Mohon tunggu...
Darian Sofian
Darian Sofian Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kerja keras dan Kebahagiaan

31 Mei 2015   10:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:26 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14330419621057724734

Kerja keras dan Kebahagiaan

Seringkali kita mendengar nasihat: “Bekerja keraslah maka anda akan mencapai kesuksesan, maka anda akan mendapat kebahagiaan.”

Kemudian muncul banyak pertanyaan. Benarkah kesuksesan melahirkan kebahagiaan? Apakah ukuran sukses? Bukankah setiap kesuksesan akan di ikuti dengan kerja keras lagi? Lalu kapan kebahagiaan itu bisa diraih dan dinikmati? Kalau tidak pernah sukses apakah tidak akan pernah bahagia?

Kenyataannya begitu banyak kejadian ketika seseorang di puncak karir (apabila memang itulah indikator kesuksesan) malah mencari kesenangan semu, depresi, sampai akhirnya melakukan aksi bunuh diri. Lalu dimanakah sebenarnya kebahagiaan itu berada? Benarkah kebahagiaan merupakan tujuan akhir yang harus kita kejar dan kita cari? Sampai melakukan dan mengorbankan segalanya untuk kesuksesan yang “katanya” akan memberikan kebahagiaan.

Kebahagiaan sendiri merupakan hal yang luar biasa. Apabila kita mencari buku mengenai kebahagiaan maka akan menemukan ribuan buku yang membahas hal tersebut setiap tahunnya. Lebih dari 30 tahun ilmuan mencari segala sesuatu mengenai kebahagiaan. Bahkan PBB menetapkan tanggal 20 Maret merupakan hari kebahagiaan seDunia (World Happiness Day). Google analytics juga membuktikan bahwa “bagaimana cara menjadi bahagia” merupakan salah satu hal yang paling banyak dicari diseluruh dunia.

Saat ini semakin banyak masyarakat yang lebih kaya secara finansial, lebih berpendidikan, dan angka harapan hidup semakin meningkat. Namun apakah kekayaan, pendidikan, dan tekhnologi merupakan jawaban meraih kebahagiaan? Kenyataannya apabila kita merujuk salah satu negara paling kaya, paling kuat, dan mempunyai tekhnologi tinggi yaitu Amerika Serikat, ternyata angka penderita depresi disana semakin meningkat dari tahun ke tahun serta bukanlah negara yang paling bahagia menurut “World Happiness Report” (peringkat 17). Oleh karena itu, prinsip yang banyak di pegang bahwa kerja keras akan menghasilkan kesuksesan dan kemudian menghasilkan kebahagiaan saat ini sudah terbantahkan. Kebahagiaanlah yang membuat manusia mampu bekerja keras sehingga mencapai kesuksesan.



Ilmuan membuktikan bahwa kemampuan terbaik manusia akan timbul ketika dia sedang bahagia. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang merasa bahagia, berpikiran positif dan optimistis cenderung mendapatkan penghasilan yang lebih baik, memiliki tujuan hidup yang lebih tinggi, memiliki tingkat stress yang lebih rendah, tetap tenang pada situasi yang dipenuhi dengan tekanan, lebih bertenaga, lebih cepat sembuh ketika sakit, dan lebih panjang umur. Perasaan bahagia ternyata mampu memperbaiki semuanya. Dengan perasaan bahagia maka tubuh kita tidak akan mudah lelah, serta konsentrasi dan fokus kita akan meningkat.

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia (manusia berkembang) hanya dapat terjadi apabila lingkungan atau organisasinya merupakan happiness setting organization. Setiap manusia dapat mengembangkan bakat dan minatnya untuk mendalami bidang ilmu atau keterampilan tertentu pada kondisi lingkungan yang kondusif atau membahagiakan. Lingkungan atau organisasi harus memberikan fasilitas, kesempatan, tantangan, dan (pujian) imbalan yang cukup. Ketika manusia sudah sampai dunia kerja, maka imbalan non finansial tadi di tambah lagi dengan imbalan finansial agar dapat memenuhi membiayai kebutuhan dan aspirasi kehidupannya.

Dengan demikian sudah jelaslah, bahwa kebahagiaan mampu mengembangkan manusia dan mendorong manusia untuk bekerja keras sehingga mencapai kesuksesan. Maka tidak heran apabila kita melihat begitu banyak fasilitas yang di berikan perusahaan besar atau tim sepakbola dunia untuk karyawan atau pemainnya, tujuan utamanya adalah untuk memaksimalkan sumber daya manusia mereka.

Mewujudkan lingkungan bahagia tersebut bukanlah hanya tugas pemimpin PBB, pemimpin Indonesia (presiden), pemimpin daerah (Gubernur, bupati, walikota, dan lainnya), pemimpin perusahaan atau pemimpin keluarga (Orang tua). Mereka semua memang wajib menyediakan fasilitas, kesempatan, tantangan, pujian, dan aturan sesuai dengan orang yang dipimpinnya sehingga terbentuk lingkungan yang bahagia yang memaksimalkan sumber daya manusia. Namun ternyata kita semua berkontribusi untuk menciptakan lingkungan bahagia. Dan apakah menciptakan kebahagiaan itu hal yang sulit?

Selama ini kita selalu dikelilingi oleh berbagai berita dan kabar negatif, hal ini semakin menyulitkan kita untuk menjadi manusia yang bahagia, optimis dan berpikiran positif. Kebahagiaan seolah menjadi barang yang langka dan mahal serta semakin identik dengan mengeluarkan banyak uang, bersenang-senang, menggunakan benda tertentu, dan lainnya. Secara langsung maupun tidak langsung kita telah menciptakan suasana yang tidak bahagia sehingga membuat kita dan generasi selanjutnya sulit untuk berkembang dan bekerja keras. Maka sekarang pilihannya ada di kita untuk melakukan perubahan menjadi manusia yang lebih baik.

Menciptakan suasana bahagia ternyata sudah jadi kemampuan manusia sejak lahir. Seorang anak bayi langsung membuat orang yang memandangnya bahagia dan dia sangat mudah bahagia hanya dengan memainkan benda disekitarnya. Berarti bahagia itu sebenarnya sangat sederhana namun memiliki efek positif yang kompleks. Biasakan kita semua memberikan senyuman, salam dan sapa. Gunakan tiga kata ajaib yaitu dengan mengucapkan kata “tolong” ketika membutuhkan bantuan, “terima kasih” ketika telah dibantu, dan “maaf” ketika melakukan kesalahan kepada siapapun. Laksanakan kewajiban kita dengan sebaik-baiknya dan hargai hak setiap orang.

Mulailah melihat berbagai hal secara positif dan selalu mengambil hikmah. Di balik segala berita yang buruk, terdapat berita baik yang selalu tertutupi. Kita terbiasa menduga, membahas dan menyebarkan berbagai berita negatif. Seolah negeri ini kehilangan role model. Padahal begitu banyak hal positif yang bisa diangkat, dibahas dan diaplikasikan. Berita anak muda yang terjerumus narkoba, prostitusi, perkelahian dan pembunuhan menutupi pencapaian anak muda sekarang yang semakin kreatif, berprestasi, sopan dalam berpakaian, taat dalam menjalankan ibadah, dan mandiri serta menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Berita tentang orang dewasa yang melakukan korupsi dan perbuatan melanggar hukum telah menutupi orang-orang yang berprestasi dan berjuang di sekitar kita dan pelosok untuk menciptakan negeri ini menjadi lebih baik.

Berita dan informasi negatif bukan sepenuhnya buruk. Kita memang harus memberikan hukuman kepada para pelanggar hukum. Begitu banyak hal negatif yang diberitakan menyadarkan kita bahwa masih banyak yang dapat kita lakukan untuk negeri kita yang tercinta ini dan menantang kita untuk membuat negeri ini menjadi lebih baik. Permasalahannya adalah ketika setiap saat konten negatif selalu di ulang-ulang, kita membuat hal negatif menjadi popular dan hal biasa. Kita tidak memberikan contoh kepada diri kita dan generasi setelah kita mengenai kebaikan, para orang baik, dan bagaimana cara melakukan kebaikan. Seperti banyaknya anak di sekolah yang populer dengan segala keburukannya, dan anak yang berprestasi di sekolah di konotasikan sebagai anak yang aneh dan geek. Akhirnya kebahagiaan dan popularitas dicari dengan melakukan berbagai hal buruk yang mengakibatkan kebahagiaan semu, bukan dengan prestasi, kegiatan positif dan bermanfaat.

Jadi kesimpulannya, dimanapun kita berada ciptakanlah lingkungan yang bahagia. Laksanakan kewajiban kepada Allah SWT (dengan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya) serta kewajiban kepada sesama manusia dan lingkungan, hormati hak semua orang, mudahlah tersenyum, seringlah menyapa dan bersalaman, selalu gunakan tiga kata ajaib (tolong, terima kasih, dan maaf), sebarkan informasi yang positif, ambil hikmah dari hal negatif serta populerkan kebaikan dan orang yang melakukan kebaikan sebagai role model. Tekadkan untuk selalu membahagiakan orang lain dan tidak senang menyusahkan orang lain.

Penelitian menunjukkan bahwa kita akan lebih bahagia dengan membahagiakan orang lain dan kebahagiaan itu menular. Artinya ketika kita bertekad untuk selalu membahagiakan orang di sekitar kita dengan cara tadi, maka sikap tersebut akan menular dan menyebabkan lingkungan yang bahagia. Bayangkan apabila lingkungan bahagia itu tercipta di rumah, kantor, sekolah dan tempat umum. Akan tercipta sumber daya manusia yang mampu selalu berkembang dan mampu bekerja keras sehingga lebih mudah mencapai kesuksesan.

Dan anda yang membaca tulisan ini, siapapun diri anda, bisa menjadi agen perubahan dunia menjadi lebih baik dengan selalu berusaha membahagiakan orang lain serta menyebarkan tulisan ini.

Terima kasih atas perhatiannya dan semoga memberikan manfaat dan kebahagiaan untuk kita semua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun