Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Gubernur Pembela Wong Cilik

18 Februari 2017   11:54 Diperbarui: 18 Februari 2017   11:59 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Melalui tulisan berjudul “Komitmen Megawati Pada Marhaenisme”, Kompasiana edisi 22 Agustus 2016 penulis menyatakan, “Saat ini, ketika kaum marhaen harus mendukung siapa terkait Pilkada DKI 2017 barangkali catatan Bung Karno tersebut menjadi amanah gerakan yang sudah seharusnya dikedepankan oleh seluruh masayarakat Marhaen DKI. Sudah barang tentu bahwa masyarakat Marhaen menolak Ahok menunjukkan komitmennya pada ajaran Bung Karno tersebut, sebab faktanya, Ahok sangat berpihak pada para cukong kapitalis dan sebaliknya sangat mendzalimi kaum maehaen yang berprofesi sebagai pedagang kecil, pekerja pabrik maupun nelayan tradisional. Pembongkaran dan penggusuran selama yang dilakukan Ahok menunjukan hal itu”. 

Hal itu terkait dengan pandangan Marhaenisme  itu sendiri dimana agar rakyat dapat mandiri secara ekonomi dan terbebas dari eksploitasi pihak lain, terutama pemilik modal (kaum kapitalis, syetan kota) tiap orang atau rumah tangga memerlukan faktor produksi atau modal. Modal itu dapat berupa tanah atau mesin/alat. Dalam konteks modern, kendaraan, perangkat teknologi informasi, berbagai alat elektronik , termasuk kapal, tongkang atau jaring penangkap ikan dapat saja diberdayakan sebagai modal atau faktor produksi. Meskipun tidak besar, kepemilikan modal sendiri ini perlu untuk menjamin kemandirian perekonomian 

Dalam perjalanannya kita memahami, bagi Soekarno ideologi marhaenisme adalah ideologi perjuangan bagi golongan masyarakat yang dimiskinkan oleh  sistem kolonoalisme, imperialisme, feodalisme dan kapitalisme. Asal muasal istilah Marhaenisme diambil dari nama seorang petani yakni Marhaen, dia hidup di Indonesia dan Bung Karno menjumpainya sekitar tahun 1926-1927. Ada juga yang menyatakan bahwa Marhaen adalah nama petani yang dijumpai Ir. Soekarno di daerah Bandung, Jawa Barat itu adalah Aen. Dalam dialog antara Bung Karno dengan petani tersebut, selanjutnya disebut dengan panggilan Mang Aen.

Faktanya, dalam pemilihan kepala darah (pilkada) DKI Jakarta tahun 2017 pada ahirnya Megawati memutuskan mengusung calon patahana,  Ahok bersama parta lain yang terlebih dahulu menyatakan dukungannya seperti Nasdem, Hanura dan Golkar. Dengan mengusung dan membela calon yang terbukti menindas wong cilik  (marhaen, mustadafin) baik fisik maupun nonfisik, dan lebih mengedepankan kepentingan para cukong dan kaum borjuis, sesungguhnya PDIP telah menginjak injak marhaenisme yang dirumuskan oleh tokoh yang selama ini dijadikan andalan untuk menarik simpati kaum marhaen yang dulunya bergabung  dalam Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan cara demikian berarti PDIP juga terang-terangan menghianati Bung Karno.

Keberadaan Bung Karno di setiap event yang digelar  PDIP  dengan demikian tinggalah Foto dan kutipan kutipan pernyataan Bung Karno maupun retorika-retorikanya tanpa makna dalam gerakan partai itu sendiri. Kita menjadi memahami, bahwa memang Megawati adalah anak biologis Bung Karno, namun bukanlah anak ideologisnya. Sementara itu ayah ideologis Megawati  boleh jadi adalah tokoh tokoh kapitalis liberalis seperti Francois Quesney, John Locke, Adam Smith atau yang lainya. Wallahu a'lam.

Wahai kaum marhain bukalah matamu atas nasib saudaramu wong cilik yang digusur, yang diurug sumber pencahariannya untuk istana istana borjuis, dan yang dilukai hatinya dengan dituduh maling, pembohong dll. Dimanakah hati nuranimu jika justru kalian rame rame mendukung mereka yang menyengsarakan kaum marhaen ? Memang faktanya sebagian dari mereka yang masih berkomitmen pada jiwa Marhaenisme kemudian rame-rame meninggalkan Ahok dan mengalihkan dukungannya kepada paslon yang lebih berkomitmen untuk membela wong cilik. 

Langkah itu tentu saja layak diapresiasi, penghargaan dan kebanggaan kepada Para Marhaen yang sadar sejak awal dan dengan berani meninggalkan dukungannya kepada mereka yang menyengsarakan wong cilik dan memanjakan kaum borjuis, yang tidak penah merasakan perihnya kehidupan. Menurut hemat penulis Para Marmhaen yang telah mendukung gerakan untuk kemakmuran dan jesejahteraan bersama, itulah pejuang pejuang gotong royong yang sesungguhnya. Para pejuang yang dalam tubuhnya mengalir darah merah semangat kaum marhaen. 

Kalianlah para pemakai JAS MERAH saudaraku  !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun