalam artikel saya terdahulu, "Agama Menyebabkan Gangguan Kejiwaan", bahwa cara beragama orang2 yang fundamental cenderung menghasilkan penyakit kejiwaan. Jadi bukan agama-nya yang menyebabkan gangguan kejiwaan, melainkan cara beragama-nyalah yang menyebabkannya. Maka di sini kembali ditegaskan bahwa cara beragama fundamental cenderung menghasilkan sikap serta tindakan yang menjurus kepada radikal. Sungguh hal yang disayangkan mengingat, sejatinya, fundamentalisme modern pada awalnya merupakan gerakan kebangkitan Islam, seperti yang diusung oleh Al-Afgani (W. 1879), tetapi kini kemudian bergeser kepada fundamentalisme eksklusif-radikal yang cenderung menutup diri dari segala hal yang berbau asing.

Kemudian, apa ciri-ciri dari kelompok fundamentalis radikal ini?. Yusuf Qordawi mengungkapkan bahwa kelompok fundamentalis radikal yang fanatik dapat dicirikan oleh beberapa karakter, sebagai berikut:

1. Acapkali mengklaim kebenaran tunggal. Sehingga mereka dengan mudahnya menyesatkan kelompok lain yang tak sependapat dengannya. Mereka memposisikan diri seolah-olah "nabi" yang diutus oleh Tuhan untuk meluruskan kembali manusia yang tak sepaham dengannya.

2. Cenderung mempersulit agama dengan menganggap ibadah sunnah seakan-akan wajib dan hal yang makruh seakan-akan haram. Sebagai contoh ialah fenomena memanjangkan jenggot dan meninggikan celana di atas mata kaki. Bagi mereka ini adalah hal yang wajib. Sementara masalah dari pertanyaan, semisal, "sudahkan zakat menyelesaikan problem kemiskinan umat?", "sudahkan shalat menjauhkan kita dari berbuat kemunkaran dan kekacauan sosial?" Adalah hal yang terlewat oleh mereka. Jadi mereka lebih cenderung fokus terhadap kulit daripada isi.

3. Mereka yang fundamentalis radikal kebanyakkan mengalami overdosis agama yang tidak pada tempatnya. Misalnya, dalam berdakwah mereka mengesampingkan metode gradual, "step by step", yang digunakan oleh Nabi. Sehingga bagi orang awam, mereka cenderung kasar dalam berinteraksi, keras dalam berbicara dan emosional dalam menyampaikan. Tetapi bagi mereka sikap itu adalah sebagi wujud ketegasan, ke-konsistenan dalam berdakwah, dan menjunjung misi "amar ma'aruf nahi munkar". Sungguh suatu sikap yang kontra produktif bagi perkembangan dakwah Islam ke depannya.

5. Mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat. Mereka mudah berburuk sangka kepada orang lain yang tak sepaham dengan pemikiran serta tindakkannya. Mereka cenderung memandang dunia ini hanya dengan dua warna saja, yaitu hitam dan putih. Tentu saja mereka dan orang yang sepaham dengannya adalah si putih, sementara orang luar yang tak sepaham dengannya mereka letakkan dalam kotak hitam.

Setelah menyimak karakter dari fundamentalis radikal tersebut, kita wajib bertanya kepada diri kita, apakah kita termasuk yang "sakit jiwa". Dan kita juga perlu menilai, apakah mereka -kelompok-kelompok yang meresahkan dengan berbalut topeng agama- adalah kelompok yang termasuk ke dalam karakter fundamentalisme radikal?. Semua dikembalikan kepada penilaian masing-masing. Tetapi apabila mereka termasuk fundamentalisme radikal, ada baiknya pemerintah kembali mengkaji izin dari pendirian ormas tersebut sebelum Indonesia dijadikan kancah "perang jihad" bagi mereka. Suatu kondisi yang sungguh terbalik dengan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".
Selamat menikmati hidangan. Jangan lupa berkunjung ke tulisan saya yang lain dengan cara men-search dewa gilang kompasiana. Dan vote aktual bila artikel ini mencerahkan. Trims

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun