Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Roro Mendut (Bagian 1)

23 Agustus 2017   15:33 Diperbarui: 24 Agustus 2017   06:48 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Info Paling Cucok

Krisna tersenyum bahagia mengamati patung kayu yang tergeletak diatas dipan kayu itu. Sesekali dia menarik dalam-dalam sigaret kreteknya sambil menyeruput kopi kental dari cangkir kaleng berwarna hijau loreng itu. Namun tatapan matanya tidak pernah lepas dari patung kayu berwujud puteri cantik yang diberinya nama Roro Mendut tersebut. Patung Roro Mendut itu adalah sebuah masterpiece, karya terbaiknya sebagai seorang pembuat patung selama ini.

Sudah lebih dari dua jam Krisna mengamati patung ukirannya tersebut tanpa henti. semburat senyum penuh kebanggaan dan kepuasan tidak mampu disembunyikannya dari wajahnya. Patung tersebut seperti benar-benar hidup, nyata dihadapannya. Apakah dia kini sudah menjadi seorang master dalam karya pembuatan patung? Ataukah memang semata karena faktor kehebatan kayu yang menjadi bahan dasar pembuatan patung tersebut?

Kayu itu memang bukan sembarang kayu. Kayu itu adalah kayu keramat berumur ratusan tahun yang didapat oleh mbah Ponijan setelah bersemedi dan melakukan tirakat selama tiga hari di kaki gunung Kawi. Ukuran kayu yang dipotong untuk menjadi bahan patung itu pun sesuai dengan petunjuk dalam penerawangan mbah Ponijan dalam semedinya tersebut. Tentu saja Krisna tidak percaya akan hal-hal begitu. Akan tetapi dia tetap saja kagum akan kayu tersebut. Itu adalah kayu terbaik yang pernah diukirnya.

Ada satu hal lagi yang membuat Krisna kagum. Seumur hidupnya sebagai pembuat patung ukiran, sang senimanlah yang selalu menentukan pola, corak dan guratan pada kayu yang akan dipahatnya. Namun pada kayu ini sungguh berbeda. Seperti ada chemistery diantara dirinya dengan kayu itu dalam menentukan dan membuat seperti apa wujud patung ukiran itu kelak!

Awalnya Krisna tidak menyadarinya, sampai kemudian ketika dia memasuki tahap finishing. Ada perubahan besar yang terletak pada mata, bibir dan dada patung, yang bukan menjadi trade mark-nya selama ini! Mata, bibir dan dada seperti itu belum pernah dibayangkannya sebelumnya....

Krisna mafhum bahwa ada sedikit "keanehan" dalam beberapa karya seni. Seperti halnya "ketok magic" pada bengkel mobil, ada juga beberapa perupa yang dalam kondisi "trance" ketika memahat atau mengukir sebuah patung tertentu. Tetapi Krisna sadar betul bahwa dia bukanlah termasuk kategori seniman trance. Krisna justru termasuk "golongan sesat" karena merasa dirinya adalah seorang ateis. Krisna disebut teman-temannya sesat, karena dia tidak percaya kepada hal-hal yang supranatural dari sebuah agama maupun kepada hal-hal yang berbau mistik...

Patung dan kayu tersebut adalah pesanan dari pak Raharja, seorang pejabat tinggi di Jakarta. Sedari awal, Krisna juga sudah tahu kalau patung yang terbuat dari kayu keramat ini akan dipakai untuk tujuan tertentu. Biasanya dikeramatkan untuk dipakai sebagai penglaris, penolak bala, mempertahankan posisi jabatan, maupun untuk mendatangkan rezeki bagi pemiliknya. Tentu saja Krisna tidak akan percaya kepada hal-hal begitu. Akan tetapi dia tidak kuasa menahan hasratnya ketika diberi panjar lima belas juta rupiah beserta sepotong kayu yang katanya keramat itu. Sisa enam puluh juta rupiah akan dilunaskan ketika patung itu selesai dalam jangka waktu dua bulan lagi...

Awalnya Krisna heran mengapa dia yang terpilih diantara puluhan pematung yang bertebaran di jalan itu. Krisna merinding dan bulu kuduknya berdiri ketika pak Imam, ajudan pak Raharja mengatakan bahwa dia terpilih berkat penerawangan mbah Ponijan. Akan tetapi memikirkan kesusahan hidup yang menderanya, membuat bulu kuduk Krisna "rebah" kembali. Uang panjar itu pun hanya "numpang lewat" saja. Hutang sewa kios, rumah kontrakan, cicilan motor dan hutang-hutang lainnya sudah lama menanti beserta anak cucunya! Kalau orderan ini tidak ada, Krisna pun tidak yakin kalau tiga hari lagi jalannya masih akan tetap bisa "lempeng...."

***

Tanpa terasa sudah lima puluh hari berlalu. Patung Roro Mendut pun telah selesai dengan sempurna. Setiap hari, bayangan enam puluh juta rupiah yang akan dilunaskan setelah patung itu selesai selalu menggoda Krisna. Enam puluh juta rupiah akan mampu membuatnya hidup selama setahun tanpa harus bekerja. Dengan begitu, Krisna bisa fokus untuk membuat beberapa patung hebat sesuai dengan cita-citanya dulu...

Malam sudah semakin larut, tetapi Krisna tidak bisa tidur. Hatinya gelisah memikirkan Roro Mendut dan uang enam puluh juta rupiah itu. Rasanya sayang juga untuk melepas Roro Mendut ini. Tetapi tujuh puluh lima juta untuk sebuah patung adalah sebuah keniscayaan baginya. Patung termahal yang pernah dibuatnya hanya dihargai sebesar empat juta rupiah saja! Tetapi Krisna terlanjur sayang kepada patung ini.... Lalu timbul sebuah ide di kepala Krisna. Dia akan membuat sebuah Roro Mendut lagi, yang persis sama dengan Roro Mendut sebelumnya.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun