Mohon tunggu...
Mas Budi
Mas Budi Mohon Tunggu... -

ﺑﺎﺭﻙ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻴﻚ

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dewi Dee Lestari, Memaknai Kembali Segelas Kopi

31 Maret 2013   19:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:56 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

duniandiena.blogspot.com

Seorang penulis harus lah punya intuisi tajam. Sangat tajam. Karena ia harus bisa membuat sebuah cerita dari ratusan juta cerita yang sudah dibuat penulis sebelumnya, sejak manusia mulai mengenal baca tulis sampai sekarang. Karena itu lah, daya kreatifitas seorang penulis mutlak diperlukan, tidak hanya pandai meramu kata, seorang penulis haruslah berpikir gila dan sangat kreatif. Banyak cerita, baik novel, cerita pendek, puisi dan sebagainya yang bercerita tentang cinta. Cerita dengan tema utama cinta jadi andalan utama penulis, dari dulu sampai sekarang. Dimulai dari cinta terlarang ala Romeo Juliet, cinta tragis ala Siti Nurbaya dan beragam kisah cinta lainnya. Kita, sebagai pembaca barangkali berpikir tidak ada lagi kisah cinta yang bisa dieskplorasi untuk jadi sebuah cerita. Namun, tidak bagi Dewi Dee Lestari, pencipta lagu, penyanyi, filsuf dan penulis ini bisa menjadikan segelas kopi jadi punya cerita sendiri. Bicara tentang segelas kopi, Andrea Hirata pun pernah membahas segelas kopi dalam satu judul novelnya (cinta dalam gelas), namun bukan berarti secara konsep, kedua cerita ini mirip. Jelas sangat berbeda, dimulai dari setting cerita, konflik antar pemain sampai pemaknaan masing-masing penulis tentang kopi, jauh berbeda. Hal ini lah yang membuat cerita ini unik. Andrea Hirata bercerita tentang kopi dengan gaya humoris satire, sedangkan Dewi Dee menceritakan kopi dengan gaya penulisan romantis. Novel filosofi kopi sebenarnya bukan satu cerita utuh. Di dalamnya ada 18 judul cerita pendek (Cerpen). Diantaranya adalah filosofi kopi, mencari Herman, surat yang tak pernah sampai, salju gurun, kunci hati, selagi kau lelap, sikat gigi, jembatan zaman, kuda liar, sepotong kue kuning, diam, cuaca, lara Lana, lilin merah, spasi, cetak biru, buddha bar dan Rico de Coro. Beberapa cerita dalam novel ini hanya berbentuk prosa. Namun, tidak mengurangi kekuatan penceritaan Dee (sebutan akrab Dewi Dee Lestari). Dee secara cerdik, mampu berbicara dalam satu dua kalimat prosanya, simak saja judul prosa ‘salju gurun’ yang penuh dengan metafor, namun tidak membuat bingung pembaca. Ia sangat piawai dalam pemilihan kata, sehingga bisa menerjemahkan kebergunaan seorang manusia di tengah jutaan manusialainnya. “Dan setiap senti gurun akan terinspirasi karena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih meski sendiri. Karena kau…. Berbeda.” Begitu sekelumit petik prosa terakhir dari ‘salju gurun’. Bercerita tentang hidup manusia yang sudah terlanjur nyaman dengan zona amannya. Tidak berani tampil beda, unik dan terperangkap dalam rutinitas hidupnya. Simak lagi Cerpen ‘Mencari Herman’. Sebuah Cerpen unik yang bercerita tentang pencarian seorang wanita yang mencari orang bernama Herman. Berawal dari sebuah tantangan untuk menemukan seseorang dengan nama Herman, wanita ini kemudian mencari orang bernama Herman, dari mulai teman sekolahnya, tetangga satu kompleks sampai ke seluruh orang yang ia jumpai. Namun nihil, tidak ada satu orang pun yang bernama Herman, atau mengandung nama dengan unsur Herman. Kemudian Cerpen ‘Sikat Gigi’ yang tidakkalah uniknya. Bercerita tentang dua anak manusia yang beda dalam segala hal namun berusaha bersatu. Si wanita adalah pengguna otak kanan, yang menimbang segalanya dengan imajinasi, sedangkan si pria adalah pengguna otak kiri, yang memandang segalanya dengan logika. Keduanya saling menyukai, namun tidak pernah bisa bersatu. Karena sang wanita berada di dunia yang sulit dijangkau si pria. Sedangkan si pria berada di dunia yang tidak diinginkan si wanita. Akhirnya, keduanya kembali didekatkan dengan sebuah sikat gigi elektrik yang dihadiahkan sang pria kepada si wanita saat ulang tahunnya. Satu lagi yang unik, yaitu ‘Rico de coro’. Bercerita tentang hubungan abnormal seekor kecoa jantan yang menyukai seorang gadis. Si kecoa bernama Rico de coro ini tinggal di rumah orang tua si gadis. Si kecoa yang mencintai si gadis ditentang habis-habisan, baik oleh keluarganya maupun oleh rakyat kecoa. Karena, Rico adalah putra mahkota, anak dari raja kecoa. Dengan dalih manusia adalah makhluk jahat yang tidak punya perasaan, cinta Rico pada si gadis dianggap tabu. Akhirnya, Rico mengorbankan dirinya demi si gadis. Seekor makhluk eksperimen yang ditugaskan melukai si gadis sengaja ditempatkan di laci kamar si gadis. Beruntung, Rico mengorbankan dirinya terbunuh oleh racun makhluk itu demi menyelamatkan si gadis. Satu lagi yang paling seru dan jadi jagoan di novel ini adalah Cerpen berjudul ‘filosofi kopi’. “Sesempurna apapun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi. Punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan.” Ben adalah seorang pembuat kopi profesional (Barista) yang tergila-gila pada kopi. Dengan Jo, temannya, mereka kemudian menggagas usaha kafé kopi. Tempat dimana Ben bisa bereksperimen dengan kopi-kopi buatannya. kafé tersebut kemudian dinamai filosofi kopi. Sesuai dengan namanya, karakter seseorang bisa dilihat dari kopi yang ia pesan. Dalam filosofi kopi, Ben bertindak langsung sebagai Barista sedangkan Jo bertindak sebagai manajer. Sampai suatu hari, ada seseorang kaya raya yang menantang Ben untuk membuat kopi paling sempurna di dunia ini. Kopi paling enak, kopi tanpa rasa pahit. Ben, dengan ambisinya pada kopi menerima tantangan tersebut. Ia kemudian begadang siang dan malam untuk menemukan resep Ben’s perfecto. Ben’s perfecto ciptaan Ben diakui sebagai kopi paling enak sedunia. Kafé filosofi kopi pun makin ramai. Sampai suatu saat ada seseorang yang dengan santainya mengatakan ada minuman yang lebih enak dari Ben’s Perfecto, yakni kopi tiwus. Jenis kopi hitam yang biasa diminum kalangan menengah kebawah. Ben yang arogan nampak tidak percaya dan berusaha membuktikan kehebatan kopi tiwus. Novel filosofi kopi secara keseluruhan mengandung unsur ‘eksperimen’. Dee dengan nakalnya bereksperimen dengan tokoh-tokoh di dalamnya, dari mulai seorang pelacur, seekor kecoa sampai seorang dengan peyimpangan orientasi seksual.

www.perspektif.net

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun