Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pilih Kehangatan Keluarga atau Media Sosial?

25 Juli 2017   12:46 Diperbarui: 25 Juli 2017   15:09 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Hari masih pagi. Jarum jam masih menunjukan angka 05.30 WIB. Gerbong KRL jurusan Bogor-Jakarta sudah dipenuhi dengan penumpang. Saya melihat beberapa anak sekolah berseragam SMP (Sekolah Menengah Pertama) nampak duduk bergerombol. Mungkin mereka adalah teman sekolah, pikirku. Seragam sekolah mereka sama. Apalagi sesekali mereka mengobrol satu dengan lainnya.

Namun, meskipun nampak sesekali mengobrol, mereka lebih asyik bermain dengan gadgetnya. Entah apa yang sedang dimainkannya. Bisa saja mereka sedang berselancar di internet, chating atau sedang mengupdete status di media sosial. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), itu semua mudah dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan.

Melihat orang asyik berselancar di internet menjadi hal yang biasa saat ini. Media sosial, adalah salah satu yang digemari masyarakat Indonesia saat berselancar di internet. Menurut data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) ada  tiga (3) media sosial yang paling banyak dikunjungi oleh pengguna internet di Indonesia. Pertama, Fecebook, dengan 71,6 juta pengguna (54 persen). Kedua, media sosial untuk berbagi foto dan video pendek Instagram, dengan jumlah pengguna mencapai 19,9 juta (15 persen). Ketiga,  YouTube, dengan pengguna mencapai 14,5 juta (11 persen).

Media sosial memang menawarkan banyak hal. Di media itu, terutama kita bisa mengeksprsikan diri kita. Melalui media sosial kita bisa eksis secara sosial. Status sosial kita bisa menanjak melelui postingan kita di media sosial. Kelas sosial kita, seringkali nampak dari photo, video dan posting yang kita lakukan di media sosial. Bahkan pandangan politik kita pun bisa terlihat melalui media sosial.

Bukan hanya itu, melalui media sosial kita bisa bertemu dengan teman lama. Bahkan media sosial memungkinkan kita bertemu dengan teman baru, atau justru pacar baru. Itulah sebagian dari daya tarik yang ditawarkan oleh media sosial. Karena daya tarik itulah tak maka pengguna internet di Indonesia begitu banyak menggunakan media sosial saat berselancar di internet.

Salahkah fenomena ini? Tidak. Tapi fenomena ini akan menjadi bahaya bila ketertarikan terhadap media sosial justru membuat kita menjauhkan yang dekat. Seperti beberapa anak SMP, di awal tulisan ini, yang lebih asyik memainkan gadgetnya daripada mengobrol dengan temannya. Hal yang sama sejatinya, tak jarang juga dialami oleh keluarga-keluarga masa kini. Di saat kumpul dengan keluarga, tak jarang ayah, ibu, dan anak-anaknya lebih asyik bermain gadget dan berselancar di media sosial daripada ngobrol satu dengan lainnya. Ikatan keluarga pun menjadi renggang meskipun setiap hari bertemu.

Nah, renggangnya ikatan keluarga inilah yang menjadi pintu masuk berbagai bahaya. Beberapa konten negatif yang berada di media sosial begitu mudah merasuki pikiran kita tanpa pertimbangan dari orang-orang terdekat kita di keluarga. Konten negatif itu dapat berupa pornografi, ujaran kebencian hingga paham intoleran. Apalagi, salah satu karakter media sosial adalah lebih mengutamakan kecepatan daripada kedalaman informasi. Renggangnya hubungan keluarga dan juga karakter media sosial itulah menjadi perpaduan yang nyaris sempurna bagi masuknya konten-konten negatif yang bisa merusak. 

Pertanyaannya adalah, apa yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasinya?

Saya memiliki tips yang mungkin bisa ditiru oleh keluarga-keluarga lainnya. Keluarga saya sepakat untuk tidak bermain dengan gadget saat kita kumpul bersama, misalnya, saat nonton televisi, makan bersama dsb. Khusus untuk anak saya yang masih sekolah di SD, kami juga melakukan pembatasan maksimal boleh bermain dengan gadgetnya (berselancar di media sosial atau bermain game) selama 1 jam dalam sabtu dan minggu. Pertama kali kesepakatan ini dijalankan memang terasa berat, namun lama kelamaan kami mulai menikmatinya. Kualitas pertemuan keluarga juga semakin meningkat. 

Bagaimana pun juga kehadiran keluarga tidak akan tergantikan dengan kehadiran media sosial. Jika tidak dikendalikan, penggunaan media sosial yang ugal-ugalan saat ini menjadikan kita terbentur pada dua pilihan yang ekstrem. Apakah kita akan memilih kehangatan keluarga atau berselancar di media sosial? Kalau saya memilih kehangatan keluarga. Kalau anda?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun