Mohon tunggu...
leo bagus
leo bagus Mohon Tunggu... -

pemuda yang selalu mencari kesunyian dalam keramaian

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bersua Dalam Kearifan Masyarakat Talang Mamak, Royongan Menuai Padi

23 Mei 2013   11:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:09 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aktivitas Menuai Padi Masyarakat Talang Mamak Memanen sepertinya sudah menjadi hal yang biasa bagi kita. Namun lain bagi masyarakat Talang Mamak, salah satu suku yang hidup di pedalaman Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Tradisi memanen suku Talang Mamak telah menjadi tradisi rutin yang dilakukan secara turun temurun. Dalam tradisi ini, memanen padi dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat. Mereka memanen bersama-sama ladang miliknya secara bergantian dari ladang yang satu ke ladang yang lain. Alat yang digunakan untuk memanen adalah tuai. alat ini sangat sederhana, terbuat dari sebantang bambu kira-kira panjangnya sejengkal, kemudian bagian tengahnya disisipi lempengan seng dari kulit luar baterai yang dipasang secara horisontal. Tuai ini digunakan untuk memotong satu persatu tangkai padi. Proses memanen ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan baik tua maupun muda dengan  pembagian kerja yang hampir sama. Hari itu (12/3) kebetulan sedang ada kegiatan menuai padi di ladang Pak Buchori. Rasa penasaran saya mengenai proses menuai padi ini kemudian membuat saya ingin melihat secara langsung  menuai padai tersebut. Pagi-pagi Saya dan  Mira kemudian menuju Dusun Simarantihan. Dusun yang masuk ke dalam Kawasan administratif Desa Suo-suo Kabupaten Tebo ini telah lama menjadi hunian tetap bagi masyarakat adat Talang Mamak. Masyarakat adat ini berasal dari Datai yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Pola hidup masyarakat yang berpindah-pindah menyebabkan mereka tersebar di beberapa wilayah. Selain di Simarantihan, Jambi bebrapa kelompok ada yang tinggal di Indragiri, Riau. Masyarakat adat talang-mamak yang tinggal di Simarantihan ini sebelumnya menempati wilayah Menggantal. Hingga kemudia ada Program Pemukiman Masyarakat Adat oleh pemerintah melalui dinas sosial yang kemudian menempatakn mereka di Simarantihan hingga sekarang. Pemerintah membangunkan rumah-rumah berukuran sedang untuk masig masing keluarga. Hingga saat ini Dusun Simarantihan telah dihuni oleh 40 Kepala Keluarga. Fasilitas yang ada disini sangat minim, tidak ada layanan kesehatan, Listrik dan telekomunikasi. Untungnya sudah ada sekolah dasar yang didirikan di sini, walaupun dengan tenaga pengajar yang sangat terbatas. Sebagian besar waktu masyarakat Talang Mamak ini dihabiskan di ladang. Mereka membangun pondok-pondok di ladang mereka dan tinggal disana bersama anak dan istrinya menunggui ladang tersebut. Jam pelajaran sekolah pun dimulai dari pukul 13.00 hinggga pukul 16.00 WIB. Selesai sekolah anak-anak juga kemudian kembali lagi ke pondok mereka dan kembali siang hari  esoknya. Pada masa panen padi seperti ini anak-anak ikut sibuk membantu di ladang, Jadi sekolah juga sering diliburkan pada masa-masa panen. Padi-padi yang telah dituai dimasukan kedalam Gending, semacam keranjang yang terbuat dari anyaman bambu. Bentuknya tidak terlalu besar, kira-kira seukuran bakul nasi. Setelah gending-gending terasa penuh kemudian dikumpulkan dan dimasukan kedalam selendang. Selendang ini berukuran cukup besar dengan bentuk tabung. Terbuat dari Kulit kayu meranti. Saat membawa gending ada bbebrapa aturan yang harus ditaati. Petani tidak boleh minum atau membuang air. selain itu juga tidak boleh memadatkan padi dengan cara diinjak dengan kaki. Cara menempatkan selendang tempat mmenampung padi ini juga harus dijemur dengan bagian atas menghadap ke arah matahari. Diperkirakan Penuaian padi di lahan Pak Buchori ini akan selesai dalam waktu 4 hari. Pak Buchori sendiri adalah salah satu pemangku adat Talang Mamak di Dusun Simarantihan ini. Senja mulai berangsur tenggelam tergantikan malam. haya sebagian kecil masyarakat saja yang pulang menuju rumahnya. Sebagai besar tetap menghabiskan malam menunggui padi-padinya. Pondok-pondok yang dibangun memang disiapkan sebagai temapat tinggal kedua mereka. Malam di Dusun Simarantihan ternyata cukup ramai. walaupaun tidak ada aliran listrik, beberapa rumah sudah memiliki mesin diesel. Beberapa antena parabola juga nampak di halaman-halaman rumah. Di persimpangan masuk ke dusun ada sebuah warung yang dikelola oleh Pak Yanto dimana istrinya adalah satu-satunya guru yang mengajar si Simarantihan ini. Di warungnya yang sekaligus menjadi rumahnya terdapat miesin deisel serta  televisi parabola  yang selalau dinyalakan ketika sore hingga sekitar  tengah malam.  Tempat ini ramai pleh masyarakat yang menonoton TV atau sekedar mencari rokok atau kebutuhan lainnya. Hal ini mengingatkan waktu kkecil saya, dimana hanya ada beberapa televisi saja di kampaung. Besama dengan tetangga yang lain tiap malam saya selalu beramai-ramai menonton televisi yang waktu itu juga masih hanya berwarna hitam dan putih saja.

Saya Bersama Dengan Beberapa Perempuan Penuai Padi

Kehidupan Masyarakat Talang Mamak yang masih subsisten atau memanfaaatkan alam sebatas unuk pemenuhan kehidupan sehari-hari menjadi contoh harmonisasi yang cukup baik antara alam dan manusia. Tata cara memanen padi masyarakat ini bisa menjadi salah satu gambaran harmonisasi tersebut. Lokasi yang cukup jauh dan terpencil memang dapat menjaga masyarakat bertahan dalam kearifannya. Namun perlahan-lahan, dorongan masyarakat untuk bisa menikmati teknologi semakain besar. Jika tidak diimbangi dengan pemahaman kearifan lokal yang kuat maka bisa berdampak fatal terhadap kelestarian lingkungan. (leo)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun