Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Sekilas tentang Permasalahan Energi Dunia

26 November 2012   05:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:40 2051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Hanya karena membaca sesuatu, orang lalu berpikir bahwa mereka mempunyai pendapat yang sah. Pendapat yang sah datang dari pengetahuan yang mendalam mengenai kompleksitas suatu masalah, tidak hanya dari permukaan”.

Thus why in some issues, for example global warming, whether it is true or not, we should have faith to scientists who actually understand the problem.

Kata-kata ini diucapkan oleh Sir Eric Ash, CBE, mantan rektor Imperial College London di kuliah singkatnya pagi ini mengenai peran ilmuwan dalam menghadapi permasalahan energi dunia. Dua kalimat pertama yang tertulis di atas menggarisbawahi alasan mengapa selama ini saya selalu berusaha menggali ilmu sebanyak-banyaknya dari orang-orang besar yang kuliah singkat atau pidatonya bisa saya hadiri. Karena satu alasan sederhana: ketika ada metode sederhana yang disebut BERTANYA, jangan dulu berasumsi.

Energy is something we can’t fight with, demikian Sir Ash berujar. Memang benar, dalam segala hal yang kita lakukan, tidak hanya kita manusia, semua makhluk hidup memerlukan energi. Tumbuhan memerlukan sinar matahari untuk melalukan fotosintesis, lalu dimulailah rantai makanan: tumbuhan dimakan hewan, hewan saling memakan, hewan dimakan manusia. Manusia secara spesifik juga memerlukan energi untuk melakukan aktifitas, energi yang selama ini mayoritas disuplai batu bara dan minyak bumi. Energi adalah sesuatu yang vital, dan dengan demikian juga menjadi sumber banyak masalah. Kita memiliki masalah dengan air, persediaan air tawar kita semakin menipis, yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan desalinasi air laut (menghilangkan kandungan garam dari air), tapi tentu saja kita memerlukan banyak energi untuk itu.

Aktifitas manusia yang terus meningkat juga menimbulkan kenaikan penggunaan energi, dan efeknya adalah pemanasan global: banjir dimana-mana, musim dingin yang tidak dingin, kebakaran hutan yang tidak pada waktunya, hingga kekeringan. Kandungan karbondioksida dan gas-gas rumah kaca lainnya (green house gas/GHG)  di atmosfer menjadikan bumi semakin lama semakin panas. Lalu apa yang bisa dilakukan ilmuwan untuk menghadapi permasalahan kompleks ini? Energi akan sulit untuk dikurangi, dan kita tidak bisa mengabaikan resiko bahwa bumi ini makin lama makin rusak.

13539075391433764715
13539075391433764715

Gambar di atas adalah ilustrasi emisi GHG dunia. Jika GHG tidak ditekan, dalam lima puluh tahun ke dapan, jumlah GHG yang dilepas ke amosfer akan terus meningkat (garis merah) dan bumi semakin terancam. Kita seharusnya menjaga emisi GHG di garis hijau, menjaganya tidak lagi melebihi apa yang sudah kita lepas sekarang. Perbedaan antara garis merah (projected emission) dengan garis hijau (emission plateau) dapat dicapai dengan potential wedges: sumber energi alternatif pengganti batu bara/minyak bumi dan/atau proses untuk ‘menangkap’ karbondioksida (carbon capture).

Di sinilah ilmuwan dituntut untuk kritis dan produktif. Sir Ash menyebutkan beberapa potential wedges, di antaranya penggunaan ‘smaller cars’, bukan hanya secara ukuran, juga secara emisi, pemanfaatan energi angin (wind power) dan energi surya (photovoltaic energy), perataan penggunaan biomass (bioethanol, biohydrogen), energi nuklir (however controversial it is), dan juga carbon capture.

Mengapa carbon capture yang kategorinya berbeda dibanding teman-temannya yang lain juga dimasukkan sebagai potential wedges? Karena baru bara masih merupakan sumber bahan bakar yang paling murah di dunia, meski karbondioksida yang dilepas ke atmosfer jumlahnya tinggi. Karena murahnya itu, persen kemungkinan batu bara yang masih tersimpang di perut bumi untuk tidak dibakar (dijadikan energi) adalah NOL. Ini berarti sekian banyak karbondioksida yang dilepas ke atmosfer seharusnya ‘ditangkap’. Sementara energi alternatif masih belum menjadi jalan keluar yang digunakan dalam skala besar, carbon capture ini dinilai menjadi solusi untuk menekan jumlah GHG.

Mengapa nuklir masih ada di sana? Nuklir memang menjadi momok menakutkan bagi banyak orang salah penanganan bisa menyebabkan fatalitas. Dua kecelakaan yang menarik untuk dicermati: Chernobyl dan Fukushima. Kecelakaan di Chernobyl terjadi karena adanya unauthorized experiment yang dilakukan pegawai saat itu, menyebabkan salah satu reaktor menjadi overheated. Sir Ash menggarisbawahi penyebab kecelakaan tersebut sebagai ‘a really terrible human error’ dan kecil kemungkinannya untuk terjadi lagi. Insiden Fukushima dipicu oleh faulty design, struktur bangunan yang tidak didesain untuk tahan pada gempa skala tinggi dan tsunami, padahal sesuai dengan kondisi Jepang yang rentan pada gempa dan tsunami, seharusnya pertimbangan ini menjadi faktor penting ketika mendesain pembangkit listrik tenaga nuklir. Sekali lagi, Sir Ash menekankan bahwa human error seperti ini tidak seharusnya terjadi di kemudian hari. Interestingly enough, ada satu figur yang dapat menggambarkan apa yang dikatakan Sir Ash. Nuklir adalah sumber energi yang ‘paling sedikit’ memakan korban. Publik terlalu takut dan skeptis dengan kata nuklir.

13539076362105613073
13539076362105613073

Fun fact dari saya: tahukah Anda bahwa MRI (magnetic resonance imaging), yang digunakan di dunia medis menggunakan metode NMR (nuclear magnetic resonance)? Dulu MRI disebut dengan NMRI , but you know why it is now called only MRI.

Ketika saya mengangkat masalah ini pada Sir Ash, bahwa banyak birokrat dan politisi tidak mendukung penggunaan nuklir karena ini isu yang tidak populer dan sensitif, Sir Ash mengatakan. “well, policies can be changed. In the past, in the UK, those who brought up nuclear issues would get no votes, now it is changed”. Ketika saya mendesak lebih jauh mengenai alternatif lain bila nuklir ‘dilupakan’, Sir Ash memilih carbon capture dan energy efficiency, yang pertama karena secara statistik energi dunia masih akan disuplai mayoritas oleh batu bara dan minyak bumi, yang kedua karena energy efficiency itu GRATIS, tidak memakan biaya bila dibandingkan dengan pengembangan energi baru.

Jadi, hemat energi yuk? Dan biarkan ilmuwan bekerja untuk terus mengembangkan alternatif energi sehingga kita masih bisa tinggal dengan nyaman di bumi.

XOXO,

-Citra

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun