Mohon tunggu...
Jerremiah P
Jerremiah P Mohon Tunggu... Freelancer - Who am i?

Hanya sekedar mencoba, kalah atau menang adalah takdir yang tak terelakkan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bunuh Diri? Tunggu!

11 Januari 2020   06:00 Diperbarui: 11 Januari 2020   06:12 6251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: asiandelight

Hidup itu menyedihkan, ya saya tahu. Hidup itu menyebalkan, ya saya mengerti. Lebih baik mati saja. Benar, tapi tunggu. Benarkah kamu sudah siap untuk mati?

Kebanyakan kita gagal menjawab pertanyaan diatas. Ketika silet sudah sampai dipergelangan tangan, saya gagal menjawab pertanyaan diatas. Ketika racun serangga sudah ada digelas, saya juga masih tak mampu menemukan jawabannya. Berapa kali saya mencoba bunuh diri? Sering! Berapa kali kegagalan? Sama seringnya.

Anda berniat bunuh diri?

Mungkin pengalaman ini perlu untuk anda pikirkan baik - baik.

Saat berusia tujuh belas tahun, saya mencoba untuk pertama kalinya. Lalu terlinats dipikiran saya, bagaimana kalau gagal? Waktu itu saya sudah siap untuk memotong nadi di pergelangan tangan saya. Tidak perlu tanya mengapa. Yang jelas saya tidak jadi melakukannya. Alasannya?

Saya khawatir sebelum darah habis tertumpah, seseorang menemukan saya. Melarikan saya ke rumah sakit, dan saya terselamatkan. Saya tidak jadi mati, yang ada biaya rumah sakit harus jadi beban.

Perlu diketahui, bahwa perawatan akibat percobaan bunuh diri tidak ditanggung oleh asuransi manapun, mungkin termasuk BPJS. Belum lagi selesai memikirkan biaya rumah sakit. Malu. Kalau saya bunuh diri, dan mati.

Meski jadi perbincangan orang, toh saya sudah tidak mendengar. Toh saya sudah dibawah kubur. Tak akan bepengaruh apa - apa juga bagi saya. Tapi, kalau saya gagal mati. Meski mereka berbisik dibelakang saya, tetap saja akan terdengar. Jadi saya batalkan niat buruk tersebut.

Dua tahun lalu, saya mencoba lagi untuk mati. Kali ini dengan racun serangga. Pikiran saya waktu itu adalah, dengan racun serangga tidak akan ada yang melihat tanda -- tanda saya akan tewas. Kemungkinan berhasil lebih besar daripada dengan menyilet nadi.

Tapi kemudian saya berpikir, bagaimana kalau saya meninggal dikamar kost. Orang - orang baru sadar bahwa saya sudah tiada ketika bau badan saya yang sudah jadi jenazah membusuk.

Bahkan ketika ditemukan, tidak ada satu orangpun yang ingin menyentuhnya. Seolah - olah tubuh saya adalah sesuatu yang menjijikkan. Itukah yang saya mau diakhir hidup saya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun